REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) mengungkapkan masih ada ribuan temuan ketidakberesan dalam anggaran penyelenggara negara. Ketua BPK Harry Azhar Azis memaparkan, terdapat 3.293 temuan bermasalah sepanjang semester II tahun 2014 yang berdampak finansial senilai Rp 14,74 triliun.
‘’Dari jumlah itu, terdapat kerugian negara Rp 1,42 triliun, potensi kerugian negara Rp 3,77 triliun, dan kekurangan penerimaan negara senilai Rp 9,55 triliun,’’ kata Harry saat memaparkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2014 ke DPR, Selasa (7/4). BPK juga menemukan 3.150 masalah ketidakpatuhan dalam penyelenggaraan keuangan negara yang berakibat ketidakekonomisan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp 25,81 triliun.
Selama pemeriksaan tahun 2014, BPK mengkaji 651 objek pemeriksaan. Pemeriksaan terdiri atas 135 objek pemerintah pusat, 479 objek pemerintah daerah dan BUMD, serta 37 objek BUMN dan badan lainnya. Berdasarkan jenisnya, ada 73 pemeriksaan keuangan, 233 pemeriksaan kinerja, dan 345 pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Dari 651 objek pemeriksaan, BPK mendapati 7.950 temuan, yang terdiri atas 7.789 masalah ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan senilai Rp 40,55 triliun. Selain itu, terdapat 2.482 masalah kelemahan sistem pengendalian intenal (SPI).
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menyatakan, pemerintah akan menindaklanjuti temuan BPK. Ia meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) secepatnya memitigasi permasalahan yang terdapat dalam temuan BPK itu.
‘’BPKP kan memang ditugaskan oleh Presiden untuk mengawasi semua kementerian. Segala temuan atau hal-hal yang diminta BPK, supaya secepatnya ditindaklanjuti," ujar Sofyan.
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto juga meminta setiap komisi di lembaga legislatif harus membahas hasil audit BPK. Selanjutnya, mereka meminta para menteri yang menjadi mitra kerja setiap komisi memberikan penjelasan soal temuan itu.
Menurut dia, temuan BPK pun bisa saja bergulir ke persoalan hukum. Apalagi, melihat adanya kerugian negara yang disampaikan BPK cukup besar, termasuk adanya potensi-potensi kerugian dan penerimaan negara yang tak sesuai target.
Menonjol
BPK menggarisbawahi ada beberapa masalah yang menonjol dalam sektor migas. Ini seperti penerapan sistem akuntansi pemerintahan dan penerimaan pajak dari sektor minyak dan gas serta ketidakpatuhan kontrak kerja sama terkait cost recovery.
Dalam penggunaan anggaran di pemerintahan pusat, Harry mencontohkan kerugian yang disebabkan oleh Kementerian ESDM. Pada semester II tahun 2014, kementerian ini tak menggarap maksimal proyek senilai Rp 5,94 triliun.
Setidaknya, ada 137 kontrak proyek pembangunan transmisi dan gardu induk di kementerian itu yang dihentikan akibat pembebasan lahan yang bermasalah. Sebenarnya, proyek tersebut adalah kelanjutan pembangunan pada tahun anggaran 2013.
Uang kontrak Rp 562,66 miliar sudah dikeluarkan untuk memperpanjang kontrak pembangunan tersebut. Akan tetapi, Kementerian ESDM menghentikan pembangunannya. "Uang muka perpanjangan kontrak itu tidak bisa dikembalikan," kata Harry menerangkan.
Selain itu, penggunaan anggaran sia-sia juga tercatat di Kementerian Pertanian. Diungkapkan Harry, dana senilai Rp 1,42 triliun untuk swasembada kedelai tak berguna. Dampaknya, upaya ketahanan pangan di komoditas pertanian ini gagal.
Dengan demikian, kementerian ini tak mampu mencapai target pertumbuhan produksi kedelai, yakni 20,05 persen per tahun dan swasembada kedelai 2014 sebanyak 2,70 juta ton.
BPK pun menemukan anggaran penanggulangan kemiskinan tak terserap penuh. Penyerapan anggaran itu hanya 94,65 persen. Menurut Harry, dari anggaran Rp 18 triliun, hanya terserap 17,19 triliun.
Secara khusus, Harry menambahkan, dalam kasus efektivitas layanan paspor pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, BPK menilai sudah berjalan cukup efektif. ‘’Meski demikian, BPK menemukan masalah dalam perubahan mekanisme pembayaran berupa pembayaran elektronik dengan payment gateway, yang mengabaikan risiko hukum,’’ kata Harry menegaskan. Kasus payment gateaway ini sedang disidik oleh Mabes Polri dan mantan wakil menkumham periode lalu, Denny Indrayana, menjadi tersangka.
Harry menjelaskan, BPK juga telah menyampaikan temuan pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi berwenang atau penegak hukum. Jumlahnya, 227 surat yang memuat 442 temuan senilai RP 43,83 triliun.
BPK mendorong pengelolaan keuangan negara dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab. Dan tentu saja, penggunaan keuangan negara mesti efektif dan efisien demi meningkatkan kemakmuran masyarakat.
n c84 ed: ferry kisihandi