Rabu 23 Sep 2015 08:02 WIB

Absurdisme Diego Costa

Penyerang Diego Costa terlibat bentrok dengan Gabriel Paulista.
Foto: Reuters
Penyerang Diego Costa terlibat bentrok dengan Gabriel Paulista.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Abdullah Sammy

"Semua nilai tentang moralitas dan kewajiban seorang pria saya dapatkan di sepak bola."

Pernyataan di atas diucapkan oleh seorang filsuf peraih penghargaan Nobel, Albert Camus. Jauh sebelum terjun menjadi seorang aktivis dan filsuf, pria asal Prancis berdarah Aljazair ini adalah penjaga gawang di klub Racing Universitaire d'Alger pada 1928 hingga 1930.

Setelah pensiun dini akibat menderita sakit TBC, Camus pun membandingkan kehidupannya setelah dan saat masih jadi pesepak bola. Dia menilai, kehidupannya sebagai aktivis atau pemikir hanya mengajarkan sedikit hal soal moral.

Sebaliknya, di sepak bola dia memahami nilai moralitas seperti respek dan fair play. Testimoni Camus tentang moralitas di sepak bola itu kini menjadi kampanye utama FIFA maupun UEFA.

Fair play selalu didengungkan FIFA pada apapun kegiatan sepak bola yang mereka gelar. Begitu pun badan sepak bola Eropa, UEFA, tak ketinggalan menyertakan kata respect, sebagai kampanye dalam tiap turnamen sepak bola yang mereka helat.

Namun nyatanya, tak selamanya kata fair play dan respek bisa tertuang dalam prilaku pemain di lapangan. Kejadian di kompetisi Liga Primer Inggris dalam laga Chelsea versus Arsenal, pekan lalu, mencederai prinsip moralitas dalam sepak bola.

Adalah penyerang Chelsea, Diego Costa yang jadi aktor utama. Berawal dari kontak fisiknya dengan bek Arsenal, Laurent Koscielny, momen yang mencederai nilai fair play dan respek tersaji di hadapan mata.

Diego Costa yang tak terima dengan adanya kontak fisik dengan Koscielny mendadak berang dan menanduk wajah bek asal Prancis itu.

Tindakan Costa sama sekali tak bisa diterima. Sebab kontak fisik yang dilakukan Koscielny masih dalam aturan wajar di dunia sepak bola. Yang tak wajar, adalah tindakan Costa menempeleng wajah bek Arsenal itu, bak adegan dalam kontes gulat profesional.

Melihat tindakan arogan Costa itu, eks bek timnas Inggris Rio Ferdinand sampai berkata, "Diego Costa tak ubahnya seperti seorang bayi pemarah," kata Ferdinand, seperti dilansir Mirror.

Tak cukup sampai di situ, Costa pun melayangkan serangan fisik kepada bek Arsenal lain, Gabriel Paulista. Gabriel yang terpantik emosinya lantas terlibat adu dorong dengan Costa. Walhasil, kedua pemain yang sama-sama kelahiran Brasil itu dihadiahi kartu kuning oleh wasit Mike Dean.

Namun, hadiah kartu kuning ternyata mengilhami Costa untuk 'mengerjai' Gabriel. Bek Arsenal yang masih terbakar emosi itu lantas diprovokasi oleh kata-kata Costa.

Kesal, Gabriel lantas sedikit menyenggol kaki Costa. Layaknya seorang aktor peraih Oscar, Diego Costa lalu berteriak ke wasit, seakan-akan Gabriel telah menendangnya.

Mike Dean pun termakan tipuan Costa. Kartu merah langsung dihadiahkan kepada Gabriel. Momen tak sportif Costa pada akhirnya yang jadi penyebab utama kekalahan Arsenal atas Chelsea 0-2.

Ironisnya, publik Stamford Bridge malah memberi standing applause pada Costa usai dirinya diganti di babak kedua. Publik pun jadi bertanya, untuk apa segala tepuk tangan diberikan pada seorang Costa malam itu? Untuk aksi tidak fair play-nya?

Costa boleh panen sanjung puji di Stamford Bridge. Namun hanya di tempat itulah Costa mendapat tepuk tangan meriah. Sebab di belahan lain, seluruh dunia mencerca aksinya mencederai moralitas sepak bola.

Laman Euro Sport bahkan langsung memberikan tajuk atas ulah Costa itu. "Diego Costa Telah Mempermalukan Sepak Bola!" begitu salah satu judul berita Euro Sport, Sabtu (19/9).

Bukan kali ini saja Costa terlibat momen tak sportif di atas lapangan. Sudah berkali-kali dirinya menyikut, menempeleng, dan melakukan berbagai trik kotor di atas lapangan. Namun selama itu pula, ulah Costa terlindungi oleh keputusan wasit. Dia tak pernah mendapatkan sebiji pun kartu merah sejak tahun 2012. Padahal sudah tak terhitung trik kotornya di atas lapangan.

Memang Costa merupakan figur yang kerap menciptakan kontroversi. Pemain bernama lengkap Diego da Silva Costa bahkan mendapat label pengkhianat dari negara tempatnya dilahirkan, Brasil.

Semua tak terlepas keputusannya kabur dari timnas Brasil. Dia rela menukar kostum kebangsaannya dengan Spanyol jelang Piala Dunia 2014. Padahal, Costa saat itu diproyeksikan menjadi penyerang utama dan sudah menjalani dua laga uji coba bersama Tim Samba.

Komisi Hukum Federasi Sepak Bola Brasil, Carlos Eugênio Lopes, bahkan menyebut Costa manusia yang tak punya rasa hormat. Lopes menilai yang ada di kepala Costa hanya uang. "Sudah jelas, alasannya (Costa) memilih Spanyol adalah uang." ungkap Lopes pada 2013 lalu.

Segala kisah miring Costa memang jadi bagian cela di sepak bola. Namun beruntung tidak semua sepak bola seperti Diego Costa.

Ada pesepak bola yang punya moralitas tinggi macam kapten West Ham, Mark Noble. Aksi Noble pun seakan menyelamatkan pamor pekan keenam Liga Primer Inggris dari skandal tercela Diego Costa.

Seperti antitesis Costa, tindakan Noble di saat laga timnya kontra Manchester City Sabtu (19/9) justru menggugah simpati seluruh pecinta sepak bola. Kejadian bermula saat rekan Noble, Carl Jenkinson pura-pura cedera untuk mengulur waktu yang tinggal hitungan menit.

Sekalipun 'tipuan' Jenkinson bisa menguntungkan timnya, Noble tak bisa terima. Mendadak Noble malah menarik Jenkinson untuk segera bangkit dan permainan pun segera dilanjutkan. Padahal kala itu, West Ham sedang digempur habis-habisan oleh City yang tertinggal 1-2.

Namun nyatanya, Nobel tak ingin kemenangannya diraih dengan cara menipu. Sebab menipu dan menang adalah dua sisi yang tak bisa satu.

Noble ingin kemenangan yang didapatkan West Ham diraih dengan cara fair play dan penuh rasa hormat. Cara itu yang akhirnya didapatkan Noble bersama West Ham.

Usai laga, Noble tak hanya mendapat sambutan meriah dari pendukung lawan di Etihad Stadium, melainkan dari seluruh insan sepak bola.

Pada akhirnya kisah dari Diego Costa dan Noble menjadi dualisme yang mendukung sekaligus membantah testimoni seorang Albert Camus tentang sepak bola. Namun di sisi lain, kisah Costa dan Noble adalah wujud nyata filosofi Camus yang terkenal dengan konsep absurdisme-nya.

Konsep absurdisme yang dimaksud Camus berarti pencarian manusia akan makna dilakukan dalam dunia yang tidak menawarkan penjelasan. Konsep absurdisme Camus ini memiliki ciri utama nilai dualisme yang saling berlawanan, seperti; hidup dan mati, menangis-tertawa, senang-bahagia, serta Noble-Costa!

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement