Selasa 13 Nov 2018 17:09 WIB

Isu Pertanian dan Keberpihakan Media

Sudah sejauh manakah isu-isu pertanian itu bisa mengisi media massa?

Mohammad Akbar
Foto: doc
Mohammad Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mohammad Akbar, wartawan Republika.co.id

"Siapa yang mengendalikan media massa, maka dia juga mengendalikan pikiran publik."

Adagium klasik itu sudah begitu kesohor di dunia jurnalistik maupun di kalangan elite penguasa. Dalam prakteknya, adagium itu kerap mendorong terjadinya simbiosis mutualisme antara pekerja media dan penguasa. Inilah fenomena yang terjadi di mana pun, tak hanya di Indonesia. Lalu pertanyaan mendasar muncul, adakah yang salah dengan adagium tersebut?

Jika berkaca pada kode etik jurnalistik, maka akan sangat panjang argumentasi dan perdebatan yang akan terjadi. Tapi mari kita abaikan saja persoalan etik tersebut. Melalui tulisan ini, sesungguhnya penulis hanya ingin menegaskan media massa itu menjadi hal sangat penting untuk didekati atau kalau bisa ‘dikuasai’.

Kita tidak boleh mengabaikan eksistensi media massa sebagai ruang komunikasi publik untuk menyampaikan gagasan dan ide. Ketika kita mengabaikannya maka jangan heran jika ruang-ruang publik itu hanya akan didominasi informasinya dari segelintir kelompok dan golongan saja.

Inilah tantangan yang harusnya direspons para praktisi maupun akademisi di dunia pertanian. Sudah sejauh manakah isu-isu pertanian itu bisa mengisi media massa? Lalu, isu semacam apakah yang harusnya ‘dijual’ atau ‘digoreng’ agar bisa menjadi konsumsi yang bersifat news value? Inilah dua pertanyaan besar yang kiranya bisa menjadi bahan diskusi dalam 'Jambore Perlindungan Tanaman Indonesia 2018'. 

Merujuk hasil penelusuran pemberitaan melalui Googletrends, terlihat sangat jelas isu pertanian masih belum menjadi bagian penting di dalam khazanah pemberitaan media mainstream (media arus utama). Media mainstream di sini merujuk pada media massa dengan otoritas serta memiliki organisasi yang jelas, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam media mainstream, isu-isu yang berkaitan dengan kontestasi demokrasi politik dan pertumbuhan ekonomi nasional masih menjadi bagian yang mendapat porsi sangat besar di koran, televisi maupun media daring.

Lalu bagaimana dengan isu pertanian? Merujuk hasil penelusuran Googletrends, keyword utama yang muncul adalah penerimaan CPNS Kementerian Pertanian 2018. Sedangkan, isu paling hot dari sebulan terakhir di sejumlah media, berkaitan dengan polemik pemanfaatan lahan rawa untuk peningkatan produktifitas pangan. Bagaimana dengan isu yang bersinggungan dengan pengendalian hama terpadu (PHT)?

Dekati Media, Jangan Jauhi

Berkaca pada fakta yang ada maka sudah selayaknya para praktisi, akademisi maupun pihak-pihak yang menggeluti dunia PHT untuk mulai mendekati jurnalis yang bekerja untuk media mainstream. Jangan jauhi! Itulah kata kunci utamanya.

Bagaimana untuk mendekati media? Cara paling sederhana adalah memberikan feeding issue yang relevan dengan kondisi terkini. Misalnya, ketika memasuki pancaroba seperti sekarang maka perubahan iklim bisa menjadi faktor yang dapat mengancam terhadap pola budidaya pertanian. Inilah kesempatan kepada para praktisi maupun akademisi PHT untuk mendesiminasikan isu strategis kepada media.

Paparkanlah data dan proyeksi yang bakal terjadi dengan adanya perubahan iklim yang tak menentu ini. Ingat, untuk bisa menarik perhatian maka lengkapilah dengan data hasil riset atau fakta temuan di lapangan. Artinya, informasi yang diberikan itu dapat dipertanggungjawabkan sehingga membuat media memahami informasi tersebut memang sangat perlu disampaikan ke ruang publik.

Namun dalam kenyataannya, terkadang informasi menarik itu hanya menjadi konsumsi di kalangan terbatas saja. Mengapa ini dapat terjadi? Salah satu kendala yang sering muncul karena ketidakmampuan dalam membahasakan atau ‘membungkus’ informasi penting itu menjadi layak konsumsi pemberitaan media.

Di sinilah pentingnya mengubah paradigma dalam menyampaikan pesan. Dalam hal ini, mungkin bisa menjadi sebuah pertimbangan untuk menempatkan tenaga-tenaga public relation (PR) untuk mengkomunikasikan informasi terkait PHT itu kepada media.

Dalam dunia komunikasi, PR agency menjadi bagian penting untuk membantu proses pengemasan pesan ke ruang publik. Dalam defenisinya, PR itu adalah fungsi khusus manajemen yang membantu membangun dan memelihara komunikasi bersama, pengertian, dukungan, dan kerja sama antara organisasi dan publik.

Inilah yang harusnya mulai dipertimbangkan jika menginginkan tujuan dari seminar ini terciptanya pengendalian hama terpadu untuk menciptakan pertanian yang sehat dan berkelanjutan. Lantas, sudahkah kita melakukannya?

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement