REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Salamun *)
Presiden Joko Widodo minta agar tidak ada yang mencoba membenturkan Islam dengan Pancasila di Indonesia, sebuah negara dengan pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Menurut dia, Pancasila adalah dasar negara sedangkan Islam merupakan akidah yang harus dipedomani. Pancasila, kata Jokowi, mengakui dan menghormati nilai-nilai ketuhanan dan keagamaan. Pancasila mampu berdampingan dengan agama Islam dan agama lainnya di Indonesia, kata Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara Halaqah Nasional Alim Ulama Majelis Dzikir Hubbul Wathon beberapa waktu yang lalu di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis, 13 Juli 2017. (Tempo.co. 14 Juli 2017).
Begitulah memang bahwa sejatinya napas atau ruh dari Pancasila itu sendiri ialah Ketuhanan Yang Maha Esa. Agama (aturan Tuhan) telah hadir dimuka bumi menjadi satu paket dengan proses penciptaan manusia itu sendiri, oleh karenanya ketika siapapun mempersoalkan eksistensi agama (dengan produk peradabannya) dan atau akan memisahkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan agama sama halnya memisahkan ikan dengan air atau memisahkan manusia (mahluk hidup) dengan oksigen.
Dengan demikian Pancasila dan Agama tidak sekedar dapat berdampingan (meminjam istilah Presiden Jokowi tersebut) justru lebih dari itu dalam konteks kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara Pancasila akan kehilangan makna jika tidak dijiwai dan atau mengejawantahkan nilai-nilai kebenaran universal agama (Ketuhanan) itu sendiri.
Secara lengkap pentingnya dasar Ketuhanan ketika dirumuskan 72 tahun yang lalu oleh founding fathers negara kita dapat dibaca pada pidato Ir Soekarno pada 1 Juni 1945, ketika berbicara mengenai dasar negara (philosophische grondslag) yang menyatakan, “Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan. Secara kebudayaan yakni dengan tiada “egoisme agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia satu negara yang ber-Tuhan” (Hamdan Zoelva, 2012).
Setiap warga negara boleh bahkan harus teguh dengan keimanannya masing-masing dengan tidak harus menanamkan rasa permusuhan baik secara invidual maupun komunal. Yang diluar ummat Kristiani tidak perlu marah dan tersinggung ketika dirinya disebut sebagai “domba-domba yang tersesat”, karena dengan keyakinan itulah ummat Kristiani bersemangat dalam menyampaikan ajaran-ajaran agama mereka kepada seluruh umat manusia.
Demikian juga halnya orang tidak boleh alergi dengan sebutan kafir karena itu adalah ungkapan untuk menyebut seseorang yang tidak mengimani ajaran Tuhan dalam keyakinan agama Islam. Meskipun demikian Rasulullah saw melarang memusuhi orang kafir yang tidak memerangi ummat Islam, itulah praktik bernegara Nabi Muhammad SAW yang di bingkai dengan suatu naskah monumental yaitu Piagam Madinah, dimana naskah ini dapat disebut sebagai konstitusi pertama dimuka bumi yang menjamin dan melindungi kebebasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam keragaman suku dan keyakinan (agama).
Menyegarkan keber-Pancasila-an kita
Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum bagi Bangsa Indonesia menempatkannya sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Hal inilah kemudian yang belakangan sempat menjadi perdebatan ketika lahirnya regulasi (Perda) berbasis syari’ah dipandang tidak selaras dengan Pancasila. Padahal Ketuhanan adalah inti dari Pancasila itu sendiri. Ketika sebuah sistem dibangun berdasarkan Ketuhanan insya Allah sudah secara otomatis akan melindungi harkat martabat kemanusian dan keadilan sosial sekaligus.
Karena substansi dari Agama yang diturunkan oleh Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa ialah untuk menjamin tata kehidupan manusia yang berkeadaban secara holistik integral jauh dari tirani dan eksploitasi antara satu dengan yang lain baik dalam konteks individual maupun komunal.
Artinya ketika siapa saja anak Bangsa ini curiga apalagi menjustifikasi bahwa Islam dengan produk peradabannya dan atau regulasi yang dibangun bernafaskan nilai-nilai Ketuhanan tidak sejalan dengan Pancasila, maka sejatinya ia telah gagal faham terhadap Pancasila itu sendiri.
Menerima Perbankan dan atau ekonomi syari’ah termasuk dana abadi umat (dana haji) namun menolak regulasi dan atau peradaban lainnya yang dibangun berdasarkan konsep syari’ah sama halnya kalian menikah setengah hati hanya mau berhubungan badan secara halal namun tidak mau memberi nafkah bahkan melakukan kekerasan dalam rumah tangga, Yah mau seenaknya sendiri. Yakinilah bahwa hanya dengan mengembalikan persoalan sesuai konsep ketuhananlah segala persoalan yang menimpa bangsa kita dan penduduk bumi ini dapat kita selesaikan.
Sepertinya kita perlu membangun suatu konsensus bahwa kita boleh berkomentar atau mengkritik cara (teknis) dalam memasarkan konsep agama --meskipun hal tersebut juga menjadi kurang etis, namun kita tidak boleh mempersoalkan apalagi mencela produk atau substansi agama baik yang kita anut terlebih lagi yang diyakini oleh orang lain.
Jika hal tersebut dapat kita lakukan maka yakinlah kita akan dapat hidup bersama secara harmonis dalam keberagaman yang memang merupakan karunia Allah swt Tuhan Yang Maha Esa dimana kita tidak pernah meminta untuk terlahir sebagai suku bangsa apapun meskipun persoalan agama ialah merupakan pilihan secara sadar yang harus kita putuskan masing-masing, yang pada ahirnya kita harus saling menghormati atas keputusan (keyakinan) tersebut.
Penyelenggara Pemerintahan baik Legislatif, eksekutif maupun yudikatif dalam melaksanakan amanat Rakyat dan tugas Negara haruslah dalam konteks membumikan nilai-nilai luhur dan sekaligus tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Seluruh anak Bangsa hendaknya jangan melakukan tindakan hukum dan politik yang dilatarbelakangi dengan kecurigaan berlebihan apalagi kebencian terhadap siapapun. Wallahu A’lam bish-shawab.
*) Mahasiswa Program Doktor UIN Raden Intan Lampung, Dosen STIT Pringsewu dan UML. Email: salamun.ms15@gmail.com