REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Esthi Maharani
Pendaftaran calon kepala daerah telah dibuka mulai Ahad (26/7) hingga Selasa (28/7) di 269 kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang terbagi di sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 36 kota.
Dalam Peraturan KPU (PKPU) 12/2015, ada beberapa peraturan yang direvisi. Misalnya, persyaratan calon terkait hubungan darah tidak lagi diberlakukan KPU. Hal tersebut mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan ketentuan dalam UU 8/2015 terkait konflik kepentingan calon dengan pertahana atau incumbent.
Kini, calon kepala daerah yang memiliki konflik kepentingan dengan petahana, antara lain yakni suami/istri, ayah/ ibu, mertua, paman/ bibi, anak, kakak/ adik, ipar, dan menantu, boleh mencalonkan diri dalam pilkada.
Selain itu, KPU mengatur calon kepala daerah yang berasal dari anggota DPR, DPRD maupun DPD harus sudah mengundurkan diri dari jabatannya saat mendaftar ke KPU daerah. KPU juga memberikan kelonggaran bagi partai politik yang masih berkonflik untuk tetap mengikuti pilkada.
Dengan catatan, kedua kubu partai berkonflik yakni Partai Golkar dan PPP menyerahkan dokumen salinan kepengurusan dari masing-masing kubu berselisih dan mendaftarkan pasangan calon kepala daerah yang sama.
Dalam praktiknya, calon kepala daerah yang berasal dari partai berkonflik harus menelan pil pahit. Beberapa KPUD menolak pendaftaran pasangan calon kepala daerah karena tidak memenuhi syarat.
Contohnya, pilkada di Kepulauan Riau. KPUD terpaksa menolak berkas pasangan calon asal Golkar karena hanya ditanda tangani kubu Aburizal Bakrie. Hal yang sama juga terjadi di pilkada Tangerang Selatan yang hanya ditandatangani Agung Laksono.
Bahkan, di Sumatera Utara yang menjadi daerah dengan jumlah pilkada terbanyak yakni 23 pilkada, harus menolak empat pasangan calon kepala daerah asal Partai Golkar. Keempat daerah tersebut yakni Kota Pematang Siantar, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabutapen Labuhan Batu, dan Kota Gunung Sitoli terpaksa ditolak KPU dengan alasan bervariasi.
Misalnya, di Humbang Hasundutan, dua kepengurusan Golkar memberikan rekomendasi berbeda. Sedangkan untuk calon kepala daerah dari Golkar di Pematang Siantar, ditolak lantaran kepengurusan Dewan Pimpinan Cabang (DPC), tak bisa menunjukkan bukti rekomendasi dari DPP untuk pecalonan sampai dengan batas akhir pendaftaraan.
Kemudian, KPU Labuhan Batu menolak kepesertaan Golkar di daerah tersebut lantaran DPC salah satu kubu pengusung tak hadir. Padahal dua calon kepala daerahnya sudah sama. Di Gunung Sitoli, penolakan KPU untuk mengikutsertakan Golkar, juga disebabkan karena DPC salah satu kubu tak hadir saat pendaftaran.
Politisi senior Partai Golkar yang juga Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengatakan Golkar tidak mencalonkan kepala daerah di 50 daerah karena tidak ada kesepakatan antara kedua kubu terhadap usungan pasangan calon.
"Memang dari 269 daerah yang ikut pilkada itu, ada kurang lebih 40 sampai 50 daerah yang (Golkar) tidak sempat mendaftar, karena berbeda (usulan pasangan calon). Tetapi sisanya di 200-an daerah itu hampir semua (pasangan calonnya) sama," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu (29/7).
DPP Partai Golkar dua kubu pun bertindak dengan mengeluarkan pernyataan hanya pasangan calon kepala daerah yang mendapatkan rekomendasi dari tim penjaringan pilkada atau Tim 10 bisa mendaftarkan diri. Tanpa berkas sakti itu, KPU berhak dan diminta untuk secara tegas menolak calon pasangan kepala daerah dari Golkar.
"Kalau ada calon di daerah yang mendaftar dari Partai Golkar tapi tidak sesuai keputusan dan rekomendasi tim 10, kami meminta KPU maupun KPUD menolaknya," kata Ketua Tim 10 Partai Golkar kubu Agung Laksono, Yorrys Raweyai.
Hal hampir serupa juga dialami PPP. Pasangan calon yang berasal dari partai berlambang ka’bah itu juga mendapatkan penolakan dari KPU di sejumlah daerah. Di Sumatera Utara, PPP hanya mampu mengusung lima calon kepala daerah, dari total 23 wilayah.
Celakanya, KPUD terpaksa menolak satu calon kepala daerah yakni kota Pematang Siant lantaran tak memenuhi syarat pencalonan. Alasannya, DPD PPP di daerah tersebut memiliki calon kepala daerah yang berbeda.
Wakil Sekjen DPP PPP Kubu Romahurmuziy, Achmad Baidowi mengatakan tidak terpengaruh penolakan sejumlah calon kepala daerah oleh KPUD. Baidowi menjelaskan PPP mengusung calon kepala daerah di 187 kabupaten/kota. Dari jumlah itu, pencalonan di 25 daerah dipersoalkan oleh KPUD.
"Dari 25 pencalonan yang menjadi soal, kami hanya menjadi penentu kepastian calon kepala daerah untuk 12 kabupaten/ kota. Sisanya, peran kami bukan sebagai penentu," ujar Baidowi.
Ia mengatakan jika pada akhirnya KPUD menolak calon dari daerah di mana PPP menjadi partai penentu, pihaknya berencana menempuh langkah hukum.
"Jika bukan menjadi partai penentu tidak jadi soal. Langkah hukum adalah upaya terakhir jika penolakan terjadi di mana kami menjadi partai penentu," katanya.