REPUBLIKA.CO.ID, Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam (intrapersonal) dan kemudian bergerak ke luar (antarpersonal) untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Ketika seorang pemimpin mampu mendengar aspirasi dan melayani masyarakatnya, tentu ia akan diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Tetapi sayangnya, pemimpin yang mengaku wakil rakyat justru sering tidak memiliki integritas dan loyalitas terhadap rakyat yang dipimpinnya.
Oleh karena itu, dalam Islam, kepemimpinan tidak hanya bermakna kekuasaan tetapi juga bermakna tanggung jawab dan melayani. Ketika kepemimpinan dimaknai kekuasaan, Allah mengingatkan kita bahwa hakikat kekuasaan itu adalah milik Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam Alquran, "Katakanlah: Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu." (QS. Ali Imran [3]: 26).
Ayat ini mengingatkan bahwa kekuasaan itu bersifat sementara. Oleh karena itu, ketika seseorang memegang kekuasaan, semestinya ia akan tetap bersikap rendah hati, tidak ada keangkuhan dalam dirinya, tidak akan menyalahgunakan kekuasaannya, dan ia gunakan kekuasaannya itu sebagai alat untuk menghambakan diri kepada Allah. Sehingga, dia akan mampu melaksanakan amanah dan tanggung jawab jabatannya sebaik mungkin untuk kepentingan masyarakat luas. Pemimpin juga harus menjadi abdi masyarakat, melayani, dan menjadi mediator untuk kepentingan masyarakat luas.
Pemimpin yang senang melayani akan memberikan pelayanan pada bawahannya dan membantu mereka untuk melangkah ke depan. Ini sesuai dengan apa yang disabdakan Rasulullah. Aisyah RA berkata, "Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda di rumahku ini, Ya Allah, siapa yang menguasai sesuatu dari urusan umatku lalu mempersukar pada mereka, maka persukarlah baginya. Dan siapa yang mengurusi umatku lalu berlemah lembut pada mereka, maka permudahlah baginya. (HR Muslim).
Kepemimpinan Nabi yang melayani ini telah menancapkan keimanan dalam hati Adin bin Hatim. Dia berjalan bersama Rasulullah menuju rumah. Di tengah jalan ada seorang wanita lemah dan tua berjumpa dengan Rasulullah. Wanita tua itu berkata kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, aku ingin berbicara denganmu!” Adi berkata, Rasulullah berdiri lama menunggu wanita itu. Kala itulah aku katakan, "Demi Allah, ini pasti bukan seorang raja!"
Seperti kisah di atas, pemimpin yang melayani memiliki kasih sayang, kepedulian, dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih sayang itu terwujud dalam bentuk pemenuhan kebutuhan, kepentingan, impian, dan harapan mereka yang dipimpinnya.
Oleh Muslimin