REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Hermawan*
Baru beberapa pekan masa kampanye resmi dimulai, pangung kompetisi pemilihan presiden semakin memanas. Kali ini drama hoaks penganiayaan aktivis sekaligus mantan anggota tim sukses pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ratna Sarumpaet, tengah menjadi tontonan paling menarik masyarakat Indonesia.
Drama ini langsung menyedot publik, kala sekitar dua hari lalu, beberapa politikus kubu Prabowo-Sandi mengungkap jika Ratna Sarumpaet menjadi korban penganiayaan di sekitar Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Foto-foto yang menampilkan wajah seniman itu pun langsung viral di seluruh media sosial. Seiring munculnya foto-foto tersebut, media massa dan media sosial dibanjiri kecaman terhadap aksi tersebut. Secara langsung atau tidak langsung, tudingan pelaku penganiayaan tertuju kepada lawan politik kubu penantang, yakni kubu pejawat Jokowi-KH Ma'ruf Amin.
Alur cerita semakin naik, kala capres Prabowo mengunjungi langsung Ratna Sarumpaet pada Selasa malam, dan dengan tegas menyebut tindakan itu pengecut dan melanggar hak asasi manusia dan ancaman serius untuk demokrasi. Emosi publik pun seolah semakin teraduk dan mengecam tindakan brutal itu. Sementara satu kubu, seolah semakin tertekan.
Sejak Rabu pagi, hampir seluruh pendukung dan simpatisan kubu Prabowo-Sandi berebut untuk tampil di panggung menyatakan kecaman-kecaman atas kasus tersebut. Alur cerita pun semakin menarik, karena sejak pagi pula, beredar dokumen hasil penyelidikan pihak kepolisian yang kemudian dilanjutkan dengan keterangan pers dari pihak kepolisian, yang menyatakan tidak ada bukti jika Ratna Sarumpaet menjadi korban penganiayaan. Hal ini membuat opini publik terbelah. Sebagian mulai tidak yakin jika Ratna benar-benar menjadi korban penganiayaan, dan sebagian memilih berpendapat jika polisi mencoba menutup-nutupi kasus ini.
Dan, ibarat film box office, twist plot pun terjadi. Ratna Sarumpaet akhirnya membuka mulut. Aktivis itu mengaku tidak pernah menjadi korban penganiayaan. Sambil menjelaskan bahwa lebam di wajahnya adalah karena efek operasi plastik, bukan karena dianiaya tiga pria misterius, Ratna mengatakan bahwa dirinya adalah pembuat hoaks terbaik.
Pernyataan Ratna bahwa dirinya pembuat hoaks terbaik mungkin tidak salah. Sebab, akibat dirinya, kubu Prabowo-Sandi yang dalam beberapa hari seolah berada di atas angin, langsung limbung. Jika sebelumnya tokoh-tokoh yang berada di barisan kubu penantang gencar melayangkan kritikan dan tudingan, pada Rabu Sore itu, mereka menyampaikan permintaan maaf secara berjamaah karena telah termakan cerita Ratna. Babak pertama drama ini pun ditutup dengan permintaan maaf capres Prabowo dan mengakui jika dirinya telah dibohongi.
Sudah klimak kah drama hoaks ini?
Belum, sepertinya babak kedua baru dimulai. Babak ini pun dibuka dengan suguhan yang menarik, dari mulai aksi melaporkan Fadli Zon cs ke MKD DPR dan ke Polda Metro Jaya karena diduga menyebarkan hoaks, hingga proses penangkapan Ratna yang juga tak kalah seperti adegan film action box office. Seperti diketahui, Ratna ditangkap saat dirinya telah berada di atas pesawat, sesaat sebelum terbang ke Cile. Dalam waktu kurang lebih satu hari pascapengakuan yang mengemparkan, penulis naskah "Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah" itu pun menjadi tersangka.
Kini publik menanti babak-babak lainnya dari drama yang sepertinya akan berlangsung panjang. Setidaknya sudah bisa diprediksi ke depan akan ada proses MKD di DPR dan proses hukum di kepolisian terkait nama-nama yang diduga menyebarkan kabar hoaks tersebut. Sambil menanti apa yang akan terjadi selanjutnya, menarik juga menakar-nakar apa efek dari kasus ini bagi pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo dan Sandiaga Uno.
Sah-sah saja jika parpol koalisi Prabowo-Sandi optimistis kasus hoaks Ratna Sarumpaet tidak akan berpengaruh pada elektabilitas pasangan capres nomor urut 02. Saya pun mengamini, dalam arti memang belum bisa diukur apakah ada penurunan secara perlahan atau tajam atau bahkan meningkat elektabilitas Prabowo-Sandi pascapengakuan Ratna Sarumpaet.
Tetapi bukan tidak mungkin akibat kasus ini, saat ini publik, khususnya suara mengambang yang belum menentukan pilihan akan mempertanyakan kredibilitas Prabowo-Sandi khususnya, dan tim kampanye secara keseluruhan. Saat ini, mulai banyak suara yang mempertanyakan mengapa tokoh sekelas Prabowo dan Sandi tidak melakukan klarifikasi lebih mendalam atas dugaan penganiayaan Ratna Sarumpaet. Banyak yang mulai berpikir seharusnya Prabowo dan Sandi tidak terburu-buru berpidato yang membenarkan jika Ratna dianiaya. Lebih bijak jika Prabowo dan Sandi membawa Ratna melakukan visum dan melaporkan kasus ini ke polisi, baru kemudian menyampaikan pidato.
Meski telah menyampaikan alasan mengapa dirinya sampai termakan hoaks tersebut, Prabowo juga mengakui jika dirinya grasak-grusuk. Artinya, secara tidak langsung Prabowo mengakui jika dirinya tidak melakukan klarifikasi secara mendalam atas pengakuan Ratna. Tentu untuk tokoh sekelas Prabowo hal ini sangat fatal karena efek yang ditimbulkan pun bisa sangat besar. Sebagai calon presiden, ketika Prabowo mengucapkan hal tersebut, maka tentunya para pendukung akan ikut langsung percaya begitu saja, sementara pendapat-pendapat lain di luar pernyataan Prabowo dianggap sebagai 'serangan'. Terlebih setelah itu akhirnya Prabowo mengaku telah dibohongi oleh seorang Ratna Sarumpaet, masyarakat pun akan menilai bagaimana mungkin seorang capres bisa tertipu oleh 'nenek-nenek'
Hal ini pun bukan tidak mungkin menyulitkan Prabowo-Sandi saat kampanye nantinya. Katakanlah, dalam kampanye Prabowo-Sandi menyerang dengan data-data tertentu dengan tujuan mendeligitimasi pejawat. Namun, karena kasus ini, bukan tidak mungkin calon pemilih akan ragu dengan apa yang disampaikan oleh Prabowo-Sandi. Calon pemilih mungkin akan berpikir, apakah data yang disampaikan valid, sementara Prabowo-Sandi saja bisa terkena hoaks dari lingkarannya sendiri.
Hal yang sama juga bisa menimpa tim kampanye Prabowo-Sandi. Terlebih, jika pada babak selanjutnya drama ini, pihak kepolisian menyatakan beberapa tokoh di dalam barisan tim kampanye terbukti ikut menyebarkan hoaks. Cap penyebar hoaks akan disematkan oleh kubu lawan ke tim kampanye Prabowo-Sandi, yang pasti akan berefek besar dalam upaya mereka mendapatkan kepercayaan dan suara rakyat Indonesia. Padahal, kita tahu membangun dan menjaga kepercayaan adalah hal yang paling sulit dan penting dalam kompetisi pilpres.
Efek lain dari kasus ini adalah kemungkinan akan sibuknya tokoh-tokoh dalam barisan tim kampanye Prabowo-Sandi untuk menjalani proses hukum di kepolisian, serta proses di Mahkamah Kehormatan Dewan. Seperti diketahui, saat ini setidaknya ada lima laporan yang dibuat masyarakat ke Polda Metro Jaya terkait kasus hoaks Ratna Sarumpaet. Beberapa nama di tim Prabowo-Sandi yang dilaporkan di antaranya Fadli Zon, Rachel Maryam, Nanik S Deyang, Ferdinan Hutahaean hingga Dahnil Anzar Simanjuntak terseret dugaan menyebarkan hoaks.
Bukan tidak mungkin energi tim kampanye akan terbagi karena harus menjalani proses hukum, sementara di sisi lain tim harus bekerja keras untuk mengejar ketertinggalan elektabilitas Prabowo-Sandi atas Jokowi-Ma'ruf Amin. Selain itu, disaat kubu capres lain sudah mulai fokus dan tancap gas untuk berkampanye memenangan capres yang mereka usung, kubu Prabowo-Sandi pun tampaknya masih akan sibuk dengan urusan 'bersih-bersih' internal agar tidak ada lagi tokoh semacam Ratna yang bisa merugikan pasangan Prabowo-Sandi.
Mungkin masih banyak lagi kemungkinan-kemungkinan efek kasus hoaks Ratna Sarumpaet bagi pasangan Prabowo-Sandi di Pilpres. Setiap hal yang akan terjadi di babak selanjutnya drama ini, kemungkinan akan membawa efek bagi pasangan capres nomor 02. Jadi, menarik untuk ditunggu episode lain dari drama hoaks kasus penganiayaan ini.
*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id