Senin 29 Aug 2016 14:00 WIB

BINCANG BISNIS- dr Yanwar Hadiyanto, Chief Excutive Officer RSPI Group: Yang Penting Target Proses

Red:

Indonesia sudah merdeka 71 tahun. Banyak fase yang telah dilewati, termasuk reformasi. Terkait dengan bidang kesehatan, apa saja kemajuan Indonesia yang sudah dirasakan? Bila dilihat dari kualitas kesehatan masyarakat, bisa dibilang semakin baik.

Fasilitas kesehatan juga semakin banyak, terutama setelah pemberlakuan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada era Presiden Joko Widodo. Adanya BPJS, kesehatan rakyat terjamin dan diharapkan masyarakat semakin produktif.

Namun, tidak semua rumah sakit menerima pasien BPJS, satu di antaranya, Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI). Meskipun belum menerima pasien BPJS, RSPI mengatakan, terus berupaya meningkatkan kualitas untuk bisa bersaing di dunia internasional, sekaligus membantu pemerintah dalam mengurangi devisa negara dari health tourism ke negara lain.

Lalu, langkah apa yang dilakukan oleh RSPI? Berikut petikan wawancara dengan Chief Excutive Officer RSPI Group, dr Yanwar Hadiyanto, dengan wartawan Republika Dian Fath Risalah di kantornya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

***

Menurut Anda, bagaimana kepedulian masyarakat dengan kesehatan?

Saat ini masyarakat banyak yang sudah peduli dengan kesehatan. Mereka sudah sadar kesehatan itu mahal. Tapi, dikhawatirkan dengan pelayanan BPJS yang gratis justru malah santai, take it for granted, meskipun tidak ada juga orang yang senang bila sakit.

Masalahnya, bagaimana caranya masyarakat memiliki kesadaran dan kebiasaan untuk preventif, itu adalah hal yang penting. Yang paling sering ditemui adalah masih ada ketakutan masyarakat untuk mendeteksi penyakit di dalam tubuhnya, salah satu contoh adalah deteksi dini kanker, terutama kanker payudara dan kanker serviks untuk wanita.

Sangat sulit untuk menyadarkan para wanita untuk melakukan pemeriksaan kanker payudara, mengingat angka prevelensinya tinggi. Kalau tahu angkanya, kita pasti akan takut. Nah, kebanyakan orang justru takut ketahuan, padahal sudah tahu dan merasa ada yang aneh pada tubuhnya, tapi takut ketahuan.

Padahal, kanker payudara sampai titik tertentu masih bisa untuk disembuhkan, sintasnya bisa panjang. Jadi, lebih baik ketahuan daripada tidak tahu. Untuk laki-laki, biasanya kanker paru dan diabetes, kemudian untuk penyakit umum untuk wanita dan laki-laki itu diabetes, stroke, dan sakit jantung yang memang menjadi pekerjaan rumah.

Mungkin, masyarakat harus lebih waspada, bagaimana mencegah hal tersebut dan yang penting kebiasaan yang berubah. Sekarang orang sudah banyak yang makin takut bila tidak menjaga kesehatan, terutama mereka yang berlatar belakang pendidikan tinggi. Mereka justru memiliki kesadaran mencari pengobatan dini, apalagi sekarang akses mudah dengan BPJS, saya rasa sangat baik juga.

Bagaimana Anda melihat adanya peralihan pelayanan kesehatan dari kuratif ke preventif?

Sejauh ini, kami memang melakukan hal tersebut. Sekarang kami terus melakukan edukasi kepada pasien, apa saja standar yang penting untuk dipantau. Untuk ke depan, rumah sakit yang terakreditasi, memang harus melakukan edukasi preventif, seperti aktif juga untuk penyuluhan langsung ke pasien, seminar, dan lainnya.

Prinsipnya seperti itu. Kalau untuk bisnis model pelayanan preventif di RSPI masih belum jadi hal yang utama. Karena, edukasi pasien bisa dilakukan dari seminar dan lainnya. Dalam praktik, dokter juga berikan edukasi ke pasien.

Bagaimana RSPI melihat pelayanan BPJS?

Untuk BPJS, RSPI masih belajar. Kalau untuk bergabung pun kami rasa masih banyak persiapan yang harus disiapkan. Karena saya khawatir bila memang kami melayani pasien BPJS, justru kapasitas dari RS kami tidak memungkinkan. Lagipula, sudah banyak RS yang melayani BPJS yang pastinya sudah sangat membantu.

Kalaupun nanti harus terjun, kami juga akan belajar dan mempersiapkannya secara matang. Misalnya, dengan mendirikan RS lain yang lokasinya berdekatan, itu yang sedang kami pikirkan.

Bagaimana Anda melihat perkembangan RS di Tanah Air?

Rumah sakit di Tanah Air, saya rasa semakin baik dalam segi kualitas, dalam hal jumlah juga semakin banyak, sehingga memudahkan akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Meskipun begitu, tidak bisa dimungkiri di beberapa daerah masih ada yang kurang baik dari segi fasilitas ataupun kapasitas RS.

Tapi, beberapa tahun ini bisa dibilang sudah semakin baik, baik itu RS swasta maupun RS pemerintah. Kalau melihat untuk kualitas saya rasa meningkat dengan pesat, karena sekarang banyak RS yang terakreditasi.

Akreditasi kan salah satu cara menjaga kualitas RS, antusiasme RS, baik di DKI Jakarta maupun daerah, sangat tinggi untuk mencapai akreditasi. Sehingga mereka terus berlomba memberikan pelayanan yang terbaik.

Bagaimana untuk kualitas dan mutu RS di Indonesia?

Kalau bicara mutu itu tak pernah ada habisnya, kita harus terus berpikir bagaimana bisa lebih baik lagi. Dalam beroperasi, RS sangat kompleks dalam hal mutu dan RS harus terus-menerus meningkatkan mutu. Salah satu contoh, yakni angka kejadian pasien yang jatuh, bisa dibilang kasus pasien jatuh itu selalu ada.

RS pun harus memberikan edukasi ke pasien jatuh saat menjalani perawatan, seperti memberi tahu mereka bahwa sedang dipengaruhi obat yang mengantuk. Cara-cara seperti itu kami lakukan untuk peningkatan keamanan. Dalam hal lain, sekarang tantangan juga masih banyak, seperti waktu tunggu yang panjang dan pastinya dikeluhkan masyarakat, terutama di RS BPJS.

Semoga dengan akses RS yang semakin banyak maka waktu tunggu akan bisa teratasi. Jadi, untuk mencapai mutu dan kualitas yang baik, RS harus menjaga keseimbangan yang berimbang. Saat ini sudah lebih baik dan harus akan lebih baik lagi.

Bila dibandingkan RS di luar negeri?

Kalau membuat perbandingan dengan negara lain, dari jumlah RS yang terakreditasi secara internasional, Indonesia sudah memiliki banyak RS dengan standar internasional. Kemudian, untuk mengadopsi teknologi, jangan salah lho. RS di Indonesia sudah banyak yang memiliki teknologi yang sangat canggih.

Bahkan di RSPI, contohnya, sudah memiliki teknologi MRI scan, yang bisa dibilang pertama di Asia Tenggara dan kita bukan pengikut. Kita ini terus mengejar dan bisa dibilang juga tidak ketinggalan jauh, sehingga menurut saya seimbang.

Nah, untuk sisi yang paling penting adalah kepuasan masyarakat, terkait pelayanan kesehatan yang merupakan parameter paling penting dan sangat berhubungan erat, dengan biaya yang harus dikeluarkan. Kebanyakan masyarakat menginginkan harga murah, bahkan gratis, dengan pelayanan yang sangat bagus. Padahal, kalau kita tengok negara tetangga yang sudah maju, pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak sepenuhnya gratis. Adapun yang gratis itu untuk para veteran.

Apalagi, kebanyakan negara tersebut sudah sangat maju, penduduknya sedikit dan perekonomiannya cukup kuat. Sehingga, menurut saya, langkah BPJS dari pemerintah ini merupakan satu langkah yang besar sekali. Pasien tidak boleh membayar tambahan, itu merupakan fasilitas yang luar biasa. Masyarakat saat ini juga jangan menaruh ekspetasi berlebihan dan tetap harus sabar. Karena bila ditata dengan baik, pasti akan jadi lebih baik dan saya yakin Indonesia bisa menuju ke pencapaian tersebut.

Untuk industri farmasi, bagaimana hubungan dan kaitannya dengan industri kesehatan?

Kami memang berpartner dengan industri farmasi. Kami juga punya akses dengan industri yang memang memiliki kualitas obat yang baik. Industri farmasi punya tanggung jawab memberikan kualitas yang terbaik sampai di tangan kami, bukan hanya yang baik keluar dari pabrik.

Akan tetapi, mereka juga harus memastikan obat bisa sampai tanpa adanya cacat saat akan digunakan. Sejauh ini, industri farmasi berkembang cukup besar. Opsi obat di Indonesia pun banyak dan tidak pernah kekurangan, selalu ada pilihan lain. Sampai saat ini, kerja sama RSPI dengan perusahaan farmasi masih sangat baik.

Apa kelebihan dari RSPI?

Kami memiliki 250 tenaga spesialis dan lebih dari 100 konsultan yang satu level di atas spesialis, jadi sudah sangat spesifik. Kami juga memiliki konsultan cukup lengkap. Untuk keperawatan sumber daya manusia, kami cukup kuat. Kami juga terus mengembangkan keperawatan, salah satunya dengan mengejar target perawat dengan gelar sarjana dan pascasarjana.

Kami memiliki program dalam setahun mencetak 30 sarjana perawat baru, itu yang diupayakan RSPI dalam program beasiswa. Tak hanya di manajemen kami fokusnya, tapi fokus utama kami itu justru di perawat, bagaimana perawat kritis bisa memberikan informasi dan pelayanan terbaik, menjadi partner dokter yang saling melengkapi.

Kelebihan RSPI lagi secara maksimal adalah bagaimana bisa mengadopsi teknologi, secara cepat dan tepat guna. Apa gunanya bila satu program software yang sudah sangat canggih, tapi tidak ada SDM yang bisa menggunakannya. Kami berusaha melakukan peningkatan teknologi, menggeneralisasi RS yang memperbanyak proses manual menjadi elektronik, untuk mempercepat alur proses dan pasti lebih akurat, dan para penggunanya juga dapat memanfaatkannya lebih optimal. Meskipun masih banyak yang lebih suka ke yang tradisional.

Kami juga memiliki CT scan tercanggih dengan teknologi terakhir. Kami punya significant MRI 3 Tesla silent operation, dan merupakan teknologi terkini yang bisa mengolah diagnostik. Kami juga berusaha bagaimana caranya agar SDM bisa mengadopsi dengan cepat teknologi, itu upaya meningkatkan secara mutu.

Selain itu, kami juga secara terbuka dan mengharapkan keluhan serta saran dari pasien. Kami selalu meminta masukan dari pasien. Kami meminta secara pro-aktif meminta umpan balik level kepercayaan dan kepuasan pasien. Dari call centre sampai parkir dan makanan, ada sekitar 40 item yang kami tanyakan dan nantinya, kami menganalisis serta mencari peluang untuk merealisasikannya.

Karena tidak semua bisa diwujudkan secara cepat jadi kami memilah. Feedback pasien merupakan senjata paling penting bagi kami, untuk memberikan kepuasan kepada pasien RSPI. Kemudian, fasilitas, dari anak-anak, ibu hamil, dewasa hingga usia lanjut, range itu semua ada. Boleh dikatakan, health care realized situation atau problem semua itu ada. Kami ini RS umum, kami tak merawat pasien berbulan-bulan. Kami berupaya bisa melayani hampir semua keluhan pasien yang kami layani.

Dalam setahun berapa banyak pasien yang ditangani RSPI?

Dari dua RS di bawah naungan RSPI Group, yaitu RSPI dan RSPI Puri melayani lebih dari 450 ribu pasien rawat jalan. Komposisi dengan banyak spesialis 400 dari dua rumah sakit. Kami kan juga ada 59 klinik tersebar semua.

Untuk pendapatannya?

Kami tidak pernah tumbuh kurang dari double digit, tapi angka pasti saya belum bisa kasih tahu karena nanti kan ada waktu diumumkan di publik. Tapi, kalau bila dilihat dari persentasinya, tahun lalu cukup baik, yaitu 19 persen dan itu dari volume bukan harga.

Sektornya pun macam-macam, ada yang dari rawat inap, rawat jalan. Emergency kami juga meningkat tajam dari tahun ke tahun volumenya. Kami juga sedang berencana untuk merenovasi dan memperluas pelayanan di ruangan emergency, selain memperbanyak dan meningkatkan kualitas SDM-nya.

Target yang ingin dicapai RSPI?

Target kami itu bukan dari berapa banyak pasien walaupun dari manajemen, harus ada angka. Paling penting target dalam proses yang harus dicapai, karena volume dan revenue akan datang sendirinya. Proses yang dicapai itu, seperti pembacaan hasil laboratorium yang lebih cepat, akurat, dan nyaman. Target bisnis operasional yang kami pantau terus-menerus.

