Rabu 09 Aug 2017 08:27 WIB

Hatta-Sjafruddin: Kisah Perang Uang di Awal Kemerdekaan

Red: Muhammad Subarkah
Wapres Mohamad Hatta memeriksa pasukan kehormatan di Linggarjati, Cirebon, 17 November 1946.
Foto:
Gedung Bank Indonesia

Selain gangguan NICA, teknologi percetakan yang masih sederhana menyebabkan ORI gampang dipalsukan.  Maka uang Jepang dan ORI palsu,  menghantam ORI. Sikap juang antipenjajahan ternyata ada juga yang berdampak negatif.

Saking bersemangat antipenjajahan,  rakyat di berbagai daerah,  bagai berlomba mencetak dan mengeluarkan ORI.  Di Sumatera beredar bermacam-macam ORI.  Ada ORI Pulau Sumatera (ORIPS),  ORI Tapanuli (ORITA). Di Banten,  juga ada ORI Banten.

 

Maka sesudah penyerahan kedaulatan dan pemerintah RI Serikat terbentuk, pemerintah RIS segera menghadapi keadaan moneter yang serbakacau. Dari pemerintah negara-negara bagian diperoleh peredaran uang yang terlampau besar dan sedang dalam inflasi gawat.  Sedangkan dari RI diperoleh warisan ORI yang beredar di Jawa dan Sumatera dalam macam-macam jenis dan dengan nilai yang bermacam-macam juga.

Menghadapi kenyataan itu,  Menteri Keuangan RIS Sjafruddin Prawiranegara mengeluarkan Maklumat yang menyatakan semua uang sah di daerahnya masing-masing. Sesudah itu dikeluarkan Undang-Undang Darurat No. 13/1950 tentang Pinjaman Darurat yang memberi kuasa kepada Menteri Keuangan "untuk mengambil segala tindakan untuk mengadakan pinjaman bagi Negara RIS dan untuk mewajibkan turut serta dalam pinjaman sedemikian itu, lagi pula untuk mengeluarkan peraturan-peraturan tentang peredaran uang."

Berdasarkan Undang-undang tersebut,  Menteri Keuangan mengeluarkan Keputusan No. PU 1 tertanggal 19 Maret 1950 yang mengandung tujuan: 1. Mengganti berbagai macam uang yang beredar dengan uang baru,  dan 2. Mengurangi peredaran uang, baik uang kertas maupun uang giral.

Dua tujuan tersebut dicapai dengan tindakan yang di masyarakat populer sebagai "Gunting Sjafruddin."

Disebut "Gunting Sjafruddin", karena tindakannya benar-benar menggunting uang di atas 2,50 menjadi dua. 

Bagian kiri uang itu dinyatakan sah sebagai alat pembayaran dengan nilai setengah dari nilainya semula dan mulai 20 Maret hingga 16 April 1950 bisa ditukar dengan uang baru.

Bagian kanan uang kertas ditarik dari peredaran dan dapat ditukarkan dengan Obligasi Pemerintah sejumlah separuh dari nilai semula.

Sangat Berani dan Sangat Rasional

Sebagai ekonom,  Wakil Presiden RI (2009-2014), Prof. Boediono melihat dan merasakan situasi pada tahun 1950 itu memang memerlukan gunting Sjafruddin.

Pada saat itu jumlah uang beredar begitu banyak. Setelah revolusi, tidak ada yang mengendalikan. Akibatnya, harga meningkat. Pada saat itu,  uang yang beredar pun bermacam-macam. Jadi memang bukan seperti pada sistem normal. Pada saat itu negara juga memerlukan dana untuk membiayai jalannya pemerintahan.

"Ketiga-tiganya dilaksanakan dengan satu gunting, dan itupun bagi saya sebagai ekonom memang sesuatu yang tidak bisa dihindarkan," kata mantan Menteri Keuangan dan mantan Gubernur Bank Indonesia itu sembari menambahkan bahwa tindakan Sjafruddin itu, "adalah suatu tindakan yang sangat berani,  tetapi sangat rasional."

Menurut Mohammad Saubari,  Sjafruddin yang menggerakkan pemerintah untuk mengeluarkan ORI.  Sjafruddin yang pertama-tama bertanggung jawab atas terbitnya ORI. Dan sejarah menghendaki  Sjafruddin pula yang bertanggung jawab atas penguburan ORI.

Akan tetapi, satu hal yang tidak bisa dibantah,  peranan Sjafruddin Prawiranegara atas terbitnya mata uang Republik Indonesia sebagai atribut negara yang merdeka dan berdaulat di bidang ekonomi dan keuangan, amat signifikan.

Pada hemat Fachry Ali, lepas dari karier politik Sjafruddin yang juga bersejarah, sumbangan terbesar dan tempat  Sjafruddin di dalam sejarah politik dan intelektual Indonesia terletak pada visi dan kalkulasi teknokratiknya dalam mentransformasikan economic resources (sumber daya ekonomi) menjadi political weapon (senjata politik).

Akhir kalam,  dengan posisi Sjafruddin Prawiranegara seperti itu,  susah dipahami mengapa orang Indonesia pertama yang menjadi Gubernur BI itu sampai sekarang belum muncul gambarnya di mata uang rupiah kita?[]                       

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمِنْهُمُ الَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ النَّبِيَّ وَيَقُوْلُوْنَ هُوَ اُذُنٌ ۗقُلْ اُذُنُ خَيْرٍ لَّكُمْ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَرَحْمَةٌ لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۗ وَالَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ رَسُوْلَ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
Dan di antara mereka (orang munafik) ada orang-orang yang menyakiti hati Nabi (Muhammad) dan mengatakan, “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya.” Katakanlah, “Dia mempercayai semua yang baik bagi kamu, dia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu.” Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah akan mendapat azab yang pedih.

(QS. At-Taubah ayat 61)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement