REPUBLIKA.CO.ID, Induksi persalinan secara tindakan bisa dilakukan dengan merangsang puting susu untuk mengeluarkan hormon oksitoksin secara alami. Cara lainnya lebih ekstrem, misalnya, stimulasi listrik. Ada juga dengan pemberian bahan-bahan ke dalam rahim atau anus.
“Sering berhubungan seksual dengan suami pada trimester ketiga juga bisa dikategorikan sebagai induksi karena sperma laki-laki bisa merangsang kontraksi,” urai Dr Ardiansjah Dara Sjahruddin SpOG MKes, di Jakarta.
Induksi persalinan dengan menggunakan obat-obatan ditempuh dengan tetes oksitosin, pemakaian tablet prostaglandin, serta cairan hipertonik intrauterin atau ekstra amniotik normal saline. Dalam induksi persalinan, salah satu cara yang bisa digunakan adalah pemberian hormon oksitosin. Hormon ini berfungsi untuk merangsang kontraksi yang kuat pada dinding rahim sehingga mempermudah dalam membantu proses kelahiran.
Hormon oksitosin juga berfungsi untuk menyekresi air susu dengan merangsang kontraksi duktus laktiferus kelenjar payudara yang membuat bunda dapat memproduksi air susu ibu. Oksitoksin secara normal diproduksi dari tubuh perempuan di otak kecil.
Ketika proses persalinan terjadi, rahim berkontraksi secara alami karena oksitoksin secara normal keluar. Apabila kontraksi tak kunjung muncul atau kurang adekuat, dokter harus melakukan tindakan memperkuat derajat kontraksi rahim. Salah satu caranya dengan induksi obat, yakni memberikan oksitoksin sintesis untuk memicu kontraksi.
Secara umum, hormon oksitosin digunakan sebagai stimulan uterus untuk induksi persalinan dan perbaikan kontraksi uterus dalam persalinan. Selain itu, hormon ini dapat digunakan pada pengelolaan perdarahan pascapersalinan.
“Pemberiannya melalui infus intravena,” jelas Dara.
Pemberian hormon oksitosin melalui infus intravena memiliki keuntungan tersendiri. Dosis pemberian dapat diketahui dengan jelas. Dosis tinggi ataupun rendah efektivitasnya tidak berbeda secara bermakna.
“Jika terjadi penyulit, pemberiannya dapat segera dihentikan kapan saja,” ujar Dara.
Lalu, seberapa besar keberhasilan induksi pada persalinan? Dara mengungkapkan, keberhasilan induksi persalinan dengan oksitosin berkisar antara 63 persen dan 93 persen. Andaikan induksi gagal memicu kontraksi, persalinan dengan operasi caesar menjadi jalan keluarnya.
Selain bermanfaat untuk merangsang kontraksi, induksi juga memiliki efek samping. Ada kalanya terjadi hiperstimulasi, kelemahan kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka (atonia uteri), prolaps tali pusat, terlepasnya plasenta dari dinding rahim (solusio placenta), sobekan pada uterus, dan perdarahan pascapersalinan.
Intoksikasi air yang merupakan sifat antidiuretik oksitosin (reabsorbsi air di glomeulus) yang dapat menyebabkan kejang dan koma juga merupakan risiko induksi. Efek samping yang paling banyak terjadi adalah gawat janin (fetal distress). Akibat kontraksi yang berlebihan, sementara mulut rahim belum lunak, bayi di dalam rahim semakin tertekan. “Kondisi ini dapat membahayakan janin dan juga ibunya,” jelas Dara.
Induksi merupakan proses persalinan yang membutuhkan observasi dan pengawasan yang sangat tinggi. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi risiko yang muncul dari tindakan induksi itu sendiri.
Karena itu, ibu yang menjalani induksi tak boleh ditinggal dan dokter harus memantau kemungkinan terjadinya sobekan pada uterus. Dokter juga mesti mengamati kualitas kontraksi uterus, detak jantung janin, dan mewaspadai gawat janin.