Rabu 22 Jun 2016 04:30 WIB

Kebijakan Impor Ikan, Ironi yang Mencederai Jokowi

Red: M Akbar
Rokhmin Dahuri
Foto: Yasin Habibi/Republika
Rokhmin Dahuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof.Dr.Ir. Rokhmin Dahuri, MS

(Ketua Umum Gerakan Nelayan dan Tani Indonesia/GANTI)

Di tengah gencarnya klaim Kementerian Kelautan dan Perikanan tentang melimpahnya ikan di laut Indonesia sejak setahun terakhir, tiba-tiba bak mimpi di siang bolong Senin, 6 Juni KKP mengeluarkan kebijakan untuk mengimpor ikan secara luas meliputi semua jenis ikan, kecuali jenis-jenis ikan yang dilindungi dan dilarang untuk diperdagangkan di pasar domestik.

Kebijakan ini bukan hanya ironis, tetapi juga sangat menyesakkan dada. Pertama, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, yang tiga-perempat wilayahnya berupa laut memiliki potensi produksi lestari (MSY = Maximum Sustainable Yield) ikan laut yang besar 7,3 juta ton/tahun, sekitar 8 persen total MSY stok ikan laut dunia. 

Di perairan umum darat (danau, sungai, waduk, dan perairan rawa tawar) terdapat pula potensi produksi ikan sebesar 0,9 juta ton/tahun. Selain itu, total potensi produksi perikanan budidaya (aquaculture) di laut, perairan payau (tambak), dan perairan tawar diperkirakan mencapai 60 juta ton/tahun. 

Dengan demikian, Indonesia sejatinya memiliki total potensi produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya sebesar 68,2 juta ton/tahun alias terbesar di dunia (FAO, 2012). Sementara itu, dengan konsumsi ikan perkapita sekitar 38 kg dan jumlah penduduk saat ini 254 juta orang, maka total kebutuhan ikan nasional hanya sekitar 9,7 juta ton/tahun. 

Artinya, jika sektor perikanan ini dikelola secara cerdas dan benar, Indonesia tidak hanya akan mampu memasok ikan untuk kebutuhan domestiknya, tetapi juga bisa mengekspor beragam produk perikanan untuk kebutuhan global (feeding the world) secara berkelanjutan.

Kedua, sepanjang sejarah NKRI, baru kali ini pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk impor ikan secara luas. Sebelumnya, memang Indonesia mengimpor ikan, tetapi sebagian besar berupa tepung ikan sebagai bahan baku untuk industri pakan ternak dan ikan, dan jenis-jenis ikan yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri, seperti salmon dan kepiting Alaska. Itu pun dengan volume yang terbatas, dan nilainya kecil.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement