Senin 06 May 2019 04:11 WIB

Ramadhan Itu Hebat

Penelitian menunjukkan puasa Ramadhan sarat kemukjizatan luar biasa dahsyat.

Ilustrasi Ramadhan
Foto: Pixabay
Ilustrasi Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhbib Abdul Wahab, Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Naila Maziya Labiba, Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Kesehatan UPN Jakarta

Dari rangkaian ayat tentang puasa (QS al-Baqarah [2]: 183-187), ada sejumlah isyarat dan informasi yang menarik. Pertama, redaksi kewajiban puasa itu bukan perintah langsung seperti "aqimu as-shalah wa aatu az-zakah" (laksanakan shalat dan tunaikan zakat), melainkan berupa kalimat berita, “Telah diwajibkan puasa kepadamu.” (QS al-Baqarah [2]: 183). Ini mengandung isyarat bahwa manusia sejatinya bisa merasakan manfaat puasa sehingga tidak hanya menjadi kewajiban syar’i, tetapi juga kebutuhan hidup.

Kedua, pewajiban puasa dikaitkan dengan informasi bahwa umat terdahulu sebelum umat Muhammad SAW diwajibkan berpuasa. Ini mengisyaratkan pentingnya puasa sebagai ibadah yang telah menyejarah dan mentradisi.

Hal tersebut tidak hanya di kalangan umat Islam tetapi juga umat dan bangsa lain. Jadi, puasa itu bukan ibadah umat Islam melainkan merupakan ibadah lintas agama, suku bangsa, budaya, lintas generasi, dan masa.

Sedemikian pentingnya puasa sehingga yang dipanggil dan diseru untuk berpuasa itu adalah orang-orang beriman. Mereka tanpa diperintah secara langsung pasti memiliki kesadaran moral dan spiritual untuk berpuasa sehingga tidak menjadi beban.

Berpuasa bagi orang-orang beriman merupakan panggilan ketaatan yang dilakukan penuh kegembiraan dan kebahagiaan. Berpuasa itu hebat dan bahagia. Ketiga, tujuan berpuasa adalah mudah-mudahan menjadi orang-orang bertakwa.

Jadi, ibadah dan pendidikan Ramadhan itu harus diorientasikan kepada pembentukan integritas moral dan spiritual sebagai orang bertakwa. Takwa itu sendiri juga merupakan orientasi dan tujuan akhir yang perlu diraih melalui aneka amal ibadah.

“Wahai manusia! Beribadahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS al-Baqarah [2]: 21).

Keempat, dalam ayat 184 surat al-Baqarah, kata khair disebutkan sebanyak tiga kali. Para ahli tafsir berpendapat puasa itu selain bertujuan meraih takwa juga mewujudkan spirit khairiyyah (kebaikan), yakni personal, sosial, maupun universal.

Orang berpuasa karena iman dan mengharap ridha Allah SWT pasti hanya mau melakukan kebaikan. Bayangkan, makanan dan minuman yang halal saja bisa dijauhi pada siang hari, apalagi kemaksiatan dan kejahatan.

Artinya, orang yang berpuasa itu mesti bersikap, berpikiran, berkata, berbuat, dan bergaya hidup baik. Kelima, di akhir ayat 184 tersebut ada redaksi yang sangat menarik, “Engkau berpuasa itu lebih baik jika engkau mengetahui.”

Artinya, puasa itu akan lebih bermakna dan lebih fungsional apabila didasari iman dan ilmu. Dengan kata lain, puasa itu harus berbasis iman dan ilmu agar puasa Ramadhan itu menjadi nikmat, hebat, dan kaya manfaat.

Beberapa hasil penelitian tentang puasa menunjukkan puasa Ramadhan secara ilmiah sarat kemukjizatan luar biasa dahsyat. Kemukjizatan itu bisa dilihat dari perspektif medis (kesehatan fisik), kesehatan mental-spiritual, serta perspektif psikologis maupun sosial.

Karena itu, penting diketahui hasil-hasil riset tentang kemukjizatan puasa Ramadhan agar kita makin meyakini dan menikmati puasa Ramadhan sebagai kebutuhan fisik dan psikis. Puasa itu menguatkan imunitas tubuh dari serangan berbagai penyakit.

Imunitas tubuh menguat seiring proses detoksifikasi sisa-sisa makanan, racun, dan sampah dalam tubuh kita yang disedot dan dimanfaatkan oleh tubuh kita saat lapar.

Puasa mengurangi obesitas dan risiko penyakit yang ditimbulkannya. Diet terbaik adalah melalui puasa rutin seperti puasa Ramadhan. Secara medis, puasa Ramadhan dapat mencegah terbentuknya batu ginjal atau kencing batu.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement