Jumat 11 Jan 2019 05:37 WIB

Qalbun Salim

Muslim harus selalu berada dalam bimbingan Alquran dan meneladani Nabi Muhammad

Toleransi (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Toleransi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Zen Umar Sumaith, Ketua Umum Rabithah Alawiyah

Ketika berita di sejumlah media termasuk media sosial, diragukan kebenarannya dan saling mencela menjadi bagian dari keseharian masyarakat sebagai akibat dari timbulnya konstelasi politik, maka berita penting yang sangat diperlukan justru terpinggirkan.

Bencana alam berupa gempa, tsunami, dan tanah longsor terjadi berurutan di beberapa tempat di Tanah Air tanpa peringatan dini apa pun dan sebagian besar korban adalah rakyat kecil.

Jiwa kemanusiaan kita sepertinya tertutup ingar-bingar pilpres atau pileg yang memenuhi berita di media elektronik ataupun media cetak serta media sosial.

Polarisasi masyarakat mudah terlihat, bahkan diperparah elite partai yang berusaha memanfaatkan segala cara, termasuk merangkul para ulama dan agamawan dari kalangan non-Muslim untuk ikut membantu menyukseskan program yang dimilikinya.

Segala peristiwa dilihat dari sisi program 'kita' dan program 'lawan'. Partai dan ormas terpolarisasi dengan 'teman kita' atau 'teman mereka'. Kondisi ini bahkan telah masuk sampai ranah majelis taklim, pesantren, perguruan tinggi, dan komunitas non-agama yang lain.

Semua langkah dilandasi dengan strategi agar memberikan manfaat yang besar dan kemenangan bagi golongannya.

Bagi kita, yang paling aman adalah tidak terbawa arus serta melakukan pencegahan dan kehati-hatian dan meyakini semua pihak sebenarnya berkeinginan memberikan yang terbaik bagi bangsa ini. Dengan demikian, kita tidak terjebak prasangka buruk.

Dalam menjalani kehidupan, agar selamat di dunia dan di akhirat, seorang Muslim harus selalu berada dalam bimbingan Alquran dan meneladani Rasulullah SAW.

Allah SWT berfirman dalam surah al-Hujarat, ayat 12, “Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan jangan kami mencari-cari kesalahan orang lain.’’ Adakah kita membaca atau mengingat ayat ini?

Demikian pula, Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu hadis, “Berhati-hatilah kalian dari berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dustanya ucapan. Jangan kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.’’

Cukuplah peringatan dari Allah dan Rasul-Nya agar kita membersihkan hati dan melihat segala sesuatu dalam konteks yang benar. Semua ini bersumber pada hati nurani seseorang.

Jika kita memiliki hati yang selamat dan bersih dari penyakit, yaitu qalbun salim, sudut pandang kita kepada saudara atau teman kita akan dipenuhi kasih sayang dan saling percaya.

Inilah sebenarnya ciri-ciri khusus seorang Muslim yang kaffah dalam beribadah ataupun dalam pergaulan atau muamalah sehari-hari. Apa pun keadaannya jika sebagian dari kita memiliki kebersihan hati, akan muncul dari kita, prasangka baik kepada saudara-saudara kita.

Dalam hadis lain, yang diriwayatkan Baihaqi melalui Ibn Mas’ud RA, Rasulullah SAW bersabda, “Hati ini diciptakan dengan fitrah mencintai orang yang berbuat baik kepadanya dan membenci kepada orang yang berbuat buruk kepadanya.“

Cukuplah teguran dari Allah SWT kepada kita semua dengan adanya bencana yang datang silih berganti. Satu bencana belum selesai, telah muncul lagi bencana lain. Hendaknya kita meyakini hal ini sebagai peringatan dari Allah, bukan sebuah azab agar kita kembali ke jalan-Nya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement