Senin 19 Nov 2018 09:05 WIB

Peluang Bisnis Makanan Halal

Konsumen non-Muslim di Rusia belanja dari toko Muslim karena produknya terjaga.

Ilustrasi Makanan Halal
Foto: Foto : MgRol100
Ilustrasi Makanan Halal

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Fikri Farhan, Mahasiswa Magister Sains Manajemen FEB UGM

Islam merupakan agama rahmat bagi seluruh alam. Nilai dan ajaran Islam tidak hanya merahmati umat Islam, tapi juga seluruh umat manusia. Ajaran ini melingkupi semua aspek, mulai dari tata cara ibadah, muamalah, hingga kehalalan makanan.

Halal, salah satu konsep dalam ajaran Islam maka halal juga diyakini memberikan dampak positif. Namun, benarkah ajaran Islam, lebih spesifiknya konsep halal dalam bidang makanan, mengandung nilai universal?

Secara bahasa kata halal berasal dari bahasa Arab berarti diperbolehkan. Pengertian lebih lengkap dari halal adalah semua tindakan yang mengikuti peraturan perundang-undangan hukum syariat Islam. Dalam konteks makanan, halal berarti makanan yang diperbolehkan atau sah untuk dikonsumsi menurut ajaran Islam.

Pengertian yang lebih kontemporer dari makanan halal adalah produk yang telah ditangani dengan prosedur yang ketat, sehingga memiliki tingkat kehigienisan yang tinggi, serta memenuhi standar kebersihan dan gizi tertentu.

Dengan kata lain, sekarang prinsip halal tidak lagi terbatas pada sebuah konsep ekslusif yang hanya berhubungan dengan agama. Isu tentang aspek kesejahteraan hewan, kesehatan makanan, organik, ramah lingkungan, etis, dan adil telah membuat konsep ini populer dan sangat diterima oleh konsumen makanan.

Pasar halal

Jika dilihat, pasar makanan halal terus tumbuh dalam beberapa tahun terakhir. Thomson Reuters (2017) melaporkan, populasi Muslim dunia menghabiskan 1,24 triliun dolar AS untuk makanan dan minuman halal pada 2016.

Jumlah ini setara dengan 17 persen dari total pengeluaran pasar global sebesar 7,3 triliun dolar AS. Angka tersebut naik 6,2 persen dari tahun sebelumnya dan lebih besar dari pertumbuhan pasar global yang naik sekitar 3,7 persen.

Angka itu diperkirakan terus naik, diprediksi belanja untuk makanan halal mencapai angka 1,93 triliun dolar AS pada 2022. Untuk konteks Indonesia, data menunjukkan Indonesia merupakan negara dengan belanja tertinggi untuk makanan halal jika dibandingkan negara lainnya di dunia dengan total pengeluaran 170 miliar dolar AS.

Peringkat berikutnya Turki dengan 121 miliar dolar AS, Pakistan 112 miliar dolar AS, dan Mesir 81 miliar dolar AS. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pasar produk makanan halal yang besar.

Laporan mengenai makanan halal yang selama ini disajikan seperti dilakukan Thompson Reuters tersebut, umumnya hanya menyajikan data pertumbuhan pasar makanan halal yang dilihat dari total belanja makanan halal yang dikeluarkan konsumen Muslim.

Lalu, bagaimana dengan konsumen non-Muslim, apakah ada peluang bagi produk makanan halal untuk dikonsumsi oleh konsumen yang bukan pemeluk agama Islam?

Penelitian yang dilakukan di Inggris pada 2015 dan Malaysia 2014 menunjukkan, konsumen non-Muslim di dua negara tersebut berpendapat, produk makanan halal mencerminkan nilai yang diharapkan dalam membeli produk makanan, yaitu, kualitas, kesehatan, dan aman untuk dikonsumsi (Mathew, Abdullah, dan Ismail: 2014; Ayyub: 2015).

Penelitian lain menceritakan, konsumen non-Muslim di Rusia berbelanja dari toko yang pemiliknya seorang Muslim karena mereka percaya produknya segar, aman, dan bebas dari infeksi. Mereka juga memiliki keyakinan, umat Islam mengikuti ajaran agama, sehingga tidak akan melakukan kecurangan dalam melakukan aktivitas bisnis (Rezai, Mohamed, dan Shamsudin, 2012).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement