Amalia Prabowo (Atiqah Hasiholan) menghadapi tantangan lebih besar dalam mengasuh anak dibandingkan orang tua lain. Aqil (Sinyo), sang anak, menyandang disleksia sehingga sulit membaca dan menulis.
Latar belakang keluarga yang berpendidikan membuat Amalia tertekan karena butuh perjuangan ekstra membimbing Aqil meraih prestasi akademik. Terlebih lagi, Amalia adalah seorang single parent sehingga beban tanggung jawab pengasuhan anak ia emban sendiri.
Amalia dan Aqil pun berusaha mencari pencerahan dari masalah yang menerpa. Sempat putus asa, Amalia memutuskan melakukan perjalanan bersama Aqil dari Jakarta ke Yogyakarta. Amalia berharap, ia bisa mendapatkan pengobatan untuk anaknya lewat perjalanan itu.
Ternyata, Amalia dan Aqil justru akan mendapatkan sesuatu yang lebih dari sekadar pengobatan. Perjalanan itu pun menjadi sangat berarti dan menambah erat ikatan antara ibu dan anak itu.
Sutradara Agus Makkie berusaha menghadirkan kisah mengharukan itu lewat film Wonderful Life. Film yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Amalia Prabowo itu berusaha menyajikan kisah nyata yang mudah ditonton, baik orang tua maupun anak-anak. Agus mengakui, penulis skenario mengadaptasi kisah Amalia dan Aqil menjadi bentuk kisah yang bisa divisualisasikan dalam film.
Meski bukan film anak, film hasil produksi Visinema Pictures dan Creative and Co ini tetap bisa dinikmati anak-anak dan punya pesan kuat untuk orang dewasa. "Anak bisa mengerti masalah orang dewasa dan orang dewasa memahami masalah anak," kata Agus kepada Republika, beberapa waktu lalu.
Agus mengaku, proses syuting sudah usai dengan menggunakan lokasi Jakarta dan Yogyakarta. Saat ini, film pertama Agus masih dalam proses penyuntingan. Rencananya, Wonderful Life akan ditayangkan perdana di bioskop pada Agustus.
Agus mengaku, tak ada masalah yang begitu berarti dalam proses pengambilan gambar tersebut. Ia justru mengapresiasi kimiawi kuat antara Atiqah dan Sinyo dalam memerankan karakter masing-masing. Hal itu, menurutnya, sangat penting karena ia sangat mengutamakan kekuatan adegan ketimbang latar belakang gambar.
Agus mengaku, berusaha memvisualisasikan setiap adegan senatural mungkin. "Pemandangan dan lokasi biasa-biasa saja. Tidak muluk-muluk. Saya ingin film ini natural sehingga penonton merasa dekat," kata Agus.
Beda alur
Amalia mengaku, ada perbedaan alur cerita yang ditekankan antara film dan buku Wonderful Life. Ia mengatakan, di film justru banyak tergambar gejolak penolakan yang dialami Amalia. "Hal itu memang menarik. Kalau di kehidupan nyata, denial (penyangkalan) itu begitu kuat. Saya sempat putus asa dan dua tahun saya tidak berbicara dengan Aqil," kata Amalia.
Amalia mengaku sangat bangga karena kisahnya dengan Aqil bisa difilmkan. Ini karena ibunya pernah berpesan untuk menyebarkan kisah perjuangan menghadapi disleksia kepada seluruh orang tua lain. "Saya dan Aqil menerima disleksia sebagai rahmat. Kami kompak berteman dengan disleksia," kata Amalia.
Pendiri Creative and Co sekaligus produser film Wonderful Life, Handoko Hendroyono, langsung terpikat untuk mengangkat kisah itu ke layar lebar seusai melihat gambar Aqil. Dalam proses terapi disleksia, Aqil memang diarahkan untuk menggambar pola-pola tertentu. Akan tetapi, bakat Aqil justru tampak karena gambar-gambar yang dihasilkan unik. "Pertama kali lihat gambar Aqil, saya langsung jatuh cinta," kata Handoko.
Film tersebut pun akan dihiasi dengan berbagai karya Aqil. Hal itu serupa dengan buku yang ditulis Amalia yang juga menyertakan gambar-gambar goresan tangan Aqil.
Asisten produser, Rio Dewanto, mengaku, film Wonderful Life sengaja digarap agar bisa menumbuhkan penguatan pada seluruh orang tua, khususnya yang memiliki anak dengan disleksia. "Ada kisah perjalanan yang menyenangkan sehingga saya harap penonton tidak lupa dan lebih semangat menghadapi setiap masalah," kata Rio.
Pancaran energi positif dari film ini diharapkan bisa menular ke masyarakat seperti Aqil yang kini semakin memiliki kepercayaan diri tinggi. "Ya, rasanya seru dan keren kan. Anak umur segini sudah dibuatkan film," kata Aqil yang sekarang berusia 11 tahun itu. rep: Ahmad Fikri Noor, ed: Endah Hapsari