Kamis 15 Mar 2018 19:19 WIB

Hawking, Big Bang, dan Alquran

Konsep 'alam semesta majemuk' terjelaskan dalam ucapan 'Alhamdulillahirobbilalamin'

Red: Joko Sadewo
Fitriyan Zamzami, Jurnalis Republika
Foto: Republika
Fitriyan Zamzami, Jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fitriyan Zamzami *

"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (QS al-Anbiya: 30).

Berabad-abad setelah ayat tersebut diterima Nabi Muhammad SAW 14 abad silam, tafsir para mufasir soal ayat tersebut sedikit saja berubah. Ibnu Katsir dan Imam Suyuti menyepakati bahwa ayat itu menerangkan bahwa langit dan bumi mulanya lapisan-lapisan yang menumpuk dan kemudian dipisahkan dan disusul turunnya hujan yang menghijaukan dan menghidupkan bumi.

Belakangan, sejak pertengahan abad ke-20, ayat itu punya konotasi lain. Tak sedikit ulama dan ilmuwan Muslim yang meyakini bahwa ayat itu mengindikasikan soal peristiwa Big Bang. Teori yang kini diakui secara meluas oleh mayoritas ilmuwan fisika itu menerangkan soal awal terciptanya alam semesta dari setitik noktah tunggal yang meledak dengan akbar miliaran tahun lampau dan terus mengembang menjadi galaksi-galaksi, bintang-gemintang di dalamnya, serta planet-planet yang mengitari bintang-bintang tersebut.