REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Wartawan Republika, Agus Yulianto
Presiden Joko Widodo menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional (HSN). Hanya saja, penetapan itu diikuti dengan satu catatan, yakni bahwa Hari Santri Nasional itu, bukan hari libur nasional, meskipun memang peringatan nasional. Namun, tetap saja, penentapan HSN disambut gembira oleh kalangan pondok pesantren (ponpes) di Tanah Air.
Penetapan itu, pun merupakan bentuk penghargaan pemerintah terhadap peran para santri. Santri dan pondok pesantren memang tak bisa dipisahkan satu sama lainnya.
Pemerintah berharap, penetapan HSN ini, akan semakin memperkuat semangat kebangsaan, dan mempertebal rasa cinta Tanah Air. Melalui HSN ini pula, pemerintah ini memperkokoh integrasi bangsa serta memperkuat tali persaudaraan semua elemen bangsa.
"Semangat ini adalah semangat menyatukan dalam keberagaman, semangat menjadi satu untuk Indonesia," kata Presiden Jokowi, saat penetapan HSN kala itu.
Euforia yang wajar atas penetapan HSN tersebut. Karena memang, keberadaan pondok pesantren (ponpes) di Tanah Air ini, sudah ada sejak abad ke-13 masehi.
Bahkan, hingga kini, keberadaan ponpes terus berkembang mengarungi zaman. Namun, sampai ditetapkannya setiap 22 Oktober itu sebagai HSN, maka belum pernah ada 'pengakuan' dari pemerintah menyangkut kiprah santri yang dihasilkan dari lembaga pendidikan yang sebagian besar dikelola swadaya masyarakat ini. Padahal, ponpes itu merupakan juga bagian integral dari pendidikan nasional di Indonesia yang kedudukannya sama.