JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan regulasi layanan keuangan digital atau financial technology (fintech) melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016. POJK tersebut mengatur mengenai layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Salah satu poin yang diatur dalam POJK tersebut adalah mengenai batas maksimal pemberian pinjaman dana. Maksimal jumlah pinjaman yang boleh diberikan perusahaan fintech kepada debitur sebesar Rp 2 miliar.
Chief Operating Officer (COO) Modalku, Iwan Kurniawan menilai, aturan ini sudah sangat tepat untuk perkembangan bisnis fintech terkait peer to peer lending atau P2P Lending. Aturan terpenting adalah transparansi keuangan kepada peminjam dan pemberi pinjaman.
Selain itu, dalam aturan ini juga ditegaskan, P2P Lending harus mendukung pengembangan bisnis usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kendati begitu, ia menilai batas maksimal pinjaman sebesar Rp 2 miliar harus ditingkatkan lagi. Namun, OJK dapat melakukan peninjauan kembali atas batas maksimum pinjaman dana.
"Arahannya sudah jelas, yaitu fintech player fokus mendukung UMKM. Tapi, limit Rp 2 miliar itu kalau bisa lebih tinggi, jangan terlalu kecil. Biar lebih luas juga," ujar Iwan kepada Republika, Senin (2/1).
Iwan mengatakan, Modalku telah memenuhi syarat yang ditentukan OJK dalam aturan tersebut. Sehingga, ke depannya tidak akan ada perubahan meskipun aturan ini baru saja diterbitkan.
Dia mengatakan, terbitnya peraturan tersebut akan membuat bisnis perusahaan fintech pada 2017 lebih ekspansif. Perusahaan fintech sebelumnya masih hati-hati dalam menjalankan bisnis karena belum adanya regulasi. "Dengan peraturan ini, kami jadi semangat untuk mengejar pertumbuhan. Tahun ini karena aturan sudah keluar minimal kita bisa lebih fokus kepada bisnis daripada syarat," ujarnya.
Hingga akhir tahun 2016, Modalku telah menyalurkan pinjaman sebanyak Rp 59 miliar dengan rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) nol persen. Tidak adanya rasio NPL tersebut, menurut Iwan, menunjukkan perusahaan terlalu berhati-hati sehingga kurang efisien.
Chief Executive Officer (CEO) UangTeman, Aidil Zulkifli mengatakan, regulasi ini penting bagi bisnis industri fintech. Saat ini pihaknya tengah menunggu arahan secara khusus dari OJK. "Kami sedang berdiskusi secara internal dengan divisi inklusi keuangan non bank (IKNB) OJK tentang POJK tersebut karena kami ingin memperoleh lisensi di bawah pengawasan OJK," kata Aidil kepada Republika, Senin (2/1).
Meski telah mengatur terkait perlindungan konsumen, ia menilai mekanisme perlindungan konsumen dan penyelesaian sengketa perlu lebih diperjelas. Hal ini diperlukan untuk meminimalisasi adanya kerugian dari peminjam dan pemberi pinjaman di kemudian hari.
Menurut Aidil, selama ini pihaknya selalu memerhatikan perlindungan konsumen. Pihaknya juga mengedepankan informasi yang transparan dan terbuka dengan nasabah.
Hingga 31 Desember 2016, Uang Teman telah menyalurkan total pinjaman sekitar Rp 35 miliar sejak pertama kali berdiri pada April 2015 dengan rasio NPL di bawah tiga persen.
"Dengan adanya POJK ini, konsumen akan terlindung dan perkembangan fintech pada 2017 akan lebih pesat dan teratur," kata Aidil.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad menjelaskan, aturan ini dikeluarkan karena dari sebanyak 111 perusahaan fintech, sebagian besarnya menawarkan layanan P2P Lending.
"Layanan P2P ini sarat akan penyimpangan, makanya kami atur terlebih dulu, sedangkan yang lain akan menyusul. Aturan ini membatasi maksimal peminjaman senilai Rp 2 miliar, tapi soal bunganya belum," kata Muliaman, akhir pekan lalu.
Dalam aturan ini, Muliaman mengatakan, tidak hanya diatur soal syarat-syarat perusahaan P2P Lending, tetapi juga soal transparansi keuangan dan penatausahaan model. Aturan-aturan tersebut dimaksudkan agar OJK lebih mudah memantau industri yang semakin berkembang pesat ini dengan mengedepankan perlindungan konsumen.
Penyusunan POJK dilakukan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap produk jasa keuangan, memenuhi kebutuhan pembiayaan secara cepat, mudah, dan efisien, serta meningkatkan daya saing. Selain itu, otoritas juga berharap layanan ini dapat menjadi salah satu solusi bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam memperoleh akses pendanaan.
"Pengaturan terhadap fintech ini juga untuk memitigasi agar layanan yang ditawarkan Fintech tidak menimbulkan kerugian bagi pengguna," kata Muliaman. rep: Idealisa Masyrafina ed: Satria Kartika Yudha