Senin 03 Nov 2014 13:00 WIB

Kenaikan Harga BBM Dihitung Tepat

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA — Hingga kini, besaran dan waktu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi belum diketahui. Pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hanya memastikan kenaikan harga BBM berdasarkan hitungan yang tepat. “Tentu (kenaikan harga) setelah segala sesuatunya dihitung dengan tepat,” kata Kepala Pusat Komunikasi Kementerian ESDM Saleh Abdurrahman, Ahad (2/11).

Saleh menegaskan, kenaikan harga BBM bersubsidi telah menjadi rencana pemerintah. Namun, Saleh mengakui, banyak aspek makro ekonomi yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan besaran kenaikan harga BBM bersubsidi. Saleh juga belum bisa mengonfirmasi informasi yang beredar pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 3.000 per liter pada November 2014.

November ini dinilai tepat bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Pemerintah dan Bank Indonesia harus bersinergi untuk mengatasi dampak kenaikan harga BBM di masyarakat. “November ini,” kata pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Muslimin Anwar, kemarin.

Menurut Muslimin, kenaikan harga Rp 3.000 per liter untuk solar dan Premium sudah tepat untuk memperbaiki defisit fiskal dan transaksi berjalan. Dia menerangkan, dengan adanya kenaikan tarif tersebut, penyelundupan dan penyelewengan BBM bersubsidi bisa ditekan. Selain itu, subsidi juga akan lebih tepat sasaran.

Muslimin berpandangan, kenaikan tarif BBM bersubsidi sebaiknya dilakukan langsung saja Rp 3.000 per liter. Artinya, tidak perlu dilakukan secara bertahap. Muslimin yakin, pemerintah telah memiliki strategi dan jalan terbaik pascaharga BBM subsidi dinaikkan. Dengan kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 3.000 per liter, Muslimin memperkirakan inflasi meningkat sekitar 3,5 persen.

Warga Ciputat, Tangerang Selatan, keberatan jika lonjakan harga BBM bersubsidi terlalu tinggi. Mereka berharap kenaikan yang terjadi masih dalam kisaran Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per liter. “Kalau kenaikan lebih dari 2.000, ya jelas beban hidup rakyat kecil kayak saya ini semakin bertambah,” kata Saadah (49), Ahad (2/11).

Menurut wanita yang biasa bekerja serabutan itu, bukan tidak mungkin ia tidak bisa makan setiap hari. Penyebabnya adalah kenaikan harga BBM yang memicu kenaikan harga kebutuhan sehari-hari.

Bagi Saadah, kenaikan upah minimum regional (UMR) pun belum tentu berpengaruh pada pendapatannya. Saadah berpendapat, penghasilan yang ia terima ditentukan oleh orang yang mengajaknya bekerja, bukan oleh pemerintah.

Sementara itu, Firqah (43) mengungkapkan, ia tidak mempermasalahkan rencana kenaikan harga BBM ini asalkan kenaikan tersebut tidak terlalu tinggi. Menurut warga asli Ciputat ini, nantinya akan terjadi lonjakan harga bahan pokok yang sangat tinggi pula. “Kalau lonjakannya harga di pasar terlalu tinggi ya tentu kita kelabakan lah," tuturnya.

Sejumlah warga di Gorontalo berharap rencana kenaikan harga BBM pada akhir 2014 tidak terlalu besar sehingga tidak berdampak pada kenaikan harga pangan lainnya. “Kalau ada kenaikan harga BBM, kami warga kurang mampu menerima dampak besar. Seperti, naiknya harga sejumlah kebutuhan pangan, termasuk tarif kendaraan angkutan umum,” kata Ronny, salah satu warga Kabupaten Bone Bolango, Sabtu (1/11).

Menurut pria yang berprofesi petani jagung ini mengatakan, rencana kenaikan harga BBM harus diimbangi dengan pemberian bantuan-bantuan yang produktif bagi mereka, seperti modal usaha dan sebagainya. “Bayangkan saja, baru sekadar wacana kenaikan BBM ternyata harga kebutuhan pokok mulai bergerak naik,” sahut Pakaya, salah satu pedagang makanan di Gorontalo.

Sejumlah warga Depok, Jawa Barat, juga merespons rencana kenaikan harga BBM yang mulai berlaku sebelum 2015. Beberapa warga sepakat dengan kenaikan harga BBM dengan alokasi bantuan yang merata. Kholis (35), warga Beji, Kota Depok, mengatakan bahwa kenaikan harga BBM merupakan isu yang sudah lama ia dengar.

Menurut Kholis, lebih baik pemerintah bertindak tegas dengan kenaikan BBM. Berita yang simpang siur membuat warga kalang kabut. Karena, menurut Kholis, isu kenaikan harga BBM saja sudah memengaruhi kenaikan harga. “Saya sih gak masalah asal pemerintah jelas alokasi subsidinya ke mana. Pemerintah harus tegas. Naik, naik. Enggak, enggak," ujar buruh serabutan ini.

Berbeda dengan Kholis, Rosyid (38), sopir angkot 03 jurusan Margonda-Sawangan, mengatakan, kenaikan harga BBM akan membuat ia kesulitan. Menurutnya, masyarakat akan mengeluh ketika tarif angkot dinaikkan. “Harga gak mungkin kita naikin tinggi-tinggi, padahal setoran tetep. Ya kita nunggu kesepakatan Organda juga aja deh," ujar Rosyid.

Namun, hal berbeda diungkapkan oleh Puji (48), warga Depok Baru, ia mengatakan, pemerintah memang perlu menaikkan harga BBM. Menurutnya, pemerintah tidak bisa terus-menerus menyuplai BBM yang sebenarnya tidak begitu dirasakan oleh kelompok kecil. Puji mengatakan bahwa asal alokasi subsidi di lokasi lain dan memang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, ia setuju atas kenaikan harga BBM. “Daripada disubsidi yang pakai juga mobil mobil mewah, buktinya kemarin sempat langka orang mampu kok beli Pertamax.” n c15/c93/c62/antara rep: aldian wahyu ramadhan ed: andri saubani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement