Ahad 09 Apr 2017 18:44 WIB

Kebencian yang Mudah Menular

Mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum PP Muhammadyah Dien Syamsuddin (kanan) (Ilustrasi)
Foto: Antara/Prasetyo Utomo
Mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum PP Muhammadyah Dien Syamsuddin (kanan) (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Triyono *)

Tidak terasa sudah lebih dari sepekan kita ditinggalkan oleh seorang Ulama Kiai Besar mantan Ketua Umum PBNU yaitu almarhum KH Hasyim Muzadi. Semoga Allah mengampuni dosa beliau dan melipatgandakan segala amal baiknya serta ditempatkan di surga Allah SWT. Aamiin yaa Rabb.

Saya tidak mengenal almarhum secara pribadi. Tapi dari sosok Kiai NU yang bersahabat dan bersahaja, itulah citra yang saya dapat dari almarhum.

Dalam satu wawancara di salah satu radio swasta, ada seorang nara sumber yang dikatakan sangat mengenal almarhum dan ditanya mengenai kesan yang kuat melekat pada almarhum. Jawaban dari nara sumber itu yang membuat saya sangat terkesan dengan almarhum.

Nara sumber menyampaikan bahwa almarhum dalam suatu kesempatan memberikan nasihat : janganlah berceramah dengan menyebar kebencian, karena setelah ceramah yang diingat oleh jamaah adalah kebencian nya dan bukan isi ceramahnya. Dari kalimat almarhum ini kelihatan bahwa pesan kebencian mudah melekat dan bahkan mengorbankan pesan baik dan inti dari ceramah yang lainnya. Pokoknya ya marah dan benci. Informasi lainnya .. ya nggak tertangkap.

Karena penasaran atas wisdom-nya almarhum Kiai, kemudian saya mencari materi terkait hal ini di internet. Ternyata ada penelitian yang dilakukan oleh Janica R Kelly, Nicole E Iannone, dan Megan K Mc Carty. Penelitian berjudul "Emotional contagion of anger is automatic: An evolutionary explanation". Hasil yang menarik dari riset ini adalah bahwa emosi yang negatif akan secara otomatis ditransfer.

Rasa marah ini sangat mudah diterima (atau menular) baik dalam kondisi suasana gembira, apalagi suasana tertekan. Penelitian dilakukan dengan metode menonton wajah dan gambar bahagia serta marah dalam suasana senang dan tertekan. Jadi kondisi apapun, kemarahan bisa ditransfer dan menular dengan mudah.

Saya tidak tahu apakah almarhum Kiai sudah membaca ini. Tapi, kearifan beliau sejalan dengan hasil penelitian itu. Beliau mendapatkan kearifan dari pengalaman dan pemahaman ilmu yang mendalam.

Sekarang saya jadi ngerti kenapa hate speech itu dilarang. Bagi segelintir orang yang dipahami hanya "pokoknya marah". Dasar pemikiran kemarahan itu tidak sempat dipahami dan dikaji. Pokoknya marah.

Banyak mudarat nya dan ekses negatif daripada positif dari sebuah hate speech atau ujaran kebencian. Kembali ke hasil penelitian, orang yang sedang happy juga bisa marah apabila di provokasi. Apalagi orang yang memang sedang tertekan. Pasti seperti minyak bertemu api. Langsung menyala.

Padahal, kita tahu hidup di Indonesia ini, tidak mudah. Masih banyak persoalan yang dihadapi. Pendapatan rendah, banyak cicilan, biaya hidup tinggi dll.

Marilah menghindari ujaran kebencian ini. Baik kepada orang lain apalagi untuk keluarga dan anak-anak kita. Anak-anak kalau kita tunjukkan kebencian kita, karena kemampuan analisisnya masih terbatas, yang dia tahu hanya "orang tua saya benci pada saya". Tidak dipahami esensi dan alasan kemarahan.

Orang bijak bilang apabila kita menebarkan energi negatif, energi negatif itu akan kembali kepada kita sendiri. Mungkin tadinya dikira "win - lose" padahal ternyata "lose - lose". Daripada rugi sendiri mending nggak usah. Setuju ya...

*)  Kepala Departemen Komunikasi dan Internasional OJK

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement