Jokowi siap bekerja sama dengan MPR, DPR, dan DPD untuk rakyat.
JAKARTA -- Pertemuan presiden terpilih Joko Widodo dengan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) disambut positif banyak kalangan.
Pertemuan yang diyakini mencairkan ketegangan di antara presiden terpilih dan ketiga lembaga tinggi tersebut diharapkan dapat berlanjut.
Pengamat politik Universitas Airlangga, Haryadi, mengatakan, pertemuan Joko Widodo (Jokowi) dengan pimpinan parlemen diharapkan kembali dilaksanakan sebelum pelantikan Jokowi pada 20 Oktober. Hal tersebut agar sinergisitas antara pemerintah dan parlemen terus terjaga. Ini juga semakin mempertegas bahwa lembaga pemerintahan bukan hanya eksekutif.
"Tampaknya akan ada pertemuan lanjutan sebelum pelantikan. Jika memang ada pertemuan kelanjutan, ini kabar gembira.
Karena itu, menjadi penting untuk menata kedepannya," ujar Haryadi saat dihubungi Republika, Sabtu (11/10).
Haryadi menjelaskan, jika komunikasi seperti ini terus berlanjut, akan menjadi tradisi baru dalam politik, khususnya dalam rangka mengomunikasikan berbagai persoalan. Ia mengatakan, jika kesepakatan level tinggi terus berlanjut, relasi eksekutif dan legislatif akan lebih baik.
Haryadi membantah jika pertemuan yang dilakukan pada Jumat malam tersebut merupakan upaya rekonsiliasi. Ia menilai, komunikasi yang terjadi antar pimpinan elite ini sudah dimulai jauh sebelum pertemuan tersebut berlangsung. Hanya, komunikasi yang terjadi belum menemui titik temu.
Jokowi bertemu Ketua DPR Setya Novanto, Ketua MPR Zulkifli Hasan, dan Ketua DPD Irman Gusman di kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (10/10) malam, untuk menegaskan kesiapan bekerja sama dengan seluruh lembaga negara.
Ketua MPR Zulkifli Hasan menyatakan, kubu Koalisi Merah Putih (KMP) tak akan menjegal pelantikan presiden terpilih Jokowi. "Tak ada lagi isu penjegalan. Sampai 20 Oktober, kita jaga suasana sejuk, aman, dan damai sehingga dapat terlaksana pelantikan dengan khidmat," ujarnya usai pertemuan.
Menurut Zulkifli, lembaganya telah melakukan pertemuan dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membahas persiapan pelantikan. Selanjutnya, kata dia, pimpinan MPR akan bertandang ke kediaman Jokowi pada Senin (13/10) sore untuk mendiskusikan susunan acara pelantikan. Setelah itu, dilanjutkan dengan mengunjungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan agenda yang sama. "Kita akan buat yang terbaik karena ini wajah Indonesia yang akan disaksikan dunia. Tak ada kata lain kecuali sukses," kata politikus dari PAN tersebut.
Senada dengan Zulkifli, Jokowi juga mengatakan bahwa ia beserta seluruh pimpinan parlemen telah sepakat untuk bersama- sama bekerja demi kepentingan rakyat. Bahkan, Jokowi mengaku sudah berdiskusi mengenai program-program ke depan serta APBN 2015 bersama ketua DPR. "Saya pastikan semua sudah sambung, semua tidak ada masalah, tinggal kita bekerja," kata Jokowi.
Anggota DPD periode 2014- 2019, I Gede Pasek Suardika, mengatakan, DPD menyambut baik pertemuan itu. Ia menjelaskan, pertemuan tersebut menegaskan kepada masyarakat bahwa isu penjegalan pelantikan Jokowi tidak akan terjadi. "Dengan adanya pertemuan tersebut, terbantahkan isu-isu negatif. Ini bagus untuk masyarakat dan lembaga negara yang ada,'' ujar Gede Pasek.
Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mengatakan, tepat jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku kepala pemerintahan saat ini mengambil langkah untuk memastikan agenda pelantikan Jokowi-JK berjalan lancar.
"Sebagai negarawan yang percaya pada nilai demokrasi di mana kehendak rakyat lebih tinggi daripada kehendak elite, bisa di maklumi bila segala persiapan untuk kelancaran pelantikan menjadi prioritas dan agenda utama pemerintahan SBY," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (11/10).
Hikmahanto mengatakan, bila pelantikan berjalan lancar, Presiden SBY akan dikenang tidak hanya oleh publik Indonesia, tetapi juga masyarakat internasional sebagai presiden Indonesia yang memastikan transisi mulus (smooth transition) dari pemerintahan lama ke pemerintahan baru.
Namun, bila sebaliknya, Presiden SBY justru akan mendapat kecaman karena demokrasi tidak berjalan dengan baik.
Pada 20 Oktober, saat pelantikan berlangsung, tidak hanya mata rakyat Indonesia yang melihat, tetapi juga masyarakat dunia. Ini mengingat banyak negara mengakui keberhasilan demokrasi Indonesia pascareformasi.
rep:Halimatus Sa'diyah/antara/c83, ed: firkah fansuri