Senin 27 Aug 2012 19:06 WIB

Momentum Intervensi Kemanusiaan di Myanmar

Muslim Rohingya
Foto: nytimes
Muslim Rohingya

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Amir Fiqih al Qadafi

Tragedi pembantaian muslim Rohingya oleh pemerintah Myanmar, terus mendapat kecaman dari dunia international. Dunia mendesak untuk segera menghentikan tindakan biadab yang melanggar HAM tersebut. Tampaknya, keprihatinan ini akan terus mengalir deras jika Myanmar tetap saja ngotot  menyelesaikan masalah dengan jalan kekerasan.

Arakan adalah nama sebuah provinsi di negara Myanmar dan Rohingya adalah nama etnis yang tinggal di sana. saat ini, Rohingya sedang dilanda konflik berdarah berkepanjangan, tak pasti kapan akan berhenti.

Sungguh miris kedengarannya, ketika membaca media cetak dan elektronik. Di zaman yang seharusnya manusia sudah melakukan hal-hal yang lebih beradab, kenyataannya masih ada saja sekelompok manusia yang melakukan arogansi kepada kaum minoritasnya, hanya karena mereka berbeda dalam hal ras, agama, dan budaya. Yang lebih memalukan lagi, suatu negara bertindak semena-mena terhadap warganya.

Dari berita yang kami liput, konflik bermula dari pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis Budha oleh tiga pemuda muslim. Insiden Pemerkosaan dan Pembunuhan terjadi dalam perjalanan menuju rumah dari tempat bekerja sebagai tukang jahit, Ma Thida Htwe, seorang gadis Buddha berumur 27 tahun, ditikam sampai mati oleh orang tak dikenal (muslim). Lokasi kejadian adalah di hutan bakau dekat pohon alba di samping jalan menuju Kyaukhtayan pada tanggal 28 Mei 2012 pukul 17:15. (surat kabar The New Light of Myanmar edisi 4 Juni 2012).

Tak terima dengan pembunuhan tersebut, warga yang beragama Budha membalas dengan membunuh 10 orang muslim peziarah yang ada dalam sebuah bus di Taunggup dalam perjalanan dari Sandoway ke Rangoon pada tanggal 4 Juni. Konflik ini terus meluas dan menjadi pemicu tindak kekerasan dan pembantaian terhadap Rohingya oleh pemerintah Myanmar.

Di samping itu pula, Rohingya tidak mendapat pengakuan oleh pemerintah setempat. Ini diperkuat dari pengakuan Presiden Myanmar Thein Sein pada 27 Juni, dilansir dari Press TV, bahwa Muslim Rohingya harus diusir dari Myanmar. Pemerintah Myanmar tidak mengakui Muslim Rohingya dan menyebut mereka sebagai imigran illegal.

Ia juga mengatakan, sebaiknya Muslim Rohingya dikirim ke kamp pengungsi yang dikelola PBB. Mantan Jenderal Junta tersebut mengatakan, bahwa satu-satunya solusi untuk mengatasi konflik Muslim dan Buddha di Myanmar adalah dengan mengirim Muslim Rohingya ke luar Myanmar. Ia meminta Muslim Rohingya dikirim ke kamp pengungsi yang dikelola United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). (Dikutip dari www.republika.co.id tanggal 13 Juli 2012).

Kondisi Muslim Rohingnya semakin mengkhawatirkan karena dunia tidak mempedulikannya. Bangladesh sendiri tidak bersedia menampung mereka dengan alasan tidak mampu. Sehingga banyak pengungsi Rohingya ke Bangladesh dipulangkan kembali begitu tiba di Bangladesh. Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, menyatakan negaranya tidak ingin ikut campur soal nasib pengungsi Rohingya. (dikutip www.ceritamu.com tanggal 29 Juli 2012).

Dari berbagai berita, sampai saat ini sejak insiden tersebut, sudah terjadi tragedi pembantaian etnis Rohingya lebih dari 6000 orang meski mereka telah tinggal di negara itu selama beberapa generasi.

Apapun alasannya, tindakan pembantaian dan penindasan tersebut tidak dapat dibenarkan. penggunaan kekerasan yang mematikan terhadap warga sipil tak bersenjata merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity). Intervensi kemanusiaan harus digalakkan. Ini bukan lagi karena agama tapi karena rasa kemanusiaan. Maka, hal mendesak yang harus diteriakkan kepada pemerintah Myanmar adalah; pertama, menghentikan tindakan brutal Myanmar terhadap etnis Rohingya yang berupa kekerasan dan penindasan.

Kedua, memberikan jaminan keamanan dan kewarganegaraan tetap kepada etnis Rohingya yang diperlakukan secara diskriminatif. Ketiga, mendorong Pemerintah Myanmar membuka kebijakan politik menerima Rohingya sebagai warga negara di sana. Sebab mereka sudah puluhan tahun tinggal di sana, hampir dua generasi, dan berjumlah puluhan juta jiwa.

Untuk memuluskan tiga tujuan di atas, ASEAN harus menjadi mediator untuk menengahi konflik tersebut. Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (Asean) harus berani bersikap tegas terhadap Myanmar dengan cara menegur, memberikan tekanan politik atau ekonomi, bahkan jika perlu mengultimatum "mengeluarkan" Myanmar dari keanggotaan ASEAN jika Myanmar tak bisa meredam konflik intern tersebut.   

Sehingga, sebagai implikasi dari kebijakan politik di atas, tak ada lagi pendiskriminasian etnis minoritas. Muslim Rohingya bisa hidup layak seperti yang lainnya, bisa berintegrasi dengan sesama dan kisah panjang penderitaan konflik berdarah ini segera berakhir.

Penulis: Amir Fiqih al Qadafi

(Mahasiswa Fakultas Syari'ah wal Qanun Universitas al-Ahgaff Yaman. Aktivis Departeman Pendidikan & Dakwah DPP PPI Yaman0

sumber : PPI
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement