Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika
Mungkin inilah 'Desember Mop' atau peristiwa yang ‘aneh bin ajaib ’ ketika terjadi peristiwa masyarakat bersuka ria dan syukuran ketika pemimpinnya tertangkap melakukan perbuatan pidana. Ini pun baru pertama kalinya terjadi di Indonesia di mana ribuan masyarakat melakukan pesta atas kasus korusi bupatinya.
Selama ini masyarakat memang terkesan cuek ketika ada pemimpinnya terkena kasus pidana. Bahkan terkesan publik mahfum itu terjadi karena biaya untuk jadi pemimpin masyarakat dari tingkat desa hingga ke jenjang berikutnya bahkan menjadi anggota DPR pun sangat mahal. Nilainya bisa banyak publik sudah mendengar bisa sampai milyaran rupiah.
Tapi yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat, pada Jumat siang lalu (14/12) memang unik ceritanya. Entah karena apa tiba-tiba usai shalat Jumat kawasan Alun-Alun Kabupaten Cianjur dipadati ribuan warga. Mereka berdatangan ke alun-alun untuk meluapkan kegembiraan setelah Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa hari lalu.
Massa warga yang datang dari berbagai kecamatan di Cianjur tersebt bergerak ke alun-alun. Awalnya kedatangan mereka dilarang petugas Satpol PP Cianjur. Namun warga memaksa hingga akhirnya bisa masuk ke kawasan alun-alun yang masih dalam tahap pembangunan tersebut.
"Saya sebenarnya hanya ikut-ikutan saja karena ramai," ujar salah seorang warga Cianjur Ahmad Adnan (30 tahun). Terlebih ia mendengar adanya kegiatan ngaliwet di alun-alun sebagai selamatan OTT KPK terhadap bupati Cianjur.
Sebagai warga Cianjur, kata Adnan, ia merasa bersyukur KPK mengungkap kasus korupsi di wilayahnya. Sebab, jika korupsi dibiarkan akan menyengsarakan masyarakat. Sehingga, ia berharap ke depan praktek korupsi di Cianjur bisa dicegah dan tidak terjadi lagi.
Warga lainnya, Siti Komariah (35) warga Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur mengatakan, ia datang ke alun-alun karena mendengar adanya kegiatan syukuran atas kasus ditangkapnya bupati oleh KPK. "Saya juga penasaran ingin melihat alun-alun yang baru dibangun," cetus dia.
Siti tidak hanya datang sendiri melainkan membawa keluarganya ikut ke alun-alun. Ia berharap kasus korupsi yang menimpa bupati bisa ditangani dengan baik dan Cianjur bisa berkembang tanpa korupsi. Anggota Forum Gerakan Masyarakat Peduli Korupsi Asep Toha mengatakan, aksi warga Cianjur dalam menyikapi OTT KPK terhadap bupati sangat wajar. "Ini adalah ekspresi atas ketidakpuasan mereka terhadap kinerja bupati selama ini," imbuh dia.
Menurut Asep, ditangkapnya bupati oleh KPK harus dijadikan pelajaran bagi pemerintah agar tidak main-main dalam menjalankan pemerintah. Harapannya ke depan, pemerintah melakukan pemerintahan yang bebas dari korupsi.
Wakil Bupati Cianjur Herman Suherman mengatakan, memang ada beberapa elemen yang euforia dengan OTT KPK terhadap bupati. "Namun hingga kini kondsi kondusif,’’ cetus dia. Selain itu, menurutnya, pelayanan publik sudah berjalan seperti biasa.
Tak hanya warga yang menggelar makan nasi liwet bersama, para sopir angkot di Cianjur sempat ikut merayakan penangkapan sang bupati. Caranya juga unik. Mereka tak menggelar makan bersama, tapi menggratiskan tarif angkutannya. Warga diberi kesematan sementara bebas bea untuk menaiki angkotnya. Di pintu kendaraannya angkutannya mereka pasang kertas bertuliskan: "NAIK ANGKOT GRATIS HARI INI #BONUS OTT KPK" . Suasana ini terekam melaui foto Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam twiterrnya pada Kamis (13/12). Pada foto tersebut terlihat pintu angkot ditempel tulisan "Naik Angkot Gratis Hari Ini #Bonus Operasi Tangkap Tangan ( OTT).
Poster naik angkot gratis usai bupati Cianjur ditangkap OTT KPK. (twitter La Ode M Syarif)
Dan selain menayangkan foto tersebut, La Ode juga menuliskan cuitan yang menarik. Isinya begini:
APRESIASI SUPIR KENDARAAN UMUM CIANJUR seperti ini yang MEMBUAT @KPK_RI selalu bekerja keras memburu koruptor karena RAKYAT SUDAH SANGAT TERTINDAS OLEH PERILAKU POLITISI/PEJABAT KORUP. MOHON DUKUNGAN Wakil Rakyat @DPR_RI Presiden @jokowi dan WAPRES @wapres_ri bapak @Pak_JK pic.twitter.com/Fy5054ToV9
— Laode M Syarif (@LaodeMSyarif) December 13, 2018
****
Reaksi masyarakat Cianjur yang seperti itu juga mendapat respons dari mantan Ketua KPK, Busyro Muqoddas. Dia mengatakan apa yang terjadi di Cianjur merupakan fenomena protes sosial yang berkeadaban. Masyarat protes atas terjadinya kesumpekan dengan cari yang elegan atas gejala terus mengguritanya pejabat yang tak amanah.
‘’Itu protes masyarakat atas kepengapan sosial. Masyarakat Cianjur yang religius selama ini diam melihat suasana ketidakdilan. Namun kini mereka berekpresi dengan pesan yang kuat karena korupsi yang dilakukan pemimpinnya. Ini merikan peringatan serius kepada pihak pemerintah, aparat keamanan dan pertahanan bahwa ada suasana sumpek yang luar biasa. Kami harap soal ini jangan dipandang negatif terutama ini bila dilihat dari kaca mata politik,’’ kata Busyro.
Memang dari data KPK kepada daeraha yang ditangkap akibat kasus korpsi cukup mencengangkan. Semenjak tahun 2017, KPK melakukan upaya penindakan sebanyak 19 kali. Tujuh kepala daerah berhasil ditangkap dan dijebloskan ke penjara karena terbukti telah menerima uang suap atau menyalahgunakan kewenangannya untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain.
Sedangkan khusus untuk kasus OTT Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar dia merupakan kepala daerah ke-21 yang dijerat KPK melalui OTT. Sedangkan jumlah total OTT KPK pada 2018 hingga saat ini adalah 28 OTT. Dan bila ditelisik lagi, semenjak KPK didirkan pada tahun 2002, Irvan menjadi kepala daerah ke-38 yang dijaring OTT.
Mantan Pejabat Gubernur Riau dan Pakar Otonomi Daerah, Djohermansyah Johan, mengatakan apa yang terjadi di Cianjur merupakan peristiwa tragis karena rakyat malah berpesta ketika pemimpinnya tertangkap OTT KPK. Dan ini juga menjadi pertanda betapa kesajlnya rakyat terhadap pemimpinnya yang korupsi.
“Syukuran seperto di Cianjur terjadi di banyak tempat meski lain ekpresinya. Di wilayah lain, ada yang ramai-ramai mengunduli kepala, nyebur ke sungai, bahkan hingga bakar kemenyan segala. Semua ini pertanda bahwa korupsi pejabat kepada daerah kita sudah sampai pada tingkat lampiu merah. Ini berbahaya sekali,’’ katanya.
Melihat kenyataan tersebut, lanjut Johermanysah, memang harus ada evaluasi total terhadap pelaksanaan rekruitmen kepada daerah yang dilakukan melalui pilkada langsung tersebut. Semua tahu biaya pilkada model ini tinggi akhirnya menjebak pemimpinnya untuk melakukan hal yang tidak terpuji.
‘’Bayangkan semenjak tahun 2005 ketika pilkada langsung kepala daerah mulai dilaksanakan, hingga kasus bupati Cianjur itu sudah ada 435 kepala daerah dari 542 daerah otonomi yang tertangkap karena kasus korupsi. Kasus ini jelas merusak nama baik daerah. Rakyat terganggu sekali,'' ujarnya.
Menurut Johermansyah, untuk kasus Cianjur itu misalnya rakyat terlihat begitu marah karena yang dikorupsi itu dana pendidikan yang berasal dari dana alokasi khusus dari pusat. Pesannya sudah sangat jelas bila adana tersebut jangan dikotak-katik dana ini, eh eh ternyata di korupsi juga kan teterlaluan. "Saya pun masih bersyukur rakyat Cianjur bisa melangsungkan protesnya itu dengan cara beradan, tidak rusuh. Ini pelajaran bagi kita semua,’’ kata Johermansyah.