Rabu 13 Aug 2014 14:56 WIB

Pamer Kurikulum 2013

Red: Joko Sadewo
Asep Sapa’at
Foto: doc pribadi
Asep Sapa’at

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Asep Sapa’at, Praktisi Pendidikan, Pemerhati Karakter Guru di Character Building Indonesia

Pikiran saya menerawang. Dalam implementasi kurikulum di Indonesia, selama ini yang tampak hanya rutinitas. Tanpa data riset yang memadai, kurikulum tiba-tiba mesti diganti. Di tengah kegaduhan dalam masa persiapan, guru tak diajak diskusi dan diberi ruang untuk sumbang pemikiran terkait pengalaman terbaik mereka sebagai eksekutor kurikulum di lapangan. Yang pro perubahan kurikulum berdaulat, yang kontra dikucilkan. Jelang kick off tanggal 14 Juli 2014, ribuan guru dilatih dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Terbitlah buku paket dan panduan kurikulum yang hadir saling berkejaran dengan waktu penerapan yang makin mepet. Apa sesungguhnya yang diharap dari hadirnya kurikulum 2013?

Di Indonesia, telah dilakukan beberapa kali pembaharuan kurikulum, yaitu tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, & 2006. Menurut Prof. Dr. Dedi Supriadi (2004), perubahan kurikulum ada dua jenis, perubahan berskala besar dan kecil. Perubahan kurikulum dari tahun 1975 sampai 2004 merupakan perubahan kurikulum berskala besar. Terjadinya perubahan struktur & materi kurikulum jadi penandanya. Pun yang terjadi dengan perubahan dari kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013. Perubahan tersebut membawaserta perubahan pada berbagai aspek & dimensi pendidikan, seperti guru, sarana penunjang khususnya buku-buku teks, kegiatan belajar-mengajar, evaluasi, dan peserta didik beserta orangtuanya. Hampir dapat dipastikan perubahan yang bersifat komprehensif & berskala besar cenderung mengubah arah & orientasi praktik pendidikan di semua tingkatan, khususnya di tingkat sekolah.

Sayangnya, perubahan kurikulum dalam skala kecil belum pernah dilakukan. Perubahan pada skala mikro lebih mengandalkan pada pengalaman para guru dan praktisi pendidikan dalam menerapkan kurikulum. Cirinya, sambil kurikulum berjalan sambil terus diperbaiki. Dampaknya tidak bersifat menyeluruh & mendadak. Guru punya ruang kreativitas yang cukup leluasa untuk mengeksplorasi penerapan kurikulum pada lokasi & konteks sekolah yang berbeda-beda. Tanya pemerintah, mengapa opsi memperbaharui kurikulum dalam skala kecil tak pernah jadi pilihan kebijakan?