Target revenue dan volume terlampaui kalau target bisnis proses tercapai. Kami juga akan hadir di RS Bintaro Jaya. Hal itu salah satu cara menghadirkan akses dan memberikan satu opsi kepada masyarakat, karena bisa dibilang banyak pasien kami yang tinggal di daerah Bintaro dan sekitarnya.

Kami melihat kapasitas RS di sana sudah terlalu penuh. Kami berusaha hadir dengan spesialis yang cukup lengkap. Harapannya, bisa memberikan nilai tambah bagi masyarakat dalam hal kesehatan.

Harapan RSPI untuk pelayanan kesehatan di Indonesia?

Saya melihat dan berharap kepercayaan masyarakat makin meningkat. Masyarakat bisa melihat hal yang makin positif. Masyarakat bisa bijak, melihat dari berbagai aspek, memberi kesempatan kepada industri kesehatan untuk bisa lebih baik.

Sudah banyak RS yang advance, baik RSPI maupun RS apa saja. Semua ingin agar masyarakat percaya. Di samping kepercayaan itu, memang tidak bisa didapatkan cuma-cuma karena harus ada upaya juga yang dilakukan.

Semoga, RSPI bisa menjadi pilihan RS bagi masyarakat. Keberadaan RSPI juga bisa mencegah pengeluaran devisa negara. Dana berobat ke luar negeri sangat besar walaupun pasien kecil. Saat ini, saya lihat misal di Singapura, penurunan health tourism. Artinya, RS di Indonesia makin bisa dipercaya. Kami juga ingin terus menjadi pilihan utama, dan terus berkembang membawa nama harum kesehatan indonesia, dengan memberikan fasilitas kesehatan terbaik.    ed: Mansyur Faqih

***

Dari Dokter Jadi Tukang Kayu

Selalu belajar dan mencoba hal yang baru, menjadi prinsip hidup dari dr Yanwar Hadiyanto, chief executive officer (CEO) Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) Group. Di sela-sela kesibukannya mencetak pertumbuhan double digit RSPI, bapak satu anak ini memiliki hobi yang sangat bertolak belakang dengan profesi yang digelutinya.

"Kebetulan sudah dua tahun ini saya lagi hobi create something, membuat sesuatu benda yang berbeda. Kebetulan media yang saya pakai adalah kayu dan besi," tutur Yanwar kepada Republika di Jakarta, belum lama ini.

Setiap akhir pekan, ia menggunakan garasi rumahnya untuk membuat berbagai barang, seperti meja, rak, sampai beberapa kotak kecil untuk menyimpan barang. "Yang saya buat dari hobi saya ini macam-macam, mulai dari yang kecil sampai yang besar. Perlengkapan pertukangan saya pun sangat lengkap setelah saya kumpulkan sedikit demi sedikit," kata Yanwar.

Awalnya, sambung dia, hobi membuat perlengkapan dari kayu dan besi ini tidak sengaja digeluti setelah ketertarikannya, melihat berbagai macam furnitur unik di internet.

"Awalnya, saya mulai sendiri iseng cari di internet. Saya suka melihat barang di luar negeri, tapi tidak ada di Indonesia. Makanya, saya coba-coba cari di internet, bagaimana cara membuatnya, ya bisa dibilang nyontek ya di internet. Karena tidak ada sesuatu hal yang tidak bisa dicari di internet," ujarnya sambil tertawa.

Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta itu mengungkapkan, dalam menjalankan hobinya sering kali mengalami kegagalan. Mulai dari bentuk benda yang tidak sesuai sampai proporsi atau warna yang sangat jauh berbeda, dengan apa yang ingin dibuat.

"Nah, dari situ saya belajar, bahwa tidak boleh putus asa berhenti belajar dan tidak pernah malu untuk belajar. Saya belajar dari siapa pun dan dari mana saja. Jika tidak begitu, saya akan sulit berkembang," ucapnya.

Ia pun tidak malu untuk terus mencari tahu, mencari masukan, dan terus berusaha agar karyanya bisa memiliki proporsi, warna, dan fungsi seperti yang diinginkan. "Tantangan yang selalu saya buat adalah bagaimana caranya hasil yang saya buat harus seperti beli dan fabrikasi, dan saya terus belajar untuk bisa mendapatkan hal tersebut."

Rencananya, setelah pindah ke rumah baru, dia akan membuat satu ruangan workshop untuk menyalurkan hobinya. Oleh Dian Fath Risalah, ed: Mansyur Faqih

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement