REPUBLIKA.CO.ID, Talina Anindita (21 tahun) mengisi hari-harinya dengan aktivitas segudang. Kuliah, mengerjakan tugas, sampai membaca materi perkuliahan. Untuk menyelesaikan tugas-tugasnya, perempuan yang biasa disapa Talina itu mengandalkan beragam gadget miliknya. Lihat saja aneka peranti canggih yang menyertainya; komputer, laptop, smartphone BlackBerry dan Android, hingga yang terbaru adalah gear fit atau jam tangan pintar.
Berkat internet serta gadget pendukung untuk mengakses jaringan tersebut, ia semakin mudah menambah wawasan. Tak jarang, segala sesuatu bisa dikerjakan dengan cepat melalui bantuan teknologi itu.
Seperti saat dia harus mengerjakan tugas. "Kalau dulu secara manual harus lihat lewat buku, cari halaman per halaman. Ini bikin lama dan membuat sulit mengerjakan tepat waktu karena sekarang tugas-tugas yang diberikan seperti saat kuliah ini menuntut kita untuk cepat," ujar mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri di Bandung itu.
Bagi Talina, tak terbayang betapa merepotkannya bila tidak ada internet serta gadget berteknologi tinggi seperti saat ini. Tidak hanya dalam mengerjakan tugas, komunikasi dengan orang-orang pun dipastikan sulit dilakukan. Untuk Talina atau para anak muda saat ini, lebih baik ketinggalan dompet daripada tertinggal smartphone. Bisa dibilang, inilah ciri generasi Y.
Di era teknologi saat ini, istilah generasi Y diberikan untuk generasi yang lahir pada 1980-an hingga awal 2000. Berasal dari sebuah penelitian, terdapat tiga kelompok generasi yang sering disebutkan.
Pertama adalah generasi X, yaitu orang-orang yang terlahir pada 1960 hingga 1979. Nama generasi Y diberikan untuk mereka yang masuk dalam rentang usia 15-34 tahun. Terakhir, disebutkan generasi Z sebagai penerus dari generasi Y.
Sebagai kelompok yang mendominasi usia produktif saat ini, generasi Y disebut sebagai kumpulan orang-orang andal dengan kreativitas mereka yang tinggi. Tidak sedikit dari mereka yang membuat kejutan dengan menyalurkan ide-ide kreatif di tempat bekerja, maupun sejak masih bersekolah
Mereka pun disebut akrab dengan kemudahan teknologi. Tumbuh di era teknologi informasi, generasi Y tumbuh dewasa dengan kehadiran internet. Jaringan komputer yang terhubung dengan menggunakan standar sistem global transmission control protocol ini memungkinkan penggunanya mengakses hampir seluruh informasi yang dibutuhkan hanya dalam hitungan detik. Internet juga digunakan sebagai media komunikasi dengan surat elektronik atau e-mail sebagai fasilitas berkomunikasi yang paling sering digunakan.
Ribka Caroline juga mengakui soal itu. Perempuan berusia 23 tahun yang telah bekerja di sebuah perusahaan advertising di Jakarta ini malah menilai, dengan teknologi, orang-orang di zaman ini dapat lebih berhemat. Ribka mencontohkan, seperti dalam mencetak foto yang dulunya membutuhkan banyak rol film untuk melakukannya.
Dalam menulis, saat ini kita juga sudah terbantu dengan adanya aplikasi Word di dalam komputer maupun laptop. Ini memudahkan orang-orang untuk merapikan tulisan, sehingga tidak perlu menghabiskan banyak kertas seperti saat dahulu ketika masih menggunakan mesin tik.
Sayangnya, tumbuh dan berkembang di era teknologi canggih saat ini tak sedikit membuat generasi Y mejadi sosok yang malas. Banyak dari mereka yang sering kali tak sabar menjalani proses. Karena lahir di era perkembangan teknologi informasi seperti sekarang, tak jarang generasi Y sangat bergantung dengan hal ini. Terlebih, tuntutan berbagai kebutuhan secara cepat semakin membuat orang-orang menyiasatinya dengan alat yang diciptakan dari perkembangan teknologi.
"Salah satu hal yang disayangkan dari generasi Y adalah mereka yang cenderung tidak menghargai suatu proses perubahan. Segala sesuatu ingin dinikmati hasilnya secara cepat. Beda dengan generasi sebelumnya yang pernah merasakan sulitnya hidup," ujar Kassandra Putranto, seorang psikolog klinis.
Perilaku minus generasi Y, seperti tidak mandiri, malas, mudah menyerah, dan menginginkan segala sesuatu terjadi secara instan adalah beberapa hal yang terlihat.
Bahkan, lebih buruknya adalah interaksi sosial yang berkurang intensitasnya secara langsung akibat kemajuan teknologi komunikasi memengaruhi sikap mereka. Hal ini, seperti sikap cuek dan tidak peduli dengan sesama. Banyak orang, terutama dari generasi Y yang bersikap indivualis dan mengacuhkan lingkungan sekitar.
