JAKARTA — Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) diminta semakin mendorong penelitian dan pengembangan (litbang) energi baru terbarukan (EBT). Tujuannya untuk memastikan tercapainya target bauran 23 persen EBT pada 2025.
"Pemerintah berupaya memenuhi target pemenuhan listrik 35 ribu megawatt. Tugas kami ada di riset dan pengembangan agar bisa mendorong, khususnya pengembangan teknologi energi baru terbarukan dan memenuhi target bauran 23 persen," kata Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir di Jakarta, Senin (9/1).
Target bauran EBT belum tercapai dengan baik. Sebab, pada 2015 diketahui bauran EBT baru mencapai lima persen. Sedangkan, pada 2016 baru tercapai sekitar tujuh persen.
Pihaknya mendapat tugas untuk mendorong litbang teknologi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTPB) atau geotermal. Bersama dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), pihaknya telah membuat pusat kajian geotermal. Hasilnya mampu mengembangkan 60 persen tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk teknologi atau suku cadang PLTPB. "Harapannya bisa semakin meningkat menjadi 80 persen dalam waktu dekat," katanya.
Teknologi EBT kedua yang perlu didorong pengembangannya adalah untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Tidak hanya persoalan memproduksi, tetapi juga penyimpanan energi sel surya. Adapun yang ingin dikembangkan adalah bagaimana energi yang dihasilkan oleh sel surya di rumah-rumah dapat terkumpul dengan sistem on grade PT PLN (Persero). Pada malam hari rumah tangga dapat membelinya kembali.
Cara ini bermanfaat untuk menghindari mahalnya penyimpanan energi dengan sistem off grade. Setiap sel surya harus tersimpan di baterai.
Litbang ketiga yang akan dilakukan, menurut Nasir, adalah pengembangan pembangkit listrik tenaga gelombang laut. Rencananya akan dikembangkan bersama Belanda di Adonara, NTT, dan dengan Jerman di Maluku. "Kami akan riset bersama di sana. Jika teknologinya sudah dapat dikembangkan sendiri, maka nanti bersama BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) kita coba terapkan. Kita coba produksi turbinnya," ujar Nasir.
Nasir mengatakan, perguruan tinggi dapat berperan aktif untuk membuat terobosan terkait pemanfaatan energi terbarukan. Jika ada teknologi yang bisa menyerap energi terbarukan dalam skala besar, diyakininya akan menghadirkan perubahan besar. Masyarakat nantinya tak lagi bergantung pada energi yang berasal dari fosil.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi PKS, Rofi Munawar, mengatakan, energi terbarukan layak menjadi tulang punggung sektor energi nasional. Sebab, ketergantungan terhadap energi fosil, seperti minyak dan gas bumi masih rentan memengaruhi kualitas anggaran negara.
Rofi menjelaskan, tercatat tunggakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor energi sampai dengan 2016 sudah mencapai Rp 13,1 triliun. Dari tunggakan tersebut, di antaranya untuk sektor minyak dan gas bumi sebesar Rp 4,4 triliun atau setara 336,17 juta dolar Amerika Serikat.
Jumlah tersebut, lanjutnya, berasal dari temuan 143 kontraktor kontrak kerja sama (KKS) yang belum melunasi sisa kewajiban keuangan pada 30 wilayah kerja. antara, ed: Erdy Nasrul