JAKARTA — Kinerja perusahaan efek dinilai membutuhkan standar operasional agar dapat bersaing dengan perusahaan serupa di tingkat regional jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Tidak adanya standar operasional membuat komisi minimal (minimum fee) perusahaan efek tidak menentu. Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) mencatat komisi minimal perusahaan efek pada 2005 mencapai 0,35 persen. Namun, sejumlah perusahaan efek saat ini hanya menerima komisi di bawah 0,15 persen.
Koordinator Komite Ketua Umum APEI Susy Meilina mengungkapkan bahwa komisi untuk tenaga pemasaran (sales) saat ini bahkan lebih besar dibandingkan yang diterima perusahaan efek. Karena itu, pihaknya mengusulkan adanya standar komisi minimal kepada regulator.
"Dalam waktu dekat akan selesai dan akan dipresentasikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tapi, tampaknya aturan soal itu tidak akan keluar tahun ini," kata Susy di Jakarta, Kamis (2/10).
Komisi minimal tersebut dinilai menjadi faktor penting karena berkaitan dengan biaya operasional perusahaan efek. Untuk menghadapi MEA, Susy mengatakan bahwa standardisasi operasional dibutuhkan agar perusahaan efek bisa bergerak lintas ASEAN.
Selain itu, tingkat literasi keuangan masyarakat pun dinilai perlu ditingkatkan agar perusahaan efek mampu meningkatkan pendapatan dari pasar domestik. Hal ini mengingat hanya 0,16 persen atau 330 ribu dari 250 juta penduduk Indonesia yang menjadi investor.
Susy mengungkapkan bahwa APEI ingin sosialisasi hingga ke akar rumput agar stigma pasar modal yang mahal dan sulit bisa hilang. Dengan itu, masyarakat diharapkan mau berinvestasi.
"Kalau disampaikan bagaimana mudah dan murah buka akun dan akan ada sales-nya, kemauan untuk masuk pasar modal jadi tumbuh," ujar Susy.
Kepala Departemen Pengawas Pasar Modal 2A OJK Fakhri Hilmi mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menggodok sejumlah aturan untuk operasional perusahaan efek. Salah satunya mengenai perizinan tenaga pemasaran. "Jumlah sales yang masih kurang perlu ditambah untuk mendorong peningkatan jumlah investor. Sehingga, pemasaran perusahaan efek bisa lebih jauh," katanya.
Selain itu, OJK tengah membahas peraturan mengenai penyelesaian perselisihan dalam berinvestasi di perusahaan efek. Dalam aturan itu juga mencakup penawaran reksa dana yang diutamakan untuk pasar domestik sebelum dijual ke investor asing. Fakhri mengatakan bahwa prioritas pasar domestik tersebut merupakan kesepakatan teknis untuk pasar modal lintas negara di ASEAN.
Paket regulasi tersebut ditarget dapat meningkatkan jumlah investor domestik. Saat ini, Fakhri mengungkapkan bahwa investor domestik telah mendominasi di Indonesia. Namun, nilai investasinya kalah dengan investor institusi. rep:fuji pratiwi ed: nur aini