Kamis 28 Jan 2016 07:07 WIB

KA Supercepat Jakarta-Bandung, Layakkah?

Arif Supriyono/Wartawan Republika
Foto: dokumen pribadi
Arif Supriyono/Wartawan Republika

REPUBLIKA.CO.ID,OLeh: Arif Supriyono/Wartawan Republika

Presiden Joko Widodo telah meresmikan proyek pembangunan kereta api supercepat Jakarta-Bandung pada 21 Januari lalu. Kereta api ini akan melayani jarak tempuh sekitar 150 km.

Rencananya, proyek ini akan selesai pada 2018. Dengan begitu, mulai 2019, kereta api ini akan mulai bisa melayani penumpang atau beroperasi.

Jika rencana ini terwujud, Indonesia akan merupakan negara keenam atau ketujuh (Iran juga sedang mengembangkan proyek yang sama) yang memiliki kereta api supercepat. Kelima negara lain selama ini adalah Jepang, Prancis, Jerman, Cina, dan Korea Selatan.

Jepang mengawali pembangunan KA supercepat dalam rangka menyambut pelaksanaan Olimpiade di negaranya pada 1964. Mereka memerlukan layanan transportasi massal dan cepat untuk mengantar ribuan tamu (atlet dan ofisial) dari berbagai negara dalam arena olahraga tersebut empat tahunan tersebut.

Negara sakura itu pun sukses mengoperasikan KA cepat Shinkansen. Pada saat awal beroperasi, Shinkansen baru mampu melaju dari Tokyo ke Osaka, pulang pergi (pp) dalam waktu empat jam. Adapun jarak Tokyo-Osaka sekitar 515 km.

Penyempurnaan dilakukan pada 1992. Shinkansen bisa melaju dengan kecepatan sekitar 270 km per jam. Kini KA supercepat di Jepang bahkan mampu memiliki laju hingga 581 km per jam.  

Proyek di Jepang rupanya menjadi inspirasi bagi Prancis. Negara ini lalu membangun KA supercepat TGV (Train a Grande Vitesse) dan mengoperasikannya pada 1981. Rute pertama yang mereka layani adalah Paris-Lyon yang berjarak sekitar 465 km. TGV kini mampu melaju dengan kecepatan 574 km per jam. Sama seperti Shinkansen, rute yang dilayani TGV juga kian meluas.

Setelah kedua negara itu, Jerman melakukan hal serupa. Kemudian ini diikuti Cina dan Korea Selatan yang juga mengembangkan proyek KA supercepat.

Keberadaan KA supercepat memang diperlukan untuk kepentingan bisnis yang memerlukan gerak dan layanan tepat waktu. Pada dasarnya gerak bisnis memang memerlukan layanan serbacepat. Itu sebuah tuntutan. Itu pula sebabnya teknologi pesawat udara lahir untuk menjawab tantangan zaman tersebut.

Dengan dasar pemikiran itu, kehadiran KA supercepat memang akan sangat memberi keuntungan bagi para pelaku bisnis. Akan banyak pilihan sarana transportasi yang digunakan untuk urusan bisnis mereka.

Dalam kaitan dengan pengembangan KA supercepat di Indonesia tersebut, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian masyarakat. Pilihan rute Jakarta-Bandung rasanya serbatanggung. KA supercepat itu sesungguhnya terlalu mewah bila melayani jarak yang hanya 150 km. Ini jika kita berkaca pada layanan KA supercepat serupa di luar negeri.

Pada umumnya, KA supercepat memang diperuntukkan bagi rute dengan jarak tempuh di atas 350 km. Pertimbangan utamanya tentu soal efisiensi atau penghematan waktu. Untuk jarak 150 km, dengan menggunakan KA supercepat, waktu yang dihemat tak akan terlalu banyak.

Hal ini karena dalam kondisi biasa (tanpa kemacetan berarti), jarak 150 km bisa ditempuh dalam waktu 3-4 jam lewat jalur darat.

Ini tentu berbeda dengan jarak tempuh sekitar 500 km misalnya. Dengan lama tempuh lewat jalur darat sekitar 10 hingga 12 jam, maka penggunaan KA supercepat memang akan sangat efisien untuk memangkas waktu yang digunakan dalam jarak sekitar 500 km. Manfaatnya pun sangat terasa bagi penggunanya.

Untuk pemilihan rute, jarak Jakarta-Surabaya mungkin lebih pas bila dilayani KA supercepat. Namun, pemerintah tak memilih itu. Pertimbangan biaya mungkin saja menjadi salah satu kendala untuk membangun proyek KA supercepat Jakarta-Surabaya.

KA supercepat Jakarta-Bandung saja memerlukan biaya sekitar Rp 78 triliun. Pasti akan jauh lebih besar jika rute yang dilayani adalah Jakarta-Bandung.

Besarnya biaya untuk membangun KA supercepat ini juga mengundang perhatian banyak pihak. Dari jumlah biaya itu, 25 persen modal (sekitar Rp 19 triliun) berasal dari penyertaan empat badan usaha milik negara (BUMN), yakni PT Jasa Marga, PT Kereta Api Indonesia, PT Wijaya Karya, dan PT Perkebunan VIII. PT Perkebunan VII tersebut selama ini antara lain bergerak di bidang budi daya karet, kakao, dan kelapa sawit. Tentu ini bidang yang baru sama sekali.

Sisa biaya berasal dari Cina berupa pinjaman dalam jangka waktu 60 tahun. Kontraktor pelaksana proyek itu juga dari Cina. Ini juga akan bisa membawa risiko. Artinya, jika kontraktor itu wanprestasi, maka bukan tidak mungkin keempat BUMN itu akan 'dipertaruhkan' dan menjadi milik Cina secara otomatis.

Ini yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Jangan sampai BUMN yang selama ini sudah sehat justru terjual karena kurangnya perhitungan kita (pemerintah).

Dalam situasi masyarakat yang masih terbelit pelbagai persoalan dan impitan secara ekonomi, pembangunan KA supercepat itu memang layak dipertanyakan. Apakah memang itu pilihan yang terbaik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini? Rasanya masih banyak pilihan kebijakan lain yang lebih baik agar bisa menggerakkan roda perekonomian masyarakat yang belakangan berjalan dengan seret.

Pembangunan KA supercepat tentu bukan kebutuhan masyarakat kecil. Moda transportasi itu sepenuhnya menjadi kebutuhan kalangan menengah ke atas. Akan sangat jarang atau terbatas masyarakat bawah yang bisa secara layak menikmatinya, kecuali strata kehidupan masyarakat kita telah berada pada peringkat atau level tinggi.

Saya jadi teringat tatkala kita dilanda krisi ekonomi di era reformasi sekitar 1998. Proyek pengembangan Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang saat itu membutuhkan dana tak sampai Rp10 triliun harus dipangkas dan dihentikan karena masyarakat dianggap jauh lebih memerlukan dana itu. Kala itu, suara para ekonom begitu deras mengecam IPTN yang dianggap hanya memboroskan anggaran negara.

Kini suara kritis dari para ekonom nyaris tak terdengar. Padahal, banyak di antara para ekonom tersebut yang saat ini masih tetap berkarya di bidangnya. Justru seorang Yusril Ihza Mahendra (ahli tata negara) yang kencang mengkritik kebijakan pembangunan KA supercepat itu. Mudah-mudahan kita tak lagi salah membuat kebijakan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement