Sabtu 18 Apr 2015 06:00 WIB

Menghormati Shalat

Asma Nadia
Foto: Republika/Daan
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asma Nadia

Ada sebuah pemandangan tidak lazim di lorong Stadion Anfield saat Liverpool bertanding melawan Blackburn Rover 8 Maret lalu. Dua orang Muslim melakukan shalat di waktu jeda istirahat setelah babak pertama berakhir.

Mungkin kejadian ini akan berlalu begitu saja jika tidak ada yang mempermasalahkan. Akan tetapi seorang fans Liverpool memilih memotret, men-tweet dan menghinanya, sehingga memicu reaksi, terutama para netizens.

"Muslim berdoa saat istirahat babak pertama kemarin. #memalukan!"

Begitu bunyi cuitan  Stephen Dodds yang akhirnya memancing  kericuhan di media sosial.

Bagaimana Liverpool menanggapinya?

The Red tidak menganggap remeh insiden  ini. Klub melaporkan tindakan Dodds ke kepolisian.

Official Club menyatakan bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menegaskan bahwa klub tidak mentolelir segala bentuk diskriminasi terkait dengan  ras, jenis kelamin, usia, maupun agama.

Klub sepak bola raksasa tersebut menyadari pentingnya menghormati sholat yang merupakan kewajiban umat Islam. Peristiwa ini melemparkan kenangan saya ketika berkunjung ke sebuat toko kecil di Eropa Timur, yang pemiliknya  berkebangsaan Serbia–tahun 90-an Serbia dikenal sebagai bangsa pembantai kaum Muslimin Bosnia dalam misi ethnic cleansing yang dilakukan milisi dan militer. Ketika berada di dalam toko saya tersadar bahwa waktu sholat telah tiba dan akan sulit mencari tempat lain untuk sholat kecuali di toko yang ukurannya tidak lebih besar dari satu petak kecil itu.

Saya minta izin bapak tua pemilik toko untuk menumpang sholat. Dia mengiyakan bahkan menggeser etalase dan kursi agar saya punya cukup ruang. Lalu tentang wudhu, bapak Serbia itu berkata, "Saya tidak punya kamar mandi, tapi kamu bisa pergi ke restoran di seberang jalan. Katakan pada mereka kamu adalah customer saya, untuk menggunakan toiletnya!"

Bapak tua itu sebenarnya bisa berkata, "Ruang saya sempit, tidak ada kamar mandi," untuk menolak permintaan saya sholat. Tapi ia memilih menolong dan mempermudah. Kejadian kebalikan justru  dialami suami ketika berbelanja ke sebuah toko yang menyediakan solusi perkakas kerja di wilayah Margonda Depok.

Saat itu menjelang Maghrib, suami mampir untuk membeli perkakas sebagai solusi  memperbaiki rumah. Karena waktu yang sempit, suami meminta izin  ikut sholat di toko tersebut. Staf di sana bilang ruang sholat hanya ada untuk staf. Lalu staf tersebut minta izin pada supervisornya, tapi sang atasan tidak mengizinkan.

Suami menegaskan dirinya pelanggan yang cukup sering datang dan mempunyai daftar belanja banyak, sehingga bisa kehilangan waktu sholat jika ia tidak dizinkan menumpang. Sekali lagi staf minta izin pada supervisor, dan ternyata  tetap tidak mendapatkan persetujuan. Tidak menyerah suami memutuskan untuk menemui supervisor di sana, namun  usaha  tetap nihil. Padahal sang supervisor adalah seorang Muslim.

Akhirnya suami terpaksa  meninggalkan tempat yang tidak memberi solusi untuk mempermudah sholat tersebut, dan kemudian menuju toko hardware lain di jalan yang sama. Di tempat ini, pihak toko  mengizinkan customer sholat di mushola pegawai.

Saya jadi teringat  sebuah tempat mewah di Margonda yang menyediakan mushola  sangat tidak nyaman. Toko ini bisa jadi merupakan toko pastry paling mewah di Depok bahkan mungkin di Indonesia, karena cabangnya ada di mana-mana. Semua kue yang dijual penampilannya mengesankan, sangat artistik, dan gedungnya pun  asri dan elegan. Tapi, begitu kita melihat musholanya sangat sempit, bahkan untuk sholat berdua karena terletak di bawah tangga. Perbandingan yang sangat membuat miris.

Seorang bapak tua Serbia mau bersusah payah menggeser etalase dan kursi untuk menyediakan tempat sholat bagi  customer yang bahkan belum belanja. Sementara ada   muslim yang tidak mengizinkan muslim lain menumpang sholat sekalipun memiliki ruang sholat untuk pegawai dan staf.

Saya jadi teringat sebuah hadits, "Barang siapa yang memudahkan urusan saudaranya di dunia, niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat." (HR. Muslim).

Memudahkan saudara kita apalagi untuk beribadah tak hanya merupakan tindakan mulia melainkan juga akan membuka pintu-pintu kemudahan, pertolongan dari -Nya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement