REPUBLIKA.CO.ID, oleh Israr Itah*
Sepekan ini dunia olahraga, khususnya basket, dihentak oleh kabar duka mengejutkan. Mantan superstar basket NBA Kobe Bryant meninggal dunia dalam kecelakaan helikopter. Kobe dalam perjalanan hendak memberikan pelatihan basket kepada anak-anak di akademi olahraga miliknya.
Kobe tak sendirian. Nyawa anak kesayangannya Gianna Bryant juga melayang, bersama enam lainnya yang menumpang helikopter Sikorsky S-76 pada Ahad (26/1) waktu California, AS.
Betapa mengejutkan bagi banyak orang, sebab sehari sebelumnya Kobe masih memberikan ucapan selamat via media sosial kepada juniornya yang kini meneruskan tugasnya menjadi tulang punggung Los Angeles Lakers di Kompetisi NBA, LeBron James. Status Kobe sebagai pencetak angka tertinggi ketiga sepanjang masa di NBA dilewati James, akhir pekan lalu.
Mengejutkan karena nyawa Kobe melayang dalam kecelakaan helikopter, kendaraan yang sudah lama ia gunakan sejak masih bermain demi menyiasati kemacetan lalu lintas Kota Los Angeles. Selama ini, Kobe aman-aman saja. Dengan uang yang dimilikinya, Kobe bisa mendapatkan fasilitas helikopter nomor wahid, lengkap dengan pilot kawakan berjam terbang tinggi.
Ara Zobayan, nama sang pilot, sudah jadi langganan Kobe dan kalangan berduit di Los Angeles. Sulit dipercaya, tapi benar terjadi Kobe 'pergi' setelah helikopter yang ditumpanginya jatuh karena 'memaksa' terbang dalam kondisi cuaca berkabut.
Ramai-ramai para pesohor dunia menyampaikan keterkejutan dan rasa duka cita mendalam. Para olahragawan papan atas di luar basket juga menyampaikan penghormatan amat tinggi kepada Kobe. Di antaranya ada Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi.
Kobe dianggap sebagai sosok atlet luar biasa, yang punya dedikasi dan rasa cinta yang sulit ditandingi terhadap olahraga yang digelutinya. Terlepas dari kontroversi masa lalu di luar lapangan, Kobe dianggap layak jadi sosok panutan.
Saya yang bukan penggemar Kobe baru menyadari betapa besar efek pria kelahiran 23 Agustus 1978 di Philadelphia ini kepada dunia basket, khususnya Indonesia. Saya tahu ada fan basket biasa, pebasket profesional, sampai pengusaha yang menggilai basket dibuat menitikkan air mata mendapatkan kabar duka meninggalnya Kobe. Ya, benar-benar bersedih sampai menitikkan air mata.
Sejumlah tribute diberikan untuk Kobe. Ada klub NBA mempensiunkan nomor kostum yang pernah digunakan Kobe, yakni 8 dan 24. Ada pula penghargaan 24 detik dalam pertandingan NBA, merujuk nomor kostum Kobe, dalam wujud tak melakukan serangan selain mendribel bola pada 24 detik awal sejak tip-off.
AC Milan memutar video tribute untuk Kobe sebelum bertanding melawan Torino di Coppa Italia. Kobe punya tempat spesial karena tak segan mengaku fan berat AC Milan. Kobe kecil kebetulan besar di Kota Milan.
Di luar olahraga, para musisi dunia ikut memberikan penghormatan kepada Kobe dalam ajang Grammy Awards 2020.
Di Tanah Air, sekelompok anak-anak muda berkumpul di salah satu lapangan di Jakarta untuk bermain basket dan bernyanyi bersama sebagai bentuk penghormatan untuk Kobe. Indonesian Basketball League (IBL) juga berencana menggelar tribute untuk Kobe pada hari pertama Seri III kompetisi IBL Pertamax 2020 di Mahaka Square, Kelapa Gading, Jumat (31/1) sore ini.
Walau bukan fan berat, saya termasuk yang mengagumi sikap Kobe sebagai atlet. Sebagai olahragawan, dia terang-terangan mengaku terobsesi dengan kemenangan. Itu diwujudkannya dengan berlatih keras dan terencana.
Dia selalu menyiapkan aspek teknis, taktis, maupun mental dengan detil dalam setiap pertandingan demi meraih kemenangan. Mentalitas pemenang Kobe kemudian masyhur dengan istilah Mamba Mentality, merujuk pada julukan yang dibuat Kobe untuk dirinya, yakni Black Mamba--ular hitam berbisa yang hidup di Afrika.
Kobe tak selalu meraih kemenangan, tapi dalam setiap perjalanannya, ia selalu ingin menang. Ia tak mudah menyerah. Saat gagal, Kobe berusaha bangkit lagi, mempersiapkan diri agar bisa bertarung lebih kuat di lapangan. Sampai akhirnya Kobe mengaku tubuhnya sudah meminta mundur dari persaingan ketat di NBA, padahal ia merasa pikiran dan mentalnya masih prima. Kobe memutuskan pensiun pada 2016 silam.
Selama 20 musim, Kobe mengantarkan Lakers lima kali juara NBA. Dia meraih gelar Most Valuable Player NBA pada 2007-2008, 15 kali masuk seleksi All-NBA, 18 kali masuk All-Star dan 12 kali masuk tim All-Defensive. Kobe dua kali dinobatkan sebagai MVP pada NBA Finals dan empat kali menjadi MVP All-Star Game. Kobe juga turut mengantarkan Amerika Serikat dua kali meraih medali emas Olimpiade pada 2008 dan 2012.
Walau sudah pensiun dan kini tutup usia, Kobe meninggalkan warisan Mamba Mentality yang diakui dunia olahraga, tak hanya basket.
Bagi saya, tribute untuk Kobe yang sebenarnya tak sekadar mengenakan jersey Lakers bernomor 8 atau 24, mengumpulkan memorabilianya, atau mengoleksi lini sepatu khusus yang menggunakan namanya. Lebih dari itu, meniru mentalitas Kobe yang tak mudah jatuh saat gagal, segera bangkit dan berbenah.
Bagi para atlet, tirulah sikap Kobe yang selalu memberikan 100 persen kemampuan di lapangan untuk mendapatkan kemenangan, meskipun akhirnya tak selalu menang. Sebab sudah jadi tugasnya atlet untuk berusaha maksimal dalam setiap pertarungan di arena yang dijalani.
Saya akan selalu mengingat kata-kata seorang pelatih basket nasional saat awal berkecimpung menjadi wartawan olahraga. "Kalau kamu masuk ke lapangan tidak ingin menang, mending pulang saja, tidur. Masuk ke lapangan ingin menang, usaha untuk itu. Perkara hasilnya beda, itu belakangan," kata sang pelatih.
Saya setuju, atlet apa pun itu bila bertanding di kejuaraan atau kompetisi resmi, ya targetnya mesti jadi pemenang. Saya percaya, semua pebasket yang berlaga di IBL Pertamax Seri III Jakarta pasti akan berjuang habis-habisan untuk menang di tengah persaingan yang sengit dan ketat. Kalau sampai ada yang tak yakin menang, apalagi tak mau menang, apa pun alasannya, mending pulang saja, tidur!
Satu lagi, jangan berani mengaku mengidolakan Kobe!
*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id