Sebelum menghadiri acara penganugerahan Tanda Kehormatan Republik Indonesia di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (13/8), Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi sempat memberikan keterangan soal PP Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang belakangan menuai pro dan kontra, khususnya terkait pasal legalisasi aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat perkosaan. Berikut petikan wawancara dengan Menteri Kesehatan.
Bagaimana tanggapan PP 61 khusus untuk perkosaan?
Itu harus dibuktikan. Dan harus ada waktunya, paling lama hanya boleh dilakukan dalam waktu 40 hari setelah hari pertama haid terakhir. Jadi, memang ada persyaratan-persyaratannya, bukan sembarangan. Dan ini amanah UU, jadi tidak perlu dikontroversikan.
Ikatan Dokter Indonesia menolak karena kehamilan pada dasarnya tidak boleh diaborsi?
Mungkin mereka (IDI) tidak baca ya, oleh karena PP-nya ini adalah amanah UU. Dan kedua-keduanya mengatakan aborsi dilarang. Kecuali untuk kedua kondisi itu (kedaruratan medis dan atau hamil akibat perkosaan). Inilah kedua kondisi ini diatur oleh karena masa lalu, bisa saja seorang perempuan diperkosa, lalu dia hamil, apakah dia harus terpaksa seumur hidup menanggung biaya anak ini yang merupakan akibat dari perkosaan, bukan?
Dan apakah anak ini nanti akan menderita seumur hidup karena dia diperlakukan tidak benar, baik oleh masyarakat sebagai 'anak haram' atau anak korban perkosaan. Jadi, ini harus dipertimbangkan. Di samping itu, tindakan tanpa konseling. Ini jelas sekali di dalam PP tersebut. Sebelum dilakukan tindakan aborsi, harus dilakukan konseling oleh tenaga yang terlatih. Sebelumnya pun harus dilakukan konseling. Oleh karena melakukan tindakan aborsi oleh seorang perempuan bukan tindakan yang ringan.
Tidakkah tindakan aborsi melanggar HAM?
Justru itu untuk melindungi hak asasi manusia (HAM) seorang perempuan yang diperkosa ataupun seorang perempuan dalam gawat darurat medis. Haknya dia dong untuk bisa hidup terus dengan suatu kondisi yang menyelamatkan jiwanya.
Aborsi masuk kategori membunuh?
Oh begini, ini juga ada dikatakan di situ, sesuai agama. Memang untuk, misalnya, agama Katolik, yang dianggap bayi sudah hidup itu sejak pembuahan, dan itu harus diberitahukan dalam konseling. Apakah wanita itu akan memilih yang mana dengan yang mana? Karena saya banyak terlibat dalam konseling dulu, ada wanita yang mengatakan, "Okelah kalau begitu saya pasrah, tapi anak saya dipelihara oleh panti asuhan." Apakah betul itu yang terbaik bagi anak itu? Dalam UU Perlindungan Anak juga dikatakan yang terbaik untuk anak maupun ibunya. Bayangkan seorang anak perempuan yang belum punya keluarga, hamil dicaci maki oleh seluruh masyarakat, dan setelah itu mengandung anak dan membesarkan anak.
Terkadang yang jadi perdebatan klaim seorang perempuan diperkosa?
Itu dia, maka saya katakan tadi di PP-nya diatur dan nanti ada Permenkesnya lagi bahwa bagaimana pelatihan untuk tenaga kesehatan supaya tenaga kesehatan betul menguasai bagaimana konselingnya. Di sini kita lakukan pemeriksaan expert (pakar). Jadi, expert itu harus ada tim ahlinya yang bisa menyatakan itu perkosaan.
Siapa yang susun PP selain Kemenkes?
Oh, banyak. Seluruh tim lintas sektor, saya juga nggak hafal siapa. Tetapi, itu memang tim teknisnya kan. Mungkin kebetulan yang ditanyakan tidak hadir karena bukan bidangnya. Akan tetapi, tim teknisnya, ahli hukumnya. Loh, itu makan waktu lima tahun pembahasannya, bukan main-main. UU-nya adalah UU 36/2009. Baru keluar PP-nya sekarang 2014. Jadi, betul-betul dibahas secara mendalam oleh seluruh unsur, termasuk MUI, tokoh-tokoh agama, dan sebagainya, pun kementerian/lembaga. Jadi, mungkin orang yang ditanyakan itu nggak hadir.
PP ini kapan efektif?
Efektif sejak diundangkan. rep: Muhammad iqbal ed: nur hasan murtiaji/andri saubani