Selasa 06 Jan 2015 07:07 WIB

Jangan Lupakan Cabor Lain, Pak Menpora!

Red: Didi Purwadi
Imam Nahrawi
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Imam Nahrawi

Oleh: Israr Itah

Redaktur Republika Online

Tanda tanya publik atas Tim Sembilan akhirnya terjawab Jumat pekan lalu. Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mengumumkan sembilan orang yang mengisi tim yang tugasnya untuk menggali, menelusuri, menemukan, dan memberikan rekomendasi tentang permasalahan dalam sepak bola Indonesia.

Di dalamnya ada Imam B Prasodjo (sosiolog), Budiarto Shambazy (wartawan), Ricky Yakobi (mantan pemain timnas), Gatot S Dewabroto (Deputi V Kemenpora), Nur Hasan (akademisi Universitas Negeri Surabaya), Joko Susilo (mantan Dubes RI untuk Swiss), Yunus Husein (mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK), Eko Ciptadi (mantan Deputi Pencegahan Komite Pemberantasan Korupsi), dan Oegroseno (mantan Wakapolri).

Saya tak hendak mengkritisi komposisi Tim Sembilan yang menurut saya memang sedikit kurang pas. Dengan logika sederhana, sosok yang paling paham seluk beluk sepak bola Indonesia adalah mereka yang pernah dan atau sedang berada di dalamnya. Minimal, cukup lama bersentuhan dengan lingkungan sepak bola.

Nyatanya di dalam Tim Sembilan hanya ada satu sosok Ricky Yakobi yang merupakan 'orang bola'. Dia adalah mantan striker timnas era 1980-an yang kini fokus dalam pengembangan pemain usia muda lewat sekolah sepak bola.

Saya juga tak mau membahas tentang kurangnya koordinasi Menpora dengan para pembantunya. Dalam sebuah acara talkshow di salah satu kantor media online yang saya ikuti beberapa hari sebelum pengumuman, Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi dan Olahraga Djoko Pekik Irianto mengatakan Tim Sembilan tidak hanya mengurusi sepak bola, melainkan juga cabang olahraga (cabor) lain. Nyatanya penjelasan Djoko berbeda dengan uraian sang bos saat mengumumkan formasi Tim Sembilan.

Yang ingin saya pertanyakan di sini adalah keputusan Menpora mengalokasikan anggaran kepada tim ini yang mencapai Rp 2 miliar untuk masa kerja tiga bulan. Dengan matematika sederhana, Tim Sembilan mendapatkan anggaran sebesar Rp 666,66 juta setiap bulan dalam melaksanakan tugasnya. Jika dibagi per anggota, jumlahnya sekitar Rp 74 juta per bulan.

Pastinya hitung-hitungannya tak seperti ini. Anggaran itu mungkin saja sudah termasuk untuk biaya rapat, transportasi, dan segala tetek bengek yang jika diperinci akan sangat wajar dan tidak terlalu berlebihan. Masalahnya, pembentukan tim ini berlangsung saat Indonesia tengah bersiap menghadapi multievent SEA Games 2015 yang akan berlangsung di Singapura pada 5 Juni mendatang.

Di saat para atlet, pelatih, dan pengurus cabor lain berkorban dana talangan untuk bisa menggelar pemusatan latihan nasional (pelatnas) dan uji coba, mereka menyaksikan begitu mudahnya Menpora mengeluarkan uang sebesar itu hanya untuk mengevaluasi masalah di satu cabor. Padahal cabor yang satu ini sudah terkenal minim prestasi dengan pengurus yang 'bandel', keras kepala, dan egois.

Atlet, pelatih, dan pengurus cabor lain pastinya tak hendak meminta Menpora berhenti mengurusi PSSI. Sebab saya yakin sebagian besar dari mereka juga menggemari si kulit bundar dan ingin sepak bola Indonesia berprestasi. Mereka hanya meminta Menpora bersikap lebih adil.

Pastinya, mereka menantikan gebrakan dari Menpora untuk menghapus masalah klasik yang menghambat mereka selama ini yakni keterlambatan dana. Bertahun-tahun para atlet kita yang hendak menghadapi multi event dihadapkan kepada masalah klasik: gaji terlambat, anggaran uji coba minim, pengadaan peralatan yang molor, hingga bonus yang kelamaan turunnya.

Sudah beberapa menteri menjabat, namun belum ada yang bisa menghapus masalah ini. Birokrasi yang rumit menjadi alasannya. Kemenpora harus berkoordinasi dengan lembaga dan kementerian lain untuk mencairkan dana. Kemenpora selalu berdalih harus mengikuti birokrasi ini agar tidak berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sembari menanti Tim Sembilan bergerak mencari solusi untuk perbaikan sepak bola, saya berharap Menpora Imam Nahrawi juga lekas bekerja menemukan formula yang tepat untuk memecahkan masalah dana di setiap persiapan Indonesia berlaga di multievent olahraga. Bila tidak, kesan Menpora hanya mencari panggung dengan pembentukan Tim Sembilan akan makin kuat.

Ingat Pak, SEA Games 2015 akan dimulai pada 5 Juni. Menpora sesungguhnya adalah ‘bapak’ dari seluruh atlet Indonesia, bukan hanya sepak bola.

Semoga, jangan ada cerita atlet menggadaikan kendaraan untuk biaya hidup anak istrinya karena gaji di pelatnas belum turun. Jangan pula ada kabar peralatan atlet baru tiba setelah event berakhir. Selamat bekerja Pak Menpora.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement