Jumat 17 Jan 2014 06:00 WIB

Harapan Publik untuk Partai Islam

Nasihin Masha
Foto: Republika/Daan
Nasihin Masha

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nasihin Masha

Sebuah pertemuan kecil pekan lalu di Jakarta. Sejumlah pimpinan partai Islam (baik berdasar ideologi maupun basis pemilih) berkumpul. Ini pertemuan ketiga. Mereka berupaya untuk mencari kemungkinan mengambil langkah bersama pada pemilu presiden 2014 nanti. Sebuah upaya yang mirip dengan pertemuan menjelang pemilu 1999 maupun 2004. Sedangkan menjelang pemilu 2009 relatif tak ada upaya semacam itu. Saat ini, bahkan ada dua arus. Yang satunya lagi lebih cenderung digagas oleh satu orang. Sedangkan yang ini digagas oleh sejumlah orang.

Munculnya ikhtiar ini menandakan masih adanya kesadaran untuk bersatu, walaupun bukan untuk melebur. Dari serangkaian pertemuan itu, belum tampak sudah terbangunnya sebuah apalagi beberapa buah platform yang disepakati. Yang ada masih berupa harapan-harapan dan keinginan-keinginan, bukan cita-cita. Mereka masih cenderung melakukan curah pendapat. Tentu bukan berarti tak ada yang penting ataupun tak ada yang menarik dalam pertemuan itu. Justru banyak hal yang menarik. Mereka adalah orang-orang penting yang terlibat dalam penyelenggaraan negara maupun aktivitas politik. Mereka juga merupakan orang-orang yang sudah terlibat menjadi aktivis sejak masih pelajar maupun ketika masih mahasiswa. Mereka kaya dengan pengalaman dan pengetahuan.

Satu di antara pendapat yang menarik itu adalah pengakuan bahwa pada dua pemilu terakhir ini, partai-partai Islam tersebut berusaha bergerak ke tengah. Ini memang fakta. Dalam 10 tahun terakhir ini, mereka memang tak lagi berbicara tentang tema-tema ideologis keislaman. Bahkan 'ideologi pembangunan' mereka pun bergerak ke tengah, mendekat ke ideologi Golkar maupun Demokrat, yang cenderung pragmatis dan eklektis. Secara kebetulan, dalam 10 tahun ini, partai-partai Islam bersama Golkar berkoalisi dengan Demokrat. Pergeseran visi dan ideologi ke tengah ini tentu agak tercerabut dari akar sejarah pergerakan Islam.

Sejarah pergerakan Islam di Indonesia lebih berat ke arah sosialisme dan demokrasi. Hal ini sangat tecermin pada gerakan SI dan Masyumi. Sedangkan NU yang awalnya menekankan aspek tradisi, sejak dimodernisasi Gus Dur, pun menjadi pergerakan yang menekankan sosialisme, demokrasi, dan humanisme. Tentu saja termasuk di dalamnya PKB. Ide-ide tentang pemerataan, nasionalisme ekonomi, dan kewajiban negara untuk mengambil peran dalam menggerakkan pembangunan merupakan titik sentralnya. Hal ini tentu berbeda dengan partai tengah yang menekankan pertumbuhan, mengecilkan peran negara, dan mengobral peran asing. Bergeraknya partai-partai Islam ke tengah ini seiring dengan makin pragmatisnya mereka dalam perilaku politik. Kesahajaan dan kejujuran mereka makin jauh dengan yang dicontohkan generasi awal pergerakan Islam. Tak heran jika dalam hal isu korupsi dan politik transaksional, mereka menjadi sulit dibedakan dengan politisi dari partai-partai lain.

Kesadaran untuk mengembalikan jalan politik partai-partai Islam ke jalan asli mereka ini layak mendapat porsi yang kuat. Membangun kesamaan platform ini lebih memudahkan partai-partai Islam untuk bersatu, sebelum berbicara tentang figur capres maupun membangun koalisi. Ide bahwa membangun partai dengan mengutamakan pendanaan dan politik dagang sapi merupakan ide yang menjauhkan partai Islam dengan pemilihnya. Hal ini bisa dilihat dari pergerakan perolehan suara sejak pemilu 1955 hingga 2009. Secara umum, perolehan partai-partai Islam secara total masih relatif baik, walaupun ada tendensi penurunan. Inilah angka-angka itu, pada 1955 memperoleh 43,93 persen; 1999 turun menjadi 37,02 persen; 2004 naik lagi menjadi 38,35 persen; 2009 turun lagi menjadi 29,21 persen.

Walau demikian, jika satu partai Islam turun maka suaranya akan pindah ke partai Islam yang lain. Mereka dalam satu bejana berhubungan. Demikian pula dengan pergerakan partai-partai di luar partai-partai Islam. Jika PDIP turun maka suaranya akan ditampung Golkar atau Demokrat. Jika suara Demokrat turun maka suaranya akan ditampung Golkar, Nasdem, maupun Hanura. Mereka ini satu bejana berhubungan yang lain. Memang pada pemilu 2009, ada sedikit kebocoran, sebagian suara pemilih Islam mulai menyeberang ke 'perkampungan' sebelah. Ini karena mereka bisa menampilkan idiom-idiom Islam seperti cap religius di Demokrat atau kehadiran sayap Islam di Golkar dan PDIP. Dengan demikian ada dua bejana berhubungan yang terpisah, yang diletakkan bersusun.

Di sisi lain, berdasarkan survei Cirus Surveyor Group, publik menuntut isu-isu tentang harga sembako yang murah, pembangunan infrastruktur jalan, kemudahan mencari kerja, dan pemberantasan korupsi. Semua isu itu lebih lekat ke perjuangan pemerataan ekonomi dan peran negara. Isu-isu yang lebih lekat ke ideologi asli partai-partai Islam. Bukan ke ideologi partai-partai tengah, yang lebih lekat ke pertumbuhan ekonomi, membela korporasi, dan melindungi elite sosial. Jika partai-partai Islam kembali ke ide aslinya maka mereka mendekat ke publik. Sudah saatnya politisi partai-partai Islam kembali ke peran historisnya dan ke akar sejarahnya. Berhentilah menjadi figur dan menjadi partai yang tercerabut dan terasing dari massanya.

Jangan takut untuk menjadi partai Islam yang seperti itu. Yang harus dilepas dari perjuangan partai Islam adalah ide tentang negara Islam, yang saat ini sudah juga mereka tinggalkan. Di sisi lain justru keharusan untuk melindungi umat Islam dalam beribadah dan menjauhkan dari hal-hal yang batil. Saat ini umat justru bertanya peran partai Islam dalam hal makanan halal, kemudahan beribadah, dan pemakaian jilbab. Mereka sama sekali tak bersuara dan umat tak terjamin serta tak terlindungi.

Berhentilah memimpikan langit yang biru atau padi yang kuning, tapi rawatlah rumput dan pepohonan yang hijau. Sejarah dan konfigurasi sosial suatu bangsa selalu tak memberi ruang yang mudah untuk berubah. Di setiap pengelompokan sosial selalu tersimpan gen yang merekam sejarah, pengetahuan, dan nilai-nilainya sendiri-sendiri.

Penuhilah harapan publik seperti kita menanam biji. Kelak kita akan memanennya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement