Selasa 10 Jan 2017 17:02 WIB

Perang Jarak Dekat di Akhir Kampanye Pilkada 2017

Red: M.Iqbal
Pasangan Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Muaro Jambi Ivan Wirata (kedua kiri) dan Dodi Sularso (kedua kanan) beserta istri berpose usai mendaftar sebagai peserta Pilkada di kantor KPU Muaro Jambi, Jambi, Rabu (21/9).
Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Pasangan Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Muaro Jambi Ivan Wirata (kedua kiri) dan Dodi Sularso (kedua kanan) beserta istri berpose usai mendaftar sebagai peserta Pilkada di kantor KPU Muaro Jambi, Jambi, Rabu (21/9).

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh: Mochammad Farisi, LL.M. *)

Ibarat lomba lari, masa kampanye Pilkada 2017 tinggal memasukin beberapa putaran lagi. Lantas bagaimana seharusnya masing-masing pasangan calon pilkada memanfaatkan sisa masa kampanye yang tinggal satu bulan lebih ini? 

Kampanye adalah kegiatan pemasaran politik, bagaimana menjual pasangan calon kepada masyarakat di daerah pemilihan. Untuk itu diperlukan media komunikasi yang tepat untuk memperkenalkan paslon dan pesan kampanye (visi dan misi) sesuai kepemilikan media yang dimiliki oleh masyarakat.

Pemilihan media komunikasi yang tepat membuat kampanye efektif, efisien, dan menghindari terjadinya pemborosan biaya, waktu, dan tenaga. Seperti untuk masyarakat luas intensifkan penggunaan media massa: televisi, daring, dan surat kabar. Sedangkan untuk komunitas tertentu gunakan media selebaran atau saluran komunikasi kelompok.

Dari berbagai literatur penulis coba mengelompokkan berbagai macam media atau saluran komunikasi yang biasa digunakan saat kampanye seperti: media cetak (brosur, pamflet, karikatur, kartun, koran, dan lain-lain), media elektronik (televisi, radio, internet), media luar ruangan (spanduk, baliho, reklame, umbul-umbul), media format kecil (kalender, stiker, pin, kaos, payung, topi), saluran komunikasi kelompok/sosial (kelompok arisan, pengajian, marga atau kelompok profesi semisal buruh, ojek, guru), saluran komunikasi publik (rapat akbar, perhelatan musik, turnamen olahraga, pasar murah), saluran komunikasi antarpribadi (anggota keluarga, tetangga, sahabat dan teman kantor), dan saluran komunikasi tradisonal seperti perayaan hari besar agama, pesta adat, upacara kelahiran, pesta perkawinan, sunatan, dan lain semacamnya.

Di sisa waktu kampanye yang tinggal satu bulan lagi penulis menyarankan para pasangan calon untuk lebih intensif menggunakan kombinasi media massa dan saluran komunikasi antarpribadi serta saluran komunikasi kelompok/sosial. Dalam teori komunikasi, media massa memiliki kekuatan yang sangat besar dalam mengubah image, wawasan, dan persepsi penerima, sementara saluran komunikasi kelompok/sosial memiliki kekuatan untuk mengubah perilaku khalayak. 

Karena itu kedua saluran ini tidak bisa dipisahkan dan saling melengkapi dalam mencapai efektivitas komunikasi. Kombinasi kedua bentuk komunikasi ini seperti serangan dalam sebuah perang, di mana iklan politik disebarluaskan oleh media massa seperti televisi, radio, dan surat kabar diibaratkan sebagai serangan udara, sementara penggunaan saluran komunikasi kelompok diibararatkan sebagai pasukan darat atau infanteri (pasukan yang disiapkan untuk melaksanakan pertempuran jarak dekat) yang bergerak menyisir sasaran. 

Di negara berkembang seperti Indonesia, khususnya di daerah yang jauh dari perkotaan, saluran komunikasi antarpribadi dan kelompok banyak diperankan oleh tokoh-tokoh masyarakat (tomas) dalam mempengaruhi anggota masyarakat yang dipimpinnya. Saluran ini banyak digunakan pada era Orde Baru di mana Golkar pada saat itu memanfaatkan tokoh masyarakat di perdesaan sebagai saluran komunikasi politik. 

Hal demikian menurut penulis masih terjadi sampai sekarang. Hasil wawancara penulis dengan beberapa kepala desa, masyarakat dalam menentukan pilihan lebih banyak meminta pendapat kepada para pemuka masyarakat dari pada pengaruh media massa.

Menurut penelitian, media massa pada dasarnya hanya mampu berada pada tataran pembentukan citra (image), popularitas calon, dan meningkatkan pengetahuan pemilih tentang calon, sementara yang berperan besar mengajak orang untuk mengubah pilihan adalah komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok. 

Media hanya memberi pengaruh pada hal-hal yang singkat dan tidak lama (short term). Sehingga menurut penulis citra positif harus dikuatkan dengan menekankan isu-isu solusi permasalahan yang disampaikan langsung melalui komunikasi atau tatap muka khususnya di awal dan di akhir kampanye. Karena kampanye yang dilakukan pada waktu-waktu awal dan akhir biasanya banyak menarik

perhatian masyarakat dibanding kampanye yang dilakukan pada waktu pertengahan.

Banyak contoh nyata bahwa kekuatan media massa saja tidak selalu mampu memengaruhi masyarakat untuk memilih. Sebut saja Surya Paloh kalah dalam konvensi calon presiden, Wiranto dan Hary Tanoe berkuasa di Grup MNC juga keok. 

Kemudian masih ingat iklan ARB di TVOne? nasibnya tak jauh beda dengan bos televisi lainnya. Pasangan Foke-Nara di Pilkada DKI Jakarta 2012 tumbang oleh gaya blusukan Jokowi-Ahok, dan lain sebagainya. 

Untuk itu peranan saluran komunikasi antarpribadi dan saluran komunikasi kelompok dengan cara door to door sangat berpeluang

memengaruhi orang lain untuk mengubah sikap dan perilaku dalam pemilu. Jadi jika sasaran yang ingin dicapai sifatnya lokal seperti pilkada bupati/walikota dan jumlahnya relatif kecil maka cukup dengan media surat kabar, radio lokal, selebaran dan sosial media serta intensifkan saluran antarpribadi dan kelompok.

Dua ribu tahun yang lalu orang-orang Yunani mengatakan bahwa keberhasilan seorang pemimpin sangat ditentukan oleh karakter dan etos. Saat ini harus ditambah dengan kemampuan untuk menguasai tujuh media/saluran komunikasi yang penulis jelaskan di atas tadi. 

Melalui media orang bisa menyaksikan dan mengikuti aktivitas politik calon. Bisa dibilang tanpa media politisi tak berdaya. 

Sebab jika media memunculkan informasi yang salah tentang seorang kandidat, maka ia juga memunculkan gambaran yang salah pada khalayak. Namun, sekali lagi penulis mengingatkan bahwa media massa hanya berperan memperkuat (reinforcement) pilihan yang telah ada, meneguhkan sikap, dan perilaku seseorang bukan mengubah. 

Faktor yang memberikan pengaruh terhadap perilaku pemilih adalah ketokohan calon, partai politik, agama, kelompok, keluarga, dan budaya/etnis/kedaerahan. Untuk itu di seperempat akhir waktu kampanye ini para pasangan calon harus sprint menggerakkan pasukan darat dan saluran/media komunikasi lain yang sesuai kondisi dan karakter masyarakatnya.

*) Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jambi

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement