Senin 01 Apr 2019 05:01 WIB

Hoaks, Golput, dan 'Bercanda' dengan UU

Pemerintah seharusnya mengerem polah rakyatnya dengan cara elok.

Reiny Dwinanda, wartawan Republika
Foto: Dokumen pribadi
Reiny Dwinanda, wartawan Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Reiny Dwinanda*

Wacana penerapan UU Terorisme terhadap pelaku penyebaran hoaks bagi saya lucu sekali. Bisa jadi inilah "Jokes Terbaik Maret 2019".

Menkopolhukam Wiranto menjelaskan, terorisme ada fisik dan non-fisik. Ia mengartikan terorisme sebagai sesuatu yang menimbulkan ketakutan di masyarakat.

"Kalau masyarakat diancam dengan hoaks untuk takut datang ke TPS, itu sudah ancaman, itu sudah terorisme. Maka tentu kita (pakai) Undang-Undang Terorisme," kata Menkopolhukam di Jakarta, Rabu (20/3).

Saya mencoba melemaskan pikiran dan membayangkan Menkopolhukam sedang meracik banyolan "Mati Ketawa Cara Indonesia" ketika ia melemparkan ide tersebut. Rasanya, cuma di Indonesia itu bisa terjadi. Saya makin terpingkal begitu melihat reaksi Menkominfo Rudiantara ketika ditanya wartawan tentang hal tersebut.

Jawabannya menggantung, mungkin ia juga menahan tawa dalam hati. Menkominfo menolak berkomentar lebih lanjut.

"Mungkin ditanyakan ke siapa... dibahas... tapi kan juga...," kata Rudiantara di Yogyakarta, Rabu (27/3).

Saya bisa mengerti hoaks sudah sebegitu meresahkan. Orang bisa dengan gampangnya berbohong lalu kebohongannya disampaikan layaknya sebuah kebenaran oleh mereka yang mempercayainya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tengah berupaya memperpanjang masa pemerintahannya bahkan sampai merasa geram. Ia pikir sudah saatnya hoaks dilawan, tak didiamkan.

Jokowi tentu tak sedang bercanda soal melawan penyebaran informasi yang keliru. Bisa jadi, Wiranto justru sebaliknya.

Jangan-jangan mantan panglima TNI itu sedang mementaskan lakon metafora yang jenaka. Densus 88 Anti Teror tentu harus jadi pemain dalam skenario itu. BIN jadi cameo kalau penyebar hoaks dianggap teroris.

Tepat sepekan setelah melontarkan ide soal hoaks, Menkopolhukam memunculkan gagasan lain yang tak kalah lucu terkait tindakan yang disebutnya mengacaukan pemilihan umum. Dia menyebut bahwa penyeru golput bisa dipidana. "Kalau UU Terorisme nggak bisa, UU lain masih bisa, ada UU ITE, UU KUHP bisa. Indonesia kan negara hukum," ujarnya, Rabu (27/3).

Hoaks memang bisa berdampak luas dan fatal. Di lain sisi, golput juga tak melanggar hukum apapun. Bukankah memilih dan dipilih itu adalah hak warga negara yang dijamin konstitusi?

Alih-alih mengegas, pemerintah seharusnya mengerem polah rakyatnya dengan elok. Edukasi, persuasi, dan pemberian role model harus dikedepankan agar rakyat tak gampang memproduksi dan percaya hoaks serta mau mendukung penyelenggara pemilihan umum untuk meningkatkan partisipasi pemilih. Jangan bercandalah dengan undang-undang.

* Penulis adalah wartawan Republika.co.id

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement