REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Situasi Darurat dan Kondisi Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Nyimas Aliah mengatakan perempuan rawan mengalami kekerasan berbasis gender pada situasi bencana. Kekerasan terhadap perempuan saat bencana tersebut tidak banyak terungkap.
"Pada situasi normal saja kekerasan terjadi cukup tinggi, apalagi pada situasi darurat dan bencana," kata Nyimas di Jakarta, Jumat (24/8).
Nyimas mengatakan kekerasan berbasis gender yang terjadi saat situasi darurat dan bencana selama ini tidak banyak terungkap karena layanan pengaduan belum tersedia. Selain itu, penanganannya relatif rendah.
Meskipun tidak terungkap, tetapi bukan berarti tidak ada. Menurut Nyimas, kekerasan berbasis gender terjadi karena perempuan dan anak sebagai kelompok rentan mengalami relasi kuasa dan ketergantungan yang tinggi terhadap orang lain saat terjadi bencana. "Karena itu, pada saat terjadi bencana, perempuan harus dibangkitkan dan dibangkitkan semangatnya. Bila perempuan tangguh saat bencana, maka akan menguatkan anak-anak dan perempuan lainnya," tuturnya.
Dalam penanganan gempa Lombok dan sekitarnya, misalnya, Nyimas mengatakan sudah menerima dua laporan percobaan pemerkosaan yang menimpa salah seorang perempuan berusia 20 tahun dan anak perempuan berusia 15 tahun. "Saat ini kasus itu sudah ditangani dan korban didampingi untuk penanganan psikologisnya," ujarnya.
Untuk mencegah kasus serupa, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sudah meluncurkan pos ramah perempuan dan anak di Lombok. Pos itu akan melayani pengaduan pelanggaran hak-hak anak dan perempuan selama 24 jam.
Sementara itu, Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid menyiratkan adanya kemungkinan perpanjangan masa tanggap darurat bencana gempa di Nusa Tenggara Barat (NTB). Penetapan masa tanggap darurat akan berakhir pada Sabtu (25/8).
Indikasi perpanjangan masa tanggap darurat berasal dari Gubernur NTB TGB Zainul Majdi saat bertemu Fauzan di pos pengungsian Gunungsari, Lombok Barat, pada Kamis (23/8) kemarin.
"Kemarin secara lisan disampaikan Pak Gubernur ke saya, beliau bilang kemungkinan kita perpanjang sampai 2 September," ujarnya kepada Republika.co.id di Lombok Barat, NTB, Jumat (24/8).