Oleh: Selamat Ginting*
Akhir-akhir ini, tiba-tiba di media sosial mendadak membicarakan ilmu filsafat. Ini gegara Rocky Gerung (RG), ilmuwan filsafat yang beberapa kali tampil dalam program ILC di sebuah stasiun televisi swasta nasional. Mungkin lebih tepat Rocky sebagai pengamat filsafat politik, itulah kecenderungan konsentrasi pengamatannya.
Tapi kali ini, saya bukan mau mengupas seorang RG terlepas dari sejumlah kontroversinya. Saya justru ingin mengupas filsafatnya Sutan Takdir Alisyahbana (STA), filsafat kebudayaan.
Bagi yang pernah kuliah di Universitas Nasional (Unas) Jakarta, apa pun program studinya, wajib mengambil mata kuliah filsafat kebudayaan STA. Ini salah satu yang membedakan Unas dengan perguruan tinggi lainnya. Dan sangat jarang mahasiswa yang sekali lulus ambil mata kuliah tersebut. Ini yang memunculkan pemeo, ‘masuk Unas itu mudah, keluarnya sulit’. Ada yang dua kali, bahkan tiga – empat kali, baru lulus mata kuliah yang diasuh Abu Hasan Asyari, asisten dari Profesor Doktor STA. Saya tak tahu Abu Hasan itu lulusan S1, S2, S3 atau S yang lain. Masa bodohlah, yang jelas ia menguasai filsafat kebudayaannya STA.
Ya, satu-satunya mata kuliah yang harus saya ulang, cuma itu. Pertama dapat nilai D (tak lulus). Asem banget tuh Abu Hasan. Setelah mengulang akhirnya lulus. Lupa dapat nilai C atau B. Tak mungkinlah dapat A. Yang penting luluslah. Hahahaha….