Senin 04 Mar 2013 10:53 WIB

Anak Sering Kejang Demam, Berbahayakah?

Seorang anak terserang demam (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Seorang anak terserang demam (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Jika anak Anda sering sakit panas dan tiba-tiba kejang-kejang (setep), harap lebih waspada. Menurut dr Zubairi Djoerban, spesialis penyakit dalam dari FKUI, memang sekitar 3-5 persen anak yang berumur sembilan bulan sampai lima tahun pernah mengalami kejang demam. Kejang dipicu oleh demam tinggi (lebih dari 40 derajat Celsius) yang biasanya datang mendadak. Bahkan terkadang adanya demam belum disadari sampai timbulnya kejang.  

Menurut Zubairi, kejang demam tidak dipengaruhi apakah anak tersebut laki-laki atau perempuan. Biasanya, kejang demam dipicu oleh demam akibat virus yang menyebabkan infeksi tenggorokan, telinga, saluran napas, dan sebagainya. Anak-anak usia balita sangat rentan terhadap infeksi-infeksi tersebut.

Kejang disebabkan oleh aktivitas listrik otak yang tidak normal sehingga terjadi spasme otot dan hilangnya kesadaran. Namun, bukan berarti bahwa kejang pasti disebabkan karena adanya kelainan atau infeksi pada otak. Saat demam, tubuh bereaksi dengan mengeluarkan senyawa-senyawa yang berguna untuk meningkatkan kekebalan tubuh, namun diduga dapat mempengaruhi kerja otak sehingga terjadi kejang.

Kejang demam sederhana tidak akan menimbulkan kematian, kerusakan otak, epilepsi, retardasi mental, penurunan IQ atau kesulitan belajar. Yang dimaksud kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung kurang dari 10 menit, kejang terjadi di seluruh/lebih dari satu bagian tubuh, serta kejang tidak berulang dalam 24 jam.  

Jika kejang berlangsung lama, mengenai hanya satu bagian tubuh, berulang dalam 24 jam, ada gangguan perkembangan atau kelainan syaraf lain, maka perlu dilakukan pemeriksaan untuk menilai aktivitas listrik otak (dengan EEG) atau adakah bagian otak yang tidak normal (misalnya dengan CT Scan). Yang dimaksud gangguan perkembangan misalnya adanya gangguan/keterlambatan merangkak, berdiri, berjalan, berbicara, memahami pembicaraan, dan lain-lain.

Selanjutnya, Zubairi menyebutkan, proses kelahiran menggunakan sedot (vakum) memang meningkatkan risiko terjadinya perdarahan di bawah kulit kepala bayi, yang akan menghilang kemudian. Namun, risiko terjadinya cedera pada otak sangat kecil.  Beberapa penelitian memang menghubungkan cara ini dengan risiko terjadinya epilepsi, tetapi saya belum pernah membaca kaitannya dengan kejang demam.

Jika terjadi kejang, maka yang perlu dilakukan orang tua pertama-tama adalah jangan panik. Hindari anak dari kemungkinan cedera. Misalnya jika di sekitarnya ada barang-barang yang dapat menimpanya jika tersenggol, segera singkirkan. Lebih baik jika anak diletakkan di lantai (bisa dialasi kasur atau tikar) untuk menghindari kemungkinan terjatuh dari tempat tidur/kursi. Untuk menghindari kemungkinan tersedak (cairan masuk ke saluran napas), miringkanlah badannya. Jika mungkin, keluarkan permen/makanan yang mungkin masih ada dalam mulutnya, tapi jangan dipaksa.

Yang juga sering dilakukan tetapi harus dihindari adalah jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulutnya untuk menghindari lidahnya tergigit. Benda tersebut malah ditakutkan akan menghalangi jalan napas.

Jika kejang berlangsung lebih lama, bawalah anak ke rumah sakit terdekat. Berhati-hatilah selama proses transpor ke rumah sakit, jangan sampai anak terbentur. Walaupun kejang telah berhenti, anak tetap harus dibawa ke dokter untuk dievaluasi penyebab demamnya.  

sumber : Dokter Zubairi Djoerban
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement