HONG KONG -- Ribuan mahasiswa dari 20 universitas di Hong Kong melakukan mogok belajar, Senin (22/9). Aksi ini akan mereka jalani selama sepekan ke depan. Mereka memprotes Cina yang menghalangi proses demokrasi di Hong Kong.
Pada 2017, Hong Kong menggelar pemilihan kepala eksekutif baru yang memimpin pemerintahan di wilayah otonomi ini. Namun, Cina tak memberikan kebebasan munculnya calon kepala eksekutif yang didukung kelompok prodemokrasi.
Parlemen Cina yang kelak menentukan lolos atau tidaknya calon yang bakal berlaga pada 2017. Para calon itu mesti mempunyai loyalitas terhadap Cina. Ini merupakan keputusan parlemen yang ditetapkan dalam rapat pada 31 Agustus 2014.
‘’Saya meyakini saat mereka menetapkan keputusan itu, impian warga Hong Kong yang memperjuangkan demokrasi selama 30 tahun sirna,’’ kata Hong Yuen, seorang mahasiswa tahun ketiga.
Menurut BBC, mogok belajar mahasiswa ini merupakan awal dari unjuk rasa besar oleh kelompok prodemokrasi, Occupy Central, pada 1 Oktober 2014. Mogok di antaranya terjadi di Chinese University of Hong Kong.
Mahasiswa duduk di area kampus mengenakan kaus berpita kuning. Warna yang kerap digunakan oleh para aktivis prodemokrasi. ‘’Mogok harus berjalan. Membangkanglah dan tentukan nasibmu’’ demikian bunyi salah satu spanduk di universitas itu.
Sejumlah mahasiswa keliling kelas mengedarkan pamflet ajakan mogok belajar kepada mahasiswa lainnya yang belum bergabung. Para mahasiswa juga menggelar serangkaian kuliah umum.
Selain itu, pada Senin (22/9) pagi, mereka menyebar ke sekolah-sekolah menengah membagikan pita kuning. Mereka juga mengajak para pelajar bergabung dalam aksi mogok.
Sebanyak 400 akedemisi dan staf puluhan universitas bergabung dengan mahasiswa. Jajak pendapat oleh Chinese University mengungkapkan, lebih dari seperlima warga Hong Kong berpikir untuk meninggalkan kota itu karena suramnya masa depan politik di sana.
Hong Kong kembali di bawah kendali Cina pada 1997. Kota ini memperoleh otonomi luas. Namun, Beijing menolak kehendak mereka memilih kepala pemerintahannya secara bebas. Inilah yang dilawan aktivis prodemokrasi Hong Kong. rep:ani nursalikah/gita amanda/reuters ed: ferry kisihandi