Sejumlah pengunjung berada di gapura pintu masuk komplek Keraton Agung Sejagad Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Purworejo, Jawa Tengah, Selasa (14/1/2020).
Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika
Dunia memang sudah tua, tapi entah kapan mau kiamat? Keresahan ini memang menjadi keresahan hingga penyakit sosial sepanjang peradaban. Semua tahu orang Yahudi dan Kristen percaya pada perang akhir zaman yang ada di kitab suci mereka. Mereka percaya itu terjadi sebagau syarat turunnya Mesiah. Perang besar tersebut lazim disebut Armagedon.
Kepercayaan akan datangnya 'Mesiah' yang di Jawa disebut Ratu Adil, memang sudah lama muncul dan terulur sepanjang zaman. Dahulu sosok Pangeran Diponegoro juga disebut Ratu Adil tanah Jawa yang ingin membebaskan rakyat dari nestapa. Juga HOS Cokro Aminoto pun begitu. Dia pada awal periode dekade awal 1900-an juga disebut Ratu Adil Tanah Jawa hingga Belanda pun menyebut 'Raja Jawa Tanpa Mahkota'.
Sebelum meletusnya Perang Diponegoro, Sejarawan Inggris, Peter Carey, yang meneliti soal Perang Jawa juga mencatat di tengah meluasnya lautan kemiskinan dan wabah kholera, munculan banyak orang mengaku sebagai Ratu Adil. Tiba-tiba entah karena apa banyak orang yang mengklaim dirinya sakti bermunculan. Mereka adalah 'orang jago' atau pendekar, hingga dukun sakti yang kebal senjata dan pintar menyembuhkan segala macam penyakit.
Seuasi perang Jawa dan Diponegoro dibuang ke Manado dan Makassar, juga muncul banyak orang sakti yang mengaku manusia suci layaknya Ratu Adil. Di sekitar Pekalongan ada Ahmad Rifa'i, di Banten juga banyak hal yang sama hingga memunculkan Pemberontakan Petani Banten pada tahun 1888. Di Betawi tepatnya di sekitar Jatinegara, juga ada sosok Entong Gendut yang mengorbankan perang suci. Di Garut, Jawa Barat, pada tahun 1920-an, juga ada pemberontakan seorang suci yang terinspirasi Sarekat Islam.
Usai merdeka hal yang sama juga muncul. Dahulu ada sosok sejoli yang suka berkaca mata hitam, Idrus dan Markonah, yang mengaku raja Kubu yang sakti. Saat itu sosoknya menghebohkan publik hingga dia sempat diundang Bung Karno ke Istana Negara. Tapi kemudian orang kecele karena Idrus ternyata hanya seorang tukang becak di bilangan sekitar Pasar Baru. Markonah pun hanya 'kupu-kupu malam' asal Pantai Utara Jawa (Pantura).
Keterangan Foto: Sukarno ketika bertemu rakyat kecil. Di akhir era kekuasannya dia sempat di tipu oleh Idrus dan Markonah yang mengaku Raja Kubu.
Kehebohan ini pun muncul kembali menjelang Pemberontakan PKI 1965. Sebelum geger berdarah ini di sekitar Solo, ada sosok Mbah Suro yang berdiam di kaki Gunung Lawu. Layaknya Brama Kumbara dalam cerita rekaan RA Kosasih yang jadi sandiwara radio kondang di era 80-an, sosok Mbah Suro masyhur sebagai orang sakti. Dia orang ampuh dan kebal senjata. Banyak orang yang berguru kepadanya.
Selain itu ramalan Mbah Suro juga banyak dianggap tepat. Saat itu Mbah Suro sempat berpesan agar orang-orang jangan berpakaian merah. Berbahaya. Dan ini kemudian dikaitan dengan warna merah milik PKI yang ditumpas habis oleh Orde Baru. Dan Mbah Suro yang juga dikenal sebagai simpatisan 'partai merah' ini akhirnya padepokannya diserbu tentara RPKAD yang melakukan pembersihan para aktivis PKI tersebut. Di situ terbukti Mbah Suro ternyata tak kebal senjata karena dia mati tertembus banyak peluru.
Dan beberapa tahun silam juga ada fenoma dukun sakti, Ponari. Anak kecil dari sebuah keluarga rakyat biasa di Jawa Timur yang punya cita-cita jadi polisi, sontak menjadi terkenal dan sakti karena punya batu ajaib. Maka orang pun berbondong-bondong ke rumahnya minta celupan air dari batu ajaibnya itu. Ponari berubah kaya raya. Namun lama kelamaan, sosoknya dilupakan orang. Kemampuan menyembuhkan orang banyak yang tak terbukti.
Nah, bila hari ini ada kehebohan baru sejoli Ratu Agung Sejagat di Purworejo seharusnya tak perlu heran. Itu biasa saja, sebab di pedalaman Jawa hal ini sebenarnya sampai sekarang masih dikenal adanya karena banyak yang melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Aneka ramalan hingga hitung-hitungan hari keberuntungan ala 'kepala naga' menjadi hal lazim. Yang paling sering muncul adalah kabar tentang kemampuan menggandakan uang, mencari harta karun yang disembunyikan jin, hingga klaim bisa mencairkan harta karun emas batangan di era Presiden Sukarno yang tersimpan di Bank Swiss.
Alhasil, semua ini galibnya juga lucuan. Ini masih mending karena hingga kini belum muncul sekte agama baru lagi seperti "Childen Of God', Salamullah yang punya Lia Aminuddin, atau nabi baru yang diklaim oleh seorang pengurus olahraga di Jakarta, Ahmad Mosadek.
Lalu apa maksudnya fenomana ini semua? Jawabnya, ini mengingatkan kembali dari nasihat sejarawan Prof Sartono Kartodirjo. Bila fenomena Ratu Adil, Mesiah, juru selamat, orang sakti bermunculan itu pertanda ada penyakit sosial yang sedang tumbuh dan meluas. Lazimnya ini akan memulai munculnya sebuah persoalan besar atau kisruh. Dengan kata yang lebih ilmiah ini cermin dari munculnya frustasi sosial yang meluas dan akut.
Ingat ya, setiap kali muncul Ratu Adil dalam kepercayaan klasik Jawa, maka kelahirannya akan didahulu 'goro-goro' di mana alam masuk ke zaman serba terbalik: Kaliyuga. Ini artinya adanya hujan besar yang salah musim, ayam jantan berkokok malam-malam, hingga air sungai mengalir dari muara ke hulu.
Maka akankah terjadi bumi gonjang-ganjing dan 'langit kelap-kelip katon'! Semua berharap tidak. Dan tak peduli jendral atau kopral, darah itu memang merah, tapi bila sampai ke luar dan membuat luka, itu pasti menyakitkan!
Ohm... dok derodokdok. Mudah-mudahan 'dalang' tak buat lakon tragedi seperti Idrus dan Markonah itu? Kita rindu lucuan yang menyegarkan.