Senin 19 Mar 2018 01:02 WIB

Langkah ‘Politis’ KPK

Pernyataan Ketua KPK tentang kepala daerah tersangkut korupsi memunculkan polemik

Redaktur Republika, Bilal Ramadhan
Foto: Pribadi
Redaktur Republika, Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Bilal Ramadhan*

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan calon gubernur Maluku Utara, Ahmad Hidayat Mus sebagai tersangka kasus korupsi, Jumat (16/3) malam. Ahmad diduga melakukan korupsi saat menjabat sebagai Bupati Kepulauan Sula periode 2005-2010 dan saat ini ikut dalam Pilgub Maluku Utara 2018.

Penetapan ini merupakan salah satu pembuktian ‘ancaman’ Ketua KPK, Agus Rahardjo yang sebelumnya membuat pernyataan kontroversi dengan menyebut ada sebanyak 90 persen calon kepala daerah yang bergelut di Pilkada Serentak 2018 diduga kuat terkait dengan kasus korupsi. Agus mengatakan umumnya yang diduga melakukan korupsi adalah pejawat atau yang anggota keluarganya ikut maju di pilkada.

Pernyataan ini sontak membuat kaget. Karena Pilkada Serentak 2018 telah memasuki proses kampanye. Dan pernyataan Agus ini membuat banyak pro dan kontra dari berbagai pihak. Apakah KPK ikut berpolitik dengan membuat pernyataan ‘ancaman’ ini di tengah hingar bingar pilkada? Kalau pun KPK telah memiliki bukti, mengapa  KPK tidak langsung mengumumkannya kepada publik?

Tentunya pernyataan Agus ini membuat partai politik deg-degan takut dan khawatir calon kepala daerah yang diusungnya menjadi tersangka KPK. Bukan hanya akan menurunkan perolehan suara calon yang diusung, tetapi juga akan mempengaruhi perolehan suara di Pemilu 2019 mendatang. Ketakutan dicap sebagai ‘partai korupsi’ tentunya menjadi momok bagi partai-partai menjelang 2019.

Salah satu yang juga ikut berkomentar adalah Menteri Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto. Ia mengimbau KPK untuk menunda pengumuman para calon kepala daerah bermasalah ini. Pengumuman para calon kepala daerah bermasalah agar dilakukan usai digelarnya pilkada.

Sebagian mendukung, sebagian lainnya menentang imbauan Wiranto. Sebagian partai politik mendukung imbauan Wiranto dengan alasan demi stabilitas keamanan di daerah-daerah. Sedangkan yang menentang umumnya dari para aktivis dan lembaga anti-korupsi seperti Indonesia Corruption Watch (ICW).

ICW dan lembaga anti-korupsi lainnya mendesak KPK untuk tidak menunda pengumuman calon kepala daerah yang bermasalah. Justru imbauan Wiranto dianggap berlawanan dengan kebijakan pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di daerah-daerah.

Menurut saya, memang masyarakat juga perlu mengetahui rekam jejak calon kepala daerah yang akan mereka pilih. Dengan pengumuman tersebut, juga akan membuat daerah-daerah memiliki kepala daerah dan pemimpin yang bersih dan tidak tersandera kasus korupsi.

Masyarakat yang akan memilih dalam Pilkada Serentak 2018 ini, juga jangan dibiarkan seperti membeli kucing dalam karung. Setelah memilih, kepala daerah yang mereka pilih dan memenangkan pilkada ternyata diumumkan sebagai tersangka korupsi.

Dengan penetapan ini, pastinya akan mengganggu jalannya roda pemerintahan di daerah tersebut. Pengumuman ini juga bisa menjadi pencegahan agar masyarakat memilih kepala daerah yang tepat, yang mau memajukan rakyatnya di daerah tersebut.

Sudah banyak kepala daerah yang menjadi tersangka kasus korupsi di KPK. Berdasarkan catatan ICW, sedikitnya da 30 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi selama 2017. Jumlah tersebut terdiri dari 1 gubernur, 24 bupati/wakil bupati dan lima wali kota/wakil wali kota. Mereka terlibat dalam 29 kasus korupsi dengan kerugian negara ditaksir sebesar Rp 231 miliar dan nilai suap Rp 41 miliar.

Sedangkan di tiga bulan pertama 2018 ini, sudah tujuh kepala daerah yang dijerat KPK. Dan menjadi delapan jika ditambah dengan ditangkapnya Ahmad Hidayat Mus. Sebelumnya yang telah menjadi tersangka kasus korupsi adalah Bupati Subang Imas Aryumningsih, Bupati Ngada Marianus Sae, Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif, Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad, Bupati Jombang Nyono Suharli, Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan serta Gubernur Jambi Zumi Zola.

Akan tetapi langkah Agus Rahardjo ini juga perlu dikritisi. Membuat sebuah pernyataan soal calon kepala daerah bermasalah di tengah-tengah proses pilkada juga sangat tidak bijak. Saya setuju dengan pernyataan Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Hifdzil Alim, bahwa seharusnya KPK melakukan penindakan secara senyap.

Bukan dengan membuat ‘gertakan’ atau ‘ancaman’ dengan menyebutkan banyaknya calon kepala daerah yang diduga terlibat kasus korupsi. Jika memang sudah waktunya dan alat buktinya sudah lengkap, langsung tangkap dan baru dilakukan pengumuman.

Menyadari pernyataannya ‘agak offside’, Agus membuat solusi agar Presiden Jokowi membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang memberikan jalan agar partai politik mengganti calon kepala daerah yang sudah ditetapkan tersangka oleh KPK.

Solusi yang win-win solution. KPK tetap bisa mengumumkan para calon kepala daerah yang diduga melakukan korupsi. Setelah itu, partai-partai yang mengusung calon tersebut bisa menggantinya dengan orang lain agar pilkada tetap berjalan lancar hingga pencoblosan.

Akan tetapi, solusi ini langsung dimentahkan Wiranto yang mengatakan pembuatan perppu sulit dilakukan. Sedangkan KPU mengatakan perppu ini akan mengganggu produksi logistik pilkada. Dengan mengganti calon kepala daerah, tentunya anggaran pengeluaran akan membengkak untuk membuat sosialisasi hingga kertas pencoblosan diganti dengan calon yang baru.

Kini kita tinggal menunggu langkah-langkah KPK untuk menjerat calon-calon kepala daerah bermasalah yang ‘besar’, khususnya di empat pilkada besar tahun ini yaitu di Jabar, Jateng, Jatim dan Sumut. Tanpa memandang remeh pilkada lainnya, pilkada di empat daerah ini memiliki jumlah penduduk yang sangat besar di Indonesia dan dibutuhkan pemimpin yang kredibel, berintegritas dan bersih.

Kalau hanya ‘tangkapan-tangkapan kecil’, seharusnya KPK tidak membuat pernyataan seheboh itu. Masalahnya, beranikah KPK menjerat ‘tangkapan besar’? Kita tunggu saja...

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement