REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Ahmad Syafii Maarif
Dipelopori oleh Profesor Mitsuo Nakamura (1933--), antropolog Jepang kelahiran Manchuria, pada 29 November hingga 2 Desember 2012 akan berlangsung Konferensi Riset Internasional tentang Muhammadiyah, bertempat di kampus Universitas Muhammadiyah Malang. Nakamura telah menggait beberapa Indonesianis dari berbagai belahan dunia untuk turut membedah Muhammadiyah yang kini sedang memasuki abad kedua dari keberadaannya di Indonesia.
Karya berdasarkan riset lapangan dalam format disertasi Nakamura pada Universitas Kornel, Amerika Serikat, tahun 1976, di bawah judul “The Crescent Arises over the Banyan Tree, A Study of the Muhammadiyah Movement in a Central Javanese Town”, mencakup periode 1900-1970 di sebuah kota kecil Kotagede, Yogjakarta.
Pada 1983 cetakan pertama karya ini setebal 186 halaman, diterbitkan oleh Gadjah University Press. Tahun 1993 menyusul cetakan kedua oleh penerbit yang sama. Rupanya perhatian Nakamura terhadap Muhammadiyah belum lagi surut. Dalam usianya menjelang 80 tahun, Nakamura telah merevisi karya di atas di bawah judul yang sama, hanya periodenya diubah menjadi 1910-2010, diterbitkan oleh ISEAS, Singapura, September 2012.
Sebagai karya revisi, tebalnya menjadi 380 halaman, lebih dua kali lipat dari cetakan awal. Karena saya diminta untuk menulis endorsemen untuk karya ini yang kemudian ditampilkan pada sampul belakang, maka kalimat pendek ini adalah komentar saya: “Professor Nakamura’s Crescent Arises over the Banyan Tree has now become classical due its academic high quality. This new edition is an disputable testimony for that.”
Endorsemen lainnya diberikan oleh Profesor Azyumardi Azra, direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Profesor James L Peacock dari Universitas Karolina Utara di Chapel Hill. Peacock yang juga akan hadir di Malang, telah pula menulis disertasi tentang Muhammadiyah yang kemudian pada 1978 diterbitkan oleh Benjamin/Cummings, Kalifornia, dengan judul Purifying the Faith: The Muhammadiyah Movement in Indonesian Islam.
Saya tidak tahu sudah berapa jumlah karya akademik yang ditulis para sarjana tentang Muhammadiyah, asing maupun domestik. Untuk domestik, karya almarhum Alfian yang juga berasal dari disertasi pada Departemen Ilmu Politik, Universitas Wiskonsin, Amerika Serikat, 1969 di bawah judul “Islamic Modernism in Indonesian Politics, the Muhammadiyah Movement during the Dutch Colonial Period (1912-1942)” cukup penting untuk dikaji lagi.
Ada lagi karya penting lainnya berupa disertasi Profesor Dr Achmad Jainuri, seorang tokoh Muhammadiyah dari Jawa Timur, pada Institute of Islamic Studies, Universitas McGill, Kanada, dengan judul “The Formation of the Muhammadiyah’s Ideology, 1912-1942”, kemudian diindonesiakan oleh Ahmad Nur Fuad di bawah judul “Ideologi Kaum Reformis: Melacak Pandangan Keagamaan Muhammadiyah Periode Awal” (Surabaya: LPAM, 2002).
Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan modern Islam yang didirikan oleh para kiai yang umumnya tidak mendapatkan pendidikan Barat dengan Ahmad Dahlan (1868-1923) sebagai pelopornya ternyata telah melahirkan beberapa Ph.D. di kampus-kampus di belahan dunia Barat. Semestinya karya-karya akademik ini dibaca oleh seluruh pimpinan Muhammadiyah dari pusat sampai ke daerah agar semakin dipahami di mana letak kekuatan dan kelemahan gerakan yang kini usianya sudah melampaui satu abad.
Dari sisi jumlah jaringan sosial keagamaannya belum tampak tanda-tanda bahwa stamina spiritual Muhammadiyah telah surut, bahkan terus saja membengkak. Pembengkakan inilah yang segera harus diimbangi dengan memunculkan pemikiran-pemikiran kreatif dan besar tentang Islam.