Ahad 04 Feb 2018 11:52 WIB

Operasi Intelijen Rasulullah

Dakwah pertama Nabi Muhammad dalam sebarkan Islam menyerupai gaya intelijen klasik.

Erdy Nasrul
Foto: Daan Yahya/Republika
Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID   Oleh: Erdy Nasrul, Jurnalis Republika untuk Masalah-Masalah Keislaman/Redaktur Islam Digest

Wahyu pertama yang turun pada 17 Ramadhan 13 tahun sebelum hijrah menjadi tantangan Rasulullah mendakwahkan Islam. Firman Allah ketika itu adalah seruan kepada umat manusia untuk membaca atas nama-Nya. Ini adalah perintah Sang Pencipta untuk tunduk dan patuh kepada-Nya dengan mengakui tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.

Apakah Nabi langsung berteriak menyeru manusia untuk bersyahadat? Tidak. Secara diam-diam dia mengajak orang-orang dekatnya: Khadijah sang istri, Ali bin Abi Thalib sepupunya, dan para sahabat, untuk memeluk Islam. Belasan orang yang kemudian disebut assabiqunal awwalun ini kemudian membantu menyebarkan Islam secara diam-diam (siri/klandestin).

Cucu Abdul Muthalib ini tak ingin dakwahnya menimbulkan kegaduhan sehingga memunculkan perlawanan yang mengakibatkan kegagalan. Inilah dakwah klandestin yang masuk kedalam kehidupan masyarakat Arab yang kemudian mengubah kehidupan dunia.

Dakwah seperti itu merupakan gaya intelijen klasik. Di dalamnya ada unsur: (1) penghimpunan jejaring secara rahasia, (2) analisis, (3) konter intelijen, dan (4) operasi senyap (Philip HJ Davies, Kristian C Gustafson:2013).

Yang pertama adalah dakwah nabi kepada assabiqunal awwalun. Kedua adalah bentuk interaksi Nabi dengan para sahabat untuk mencermati keadaan. Ketiga adalah penanggulangan serangan kaum jahiliyah yang menganggap Islam bertentangan dengan tradisi jahiliyah. Ini terjadi setelah masa dakwah siri. Terakhir adalah operasi senyap, seperti membawa Nabi secara rahasia dari Makkah ke Madinah.

Dunia intelijen kini berkembang pesat. Dulu hanya berpusat pada manusia semata. Kini dunia intelijen mutlak didukung kecanggihan teknologi. Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan memaparkan bagaimana teknologi intelijen saat ini yang terus berkembang.

Kuliah yang disampaikan di ITB itu menarik perhatian ratusan kaum intelektual. Ini merupakan kesempatan langka, karena tidak sering dunia intelijen yang penuh rahasia diungkapkan. Saya yakin yang disampaikan mantan wakil kapolri itu baru sebagian kecil dinamika intelijen yang penuh rahasia.

Dia menekankan, kini saatnya BIN memasuki era intelijen 3.0, dengan menerapkan teknologi. Maka, kerja sama dengan kampus seperti ITB adalah sesuatu yang harus dilakukan, seperti halnya CIA yang bekerja sama dengan MIT di Amerika Serikat. “Kampus papan atas di bidang teknologi adalah tulang punggung lembaga intelijen di berbagai negara maju,” katannya.

Beberapa teknologi ITB bisa membantu mengatasi fenomena perang siber yang berpotensi mengoyak bangsa ini dan menimbulkan konflik vertikal dan horizontal. Budi menyampaikan sejumlah contoh perkembangan teknologi yang sedang ramai dibicarakan di dunia, di antaranya adalah cryptocurrency atau mata uang virtual. Mata uang virtual itu dibuat dengan melibatkan disiplin ilmu yang berkaitan dengan sistem keamanan kode komunikasi atau kode-kode rahasia.

Lainnya ada dark web. Tak seperti Google atau mesin pencari lainnya, dark web diakses menggunakan alat khusus yang mengakibatkan pengaksesnya sulit dilacak. Teknologi satu ini menjadi wahana yang sangat nyaman bagi penjahat beraksi. Sindikat narkoba misalkan, sangat mungkin memanfaatkan kecanggihan ini untuk memuluskan transaksi raksasa.

Adalagi serangan siber cyber attack. Masyarakat saat ini yang sangat bergantung pada internet akan terganggu bahkan tak dapat berbuat apa-apa jika sistem informatika yang biasa mereka kunjungi tiba-tiba tak dapat diakses. Bank misalkan, sangat mungkin merugi besar bila sistem daringnya diretas.

Bahkan perekonomian negara sangat mungkin lumpuh karena serangan tersebut. Ini menandakan perang saat ini tak selamanya dengan persenjataan yang berdarah-darah. Cukup dengan kecanggihan teknologi informatika musuh akan lumpuh.

Perkembangan teknologi menyebabkan anomali transformasi ekonomi seiring dengan perkembangan era kreatif, digital, dan data, di Indonesia. Budi menyadari fenomena itu semua harus disikapi bijak.

Dalam konteks inilah pihaknya berperan sebagi mata dan telinga negara untuk memprediksi, mencegah, mendeteksi, dan merespon perubahan dunia yang berpengaruh terhadap kepentingan nasional. Sasarannya adalah aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hingga pertahanan, dan keamanan.

Yang disayangkan adalah inovasi teknologi di Indonesia masih dihadapkan pada sejumlah kendala, seperti ketersediaan fasilitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, dibutuhkan upaya strategis menjawab tantangan dan dinamika global tersebut.

Kemajuan teknologi dalam negeri, mengoptimalkan SDM nasional, dan mendorong intensifikasi kolaborasi dengan pusat inovasi teknologi, adalah keniscayaan jika bangsa ini ingin maju, termasuk dalam dunia intelijen.

Selain teknologi, sumber daya manusia (SDM) tak boleh dilupakan. Pengendali teknologi, termasuk di dalamnya intelijen, tanpa didukung SDM berkualitas, hanya akan menimbulkan penyalahgunaan wewenang dan pengkhianatan, yang jelas merugikan bangsa ini. Membangun SDM yang berkualitas tak melulu harus melihat perkembangan zaman. Ada kalanya harus belajar dari masa lalu, dari orang-orang yang loyal dan berintegritas, seperti assabiqunal awwalun.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement