Senin 08 Sep 2014 12:00 WIB

Artha Meris Diadili Pekan Depan

Red:

JAKARTA — Tersangka kasus suap SKK Migas Komisaris PT Kaltim Parna Industri Artha Meris Simbolon segera diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupi (Tipikor) Jakarta, pekan depan. Dijadwalkan, berkas perkara terduga penyuap Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini tersebut naik ke persidangan pada Kamis (11/9).

"Iya sudah lengkap dan sudah dilimpahkan, nanti jadwalnya pada Kamis, 11 September," ujar Kepala Bagia Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha ketika dikonfirmasi, Ahad (7/9). Menurut Artha, akan menyusul Rudi yang sebelumnya sudah menjalani persidangan. Rudi sendiri sudah merampungkan proses peradilan perkaranya hingga dijatuhi vonis tujuh tahun penjara.

Dalam putusan Majelis Hakim, nama Artha disebut terlibat dalam praktik pemberian suap kepada pejabat negara. Di persidangan diungkap, Artha memberikan uang 522,5 ribu dolar AS kepada Rudi. Pemberian uang itu disalurkan melalui perantara pelatih golf Rudi, Deviardi.

 Artha memberikan uang itu agar Rudi bersedia memberikan rekomendasi untuk menurunkan formula harga gas PT KPI ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Artha Meris pernah menjadi saksi dalam sidang Rudi pada 11 Februari 2014. Dalam sidang itu, ia membantah pemberian uang tersebut. Ia berkilah, hanya berkorespondensi dengan kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) karena mengeluhkan perusahaannya dianaktirikan oleh Kementerian ESDM terkait perselisihan PT KPI dengan PT Kaltim Pasifik Amoniak (KPA).

Menyusul kesaksian itu, jaksa KPK juga memutarkan sejumlah rekaman pembicaraan antara Artha Meris dengan Deviardi yang membicarakan negosiasi pemberian uang untuk Rudi. Dalam persidangan, Artha Meris mengaku, ia bukanlah orang yang berbicara dalam rekaman tersebut.

Artha Meris disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No 31/1999 jo UU No 20/2001 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengatur tetang orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dengan denda Rp 250 juta. rep:gilnag akbar prambadi/antara ed: fitriyan zamzami

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement