Sabtu 26 Jan 2019 09:49 WIB

Jurus Sakti Ekonomi Digital

Perkembangan teknologi mendorong pertumbuhan ekonomi digital.

Digital Transformasi. Ilustrasi
Foto: CNN
Digital Transformasi. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Johana Lanjar Wibowo, Pemeriksa Pajak Pertama Direktorat Jenderal Pajak

Ekonomi berbasis elektronik (digital) mempunyai potensi yang tinggi bagi perekonomian Indonesia. Google dan Temasek, melalui hasil risetnya (Laporan e-Conomy SEA), menunjukkan pada 2018, nilainya mencapai 27 miliar dolar AS.

Laju pertumbuhan majemuk tahunan (compound annual growth rate/CAGR)-nya mencapai 49 persen dari tahun 2015 hingga 2018. Persentase ini menjadikan posisi Indonesia yang paling tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Bahkan, pada 2025, diperkirakan mencapai 100 miliar dolar AS.

Pertumbuhan ekonomi digital ini tidak lepas dari perkembangan niaga daring itu sendiri. Potensinya sebesar 12,2 miliar dolar AS.

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dalam laporan tahunannya (OPUS 2019) mencatat lima platform yang sering digunakan pada 2018, yaitu Shopee (41,2 persen), Tokopedia (27,4 persen), Lazada (13,6 persen), Bukalapak (12,7 persen), dan JD.id (1,9 persen).

Pertumbuhan niaga daring ini tidak lepas dari peningkatan penetrasi pengguna internet. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat pada 2017, jumlahnya mencapai 143,26 juta atau 54,68 persen dari 262 juta jiwa populasi penduduk Indonesia.

Sedangkan, tahun sebelumnya, 132,7 juta jiwa yang mengakses internet atau 51,79 persen dari 256,2 juta total populasi penduduk Indonesia. Melihat besarnya potensi itu, pemerintah terus mengoptimalkan pemanfaatan ekonomi digital.

Cakupan programnya dituangkan melalui road map atau peta jalan niaga daring sebagaimana Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2017. Peta jalan niaga daring dilaksanakan dengan prinsip keterbukaan bagi semua pihak serta kepastian dan perlindungan hukum.

Selain itu, pengutamaan dan perlindungan terhadap kepentingan nasional dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta startup menjadi hal yang penting.

Bukan itu saja, memasuki era Revolusi Industri 4.0 diperlukan peningkatan keahlian sumber daya manusia pelaku niaga daring.

Perlindungan UMKM

Beberapa pekan ini, para pelaku niaga daring resah. Pasalnya, pemerintah akan memajaki transaksi mereka. Hal ini karena terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 (PMK-210).

Meski begitu, beleid itu baru berlaku 1 April 2019 nanti Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) menilai terbitnya PMK-210 akan menyurutkan pelaku UMKM, terutama startup untuk berkembang.

Pada akhirnya, kebijakan ini dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Namun, hadirnya PMK-210 sendiri sebenarnya dalam rangka persamaan perlakuan perpajakan antara pelaku niaga daring dan pedagang konvensional.

Baik penyedia platform termasuk juga over the top (OTT) di bidang transportasi maupun pedagang atau penyedia jasa wajib memungut, menyetor, dan melaporkan pajak sesuai dengan kewajibannya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement