JAKARTA -- Mulai awal tahun depan, masyarakat bisa tidak lagi merasakan harga tetap bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium. Penyebabnya, pemerintah telah menyiapkan sejumlah opsi terkait skema subsidi tetap harga BBM.
"Pokoknya akan diumumkan akhir bulan ini. Subsidi tetap diberlakukan Januari 2015," kata Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil, Kamis (18/12).
Namun, Sofyan belum mau menyebut berapa besaran subsidi tetap yang akan diberikan pemerintah untuk setiap liter BBM. Sofyan hanya menyebutkan salah satu opsinya adalah harga Premium akan dilepaskan ke pasar. "Opsinya, solar disubsidi tetap, kemudian bensin dilepaskan dan bukan menjadi barang yang disubsidi," kata Sofyan.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menambahkan, pemberlakuan skema subsidi tetap pada Januari 2015 dilakukan karena sudah memasuki tahun anggaran baru. "Skema subsidi tetap sudah harus diterapkan pada Januari 2015," kata Bambang.
Pemberlakuan skema subsidi tetap itu tidak perlu menunggu sampai disahkannya Rancangan APBN Perubahan 2015. Pemerintah hanya perlu mengeluarkan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Bambang juga belum bisa menyebut berapa besaran subsidi tetap yang akan dianggarkan pemerintah untuk setiap liter BBM.
"Besaran masih harus dikonsultasikan dengan Presiden. Tapi, pemerintah memiliki beberapa opsi," katanya. Yang pasti, ujar Bambang, opsi tersebut mempertimbangkan dua hal, yakni harga minyak dunia dan kurs rupiah.
Pada Rabu (3/12), Menkeu menjelaskan, skema subsidi tetap berarti masyarakat diberikan besaran subsidi BBM per liter. Jika diberlakukan, fluktuasi harga BBM bersubsidi akan ditimpakan langsung kepada masyarakat. Misalkan, pemerintah memberi subsidi Rp 1.000 per liter. Jika harga keekonomian Rp 8.000, masyarakat cukup membeli Premium Rp 7.000. Namun, bila melonjak menjadi Rp 12 ribu, warga harus membeli Premium dengan harga Rp 11 ribu. [Republika, Kamis (4/12)].
Menteri ESDM Sudirman Said pun mengisyaratkan adanya pencabutan subsidi BBM jenis Premium. Harga Premium akan dilepas sesuai dengan harga minyak dunia. "Soal BBM, belum ada sesuatu yang pasti. Tapi, intinya adalah secara perlahan masyarakat mesti diajak menanggung biaya yang sesungguhnya," kata Sudirman.
Sudirman menambahkan, ke depannya kebijakan subsidi langsung akan lebih diprioritaskan oleh pemerintah. Artinya, subsidi akan didorong dalam bentuk bantuan langsung kepada masyarakat. "Dan subsidinya jangan lagi pada produk, tapi kepada orang. Nah subsidi langsung harus didorong supaya marketnya lebih sehat."
Rencana pencabutan subsidi BBM jenis Premium tidak serta-merta disetujui oleh PT Pertamina. Direktur Pemasaran dan Perdagangan PT Pertamina Ahmad Bambang meminta pemerintah mempertimbangkan banyak hal terkait rencana ini. Salah satu poin penting, menurut Ahmad, adalah kebenaran harga Premium nonsubsidi. "Apa betul kalau tidak subsidi harganya di bawah Rp 8.500 per liter karena tentu saja pelaku pasar akan menambah keuntungan," kata Ahmad.
Wakil Ketua Hiswana Migas Mohamad Ismeth mengungkapkan, bila subsidi Premium dicabut, seharusnya pemerintah memberikan margin keuntungan yang bersifat persentase berkoridor. Selama ini margin keuntungan yang diperoleh pengusaha SPBU masih bersifat fixed margin atau nominalnya tetap. "Kalau dicabut, pasti harga akan naik turun, ikut harga minyak dunia. Sedangkan selama ini margin yang kami dapat itu nominalnya tetap. Harusnya, marginnya ya ikut naik turun, sifatnya persentase berkoridor," jelas Ismeth.
Apalagi setelah kenaikan harga BBM subsidi November lalu, kata Ismeth, para pengusaha SPBU mengklaim mengalami kerugian. Lantaran margin mereka tidak berubah, sedangkan beban operasional makin tinggi. "Margin keuntungan tetap, tapi pajak lebih tinggi, upah pegawai sesuai UMR yang juga merangkak, serta listrik juga naik."
Selama ini, pajak yang harus dibayarkan oleh pengusaha SPBU sebesar 0,3 persen per liternya. Apa pun sistem yang nanti diberlakukan, baik opsi subsidi tetap maupun pencabutan subsidi, kata Ismeth, Hiswana Migas meminta pemerintah memberlakukan margin keuntungan dengan sistem persentase berkoridor. n c81/c85 ed: andri saubani
***
Jejak Harga Premium dari Masa ke Masa
Tanggal/Tahun Harga per liter Presiden
5 Mei 1998 Rp 1.200 Soeharto
16 Mei 1998 Rp 1.000 BJ Habibie
April 2000 Rp 600 Abdurrahman Wahid
1 Oktober 2000 Rp 1.150 Abdurrahman Wahid
16 Juni 2001 Rp 1.450 Abdurrahman Wahid
1 Maret 2002 Rp 1 150 Megawati Soekarnoputri
1 April 2002 Rp 1.200 Megawati Soekarnoputri
3 Mei 2002 Rp 1.750 Megawati Soekarnoputri
1 Januari 2003 Rp 1.810 Megawati Soekarnoputri
1 Maret 2005 Rp 2.400 Susilo Bambang Yudhoyono
1 Oktober 2005 Rp 4.500 Susilo Bambang Yudhoyono
24 Mei 2008 Rp 6.000 Susilo Bambang Yudhoyono
1 Desember 2008 Rp 5.500 Susilo Bambang Yudhoyono
15 Desember 2008 Rp 5.000 Susilo Bambang Yudhoyono
15 Januari 2009 Rp 4.500 Susilo Bambang Yudhoyono
22 Juni 2013 Rp 6.500 Susilo Bambang Yudhoyono
18 November 2014 Rp 8.500 Joko Widodo
Sumber: ESDM/Pusat Data Republika