REPUBLIKA.CO.ID, Saat anak memasuki periode 'suka melapor', orang tua sering menanggapinya dengan kesal. Orang tua terkadang tak berusaha mencari tahu penyebab anak melakukan perbuatan itu. Berikut beberapa cara menghadapi anak yang gemar melapor:
* Seorang anak kecil datang dengan cerita ''seseorang melakukan sesuatu''. Kita bisa cukup meresponsnya dengan, ''Ibu/ayah senang kamu tidak melakukannya. Kamu sudah lebih tahu soal itu, kan?'' Si pelapor biasanya akan tersenyum dan melangkah pergi dengan penuh percaya diri. Sebab, orang dewasa tahu betapa baik perilakunya.
* Bila ada pengaduan ''seseorang melakukan sesuatu'', orang dewasa perlu mengamati seksama untuk mengetahui yang sebenarnya terjadi sebelum langsung turun tangan. Mengandalkan ucapan dari seorang anak untuk menghadapi anak lain hanya membawa masalah.
* Bila anak hanya diperhatikan saat ia mengadu, maka perilaku ini akan meningkat. Orang tua atau guru bisa mengurangi jumlah pengaduan seorang anak dengan mengabaikan perilaku itu. Ketika ia datang, mulailah percakapan tentang suatu masalah sebelum perilakunya mulai. Berilah perhatian pada kesempatan di mana anak menunjukkan perilaku yang pantas.
* Sebagai seorang anak, sering lebih mudah minta orang dewasa menyelesaikan masalah sosialnya. Dan, anak lain akan mengucilkannya dengan menjuluki 'tukang ngadu'. Untuk menghadapi anak seperti ini perlu berhati-hati dan menghindari beberapa pertanyaan klasik.
Pertanyaan ''Ada apa?'' hanya membuat kita mendapat laporan dari satu pihak. Paling baik, setiap anak mengadukan sudut pandangnya. Pertanyaan yang perlu dihindari lainnya adalah ''Siapa yang mulai?''. Semua orang tua tahu si 'Bukan Saya'-lah yang bertanggung jawab.
* Bila anak sedih membawa berita buruk, respons yang efektif hanyalah memberi perhatian pada perasaan si anak. Buatlah anak mengerti bahwa Anda memahami perasaannya. Anak-anak perlu dipahami bukan dikasihani.
* Daripada ikut campur dalam masalah sosial anak, kita perlu menyampaikan pada si anak bahwa ''Ibu/Ayah tahu kamu akan menyelesaikannya. Kamu bisa menyelesaikan urusanmu sendiri walaupun terkadang sulit.'' Lalu, bila mereka memerlukan bantuan, kita bisa memancing anak untuk berpikir. Tanyakan, ''Apa lagi yang bisa kamu lakukan?''. Tanggung jawab harus ada pada tempatnya, pada si anak.
* Ketika seorang anak merasa terancam, anak itu memerlukan bantuan orang dewasa meskipun kedengarannya mirip mengadu. Ketika anak dalam bahaya, mengadu tak pernah salah. Mengadu atau menceritakan orang lain mungkin menyelamatkan nyawa lebih dari satu orang anak. Anak-anak tak boleh takut minta bantuan pada orang tua karena mereka sering dinasihati ''Ngomongin orang lain itu salah'' atau ''Mengadu itu salah''.
* Kita harus berhenti memberi label anak sebagai 'tukang ngadu' atau 'tukang ngomongin orang'. Perhatikan materi sebenarnya yang mereka sampaikan. Ini sebenarnya perilaku yang kompleks. Kita perlu menggunakan penilaian dewasa kita untuk merespons dengan baik setiap keadaan. Anak kita akan menjadi lebih aman secara fisik dan emosional, dan mereka akan mengembangkan kematangan yang mengakhiri tahap perilaku ini.