Kassandra mengatakan, perubahan zaman tidak dimungkiri mengubah sudut pandang dan sikap tiap generasi. Namun, segala sifat buruk dari kemajuan teknologi bisa dicegah dengan menanamkan nilai-nilai kehidupan yang positif.
"Semua dimulai dari keluarga. Nilai-nilai kehidupan yang positif bisa diajarkan sejak dini, termasuk untuk generasi Y," ujar Kassandra. Dalam mengembangkan karakteristik positif yang ada pada diri generasi Y yang terkenal dengan daya kreativitas tinggi karena bantuan teknologi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Di antaranya, dengan terus memperluas wawasan dengan banyak belajar.
"Karena, kreativitas harus diiringi dengan sikap intelektual. Jadi, mereka harus terus memperluas wawasan dan tidak lupa dengan norma yang mengikat di sekitarnya," tambah Kassandra.N c66 ed: endah hapsari
Ribka Caroline: Masih Bergantung Orang Tua
Tuntutan pekerjaan membuat Ribka Caroline (23 tahun) terus menggunakan teknologi canggih. Bahkan, lulusan dari salah satu perguruan tinggi swasta di Ibu Kota ini mengaku sudah semakin memanfaatkan kecanggihan teknologi sejak berada di bangku kuliah. Hal ini tidak lain karena bidang studi yang ia ambil di universitas adalah desain komunikasi visual (DKV).
Menurut Ribka, sapaan akrabnya, kemajuan teknologi membuat orang semakin mudah dan cepat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Terlebih, untuk Ribka yang bekerja di perusahaan advertising yang tidak sedikit mengandalkan berbagai teknologi untuk membuat desain iklan.
Saat kuliah pun, ia memang sudah terbiasa menggunakan aplikasi berupa software dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Hingga saat ini, tidak sedikit gadget yang telah ia miliki untuk menemani aktivitas sehari-hari, mulai dari smartphone, laptop, kamera profesional, dan kamera go pro.
"Teknologi memang benar-benar membantu kita di era dengan mobilitas tinggi seperti saat ini. Bahkan, tidak sedikit yang bisa mengembangkan minat dan bakat melalui hal ini," kata Ribka.
Perempuan kelahiran Jakarta, 23 Mei 1991, ini juga mengatakan, dengan bantuan teknologi, banyak lapangan kerja baru yang dapat tercipta. Diiringi dengan kreativitas, seseorang dengan modal kamera, misalnya, bisa membuka usaha di bidang fotografi.
Di sisi lain, Ribka juga mengakui, generasi Y seperti dia terbiasa dengan kehidupan nyaman, tanpa beban, dan akhirnya menjadi manja.
Ribka mengakui, meski sudah bekerja, ia tak sepenuhnya bisa lepas dari campur tangan kedua orang tuanya. Hal ini, di antaranya, dalam urusan finansial. Ia menuturkan, masih merasa perlu bergantung kepada orang tua.
"Aku merasa kita memang perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tapi, bukan berarti setelah kerja aku merasa benar-benar mandiri. Aku masih senang beberapa hal dibantu oleh orang tua, terutama dalam masalah keuangan," ujar Ribka.
Ia tak menampik, dibesarkan dalam keadaan berkecukupan oleh orang tua membuat dirinya memiliki rasa ingin bekerja secara keras. Bahkan, menabung untuk membeli sesuatu yang diinginkan dengan uang hasil kerjanya tidak terlalu sering ia lakukan. c66 ed: endah hapsari
Talina Anindita: Mudah Menyerah dan tidak Sabar
Berkat kecanggihan teknologi komunikasi saat ini, Talina Anindita mengaku sangat dimudahkan untuk urusan komunikasi. Bahkan, tak jarang juga membantunya dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan akademis.
"Seperti, saat kuliah yang tugasnya berkelompok. Karena tidak semua anggota bisa punya waktu yang pas untuk saling bertemu, kita bisa mengerjakannya dengan komunikasi melalui e-mail. Kalau sulit menjelaskan, kita lakukan melalui web cam," ungkap Talina. Sayangnya, kenyamanan ini justru memunculkan sifat buruk, seperti tidak sabar menjalani proses dan mudah menyerah.
Talina mengaku, merasa sering mudah menyerah dengan berbagai tantangan yang dialaminya selama ini. Baik itu dalam mengadapi masalah akademis, maupun kehidupan sehari-hari.
Ia menjelaskan, seperti saat terkendala dalam menjalani perkuliahannya. Tidak jarang, Talina mengeluhkan hal ini kepada siapa yang dikenalnya dengan baik. Bahkan, keputusan gegabah bisa ia ambil sebagai upaya untuk menyelesaikan permasalahannya.
"Kalau ada masalah, nggak jarang aku berpikir pendek untuk menyelesaikannya. Karena nggak mau lama-lama mengalami masalah, nggak jarang ternyata hal yang aku lakukan salah hanya karena aku nggak sabar," jelas Talina.