JAKARTA — Afrika merupakan kawasan kunci bagi Indonesia. Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal mengatakan, hubungan Afrika dan Indonesia dimulai sejak lama saat Konferensi Bandung pada 1955. Konferensi ini mengobarkan kebersamaan dan solidaritas.
Menurut Dino, saat ini Indonesia perlu sudut pandang lain dalam memandang Afrika. Banyak orang berpikir Afrika erat kaitannya dengan AIDS, kelaparan, dan perang. "Afrika sekarang sudah berubah," katanya dalam seminar Africa Rising di Jakarta, Rabu (15/10).
Dia menyebutkan, dari 10 negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia, enam di antaranya berada di Afrika. Bank Dunia mengatakan, Afrika adalah satu kawasan yang melakukan reformasi terbaik. Kemiskinan di Afrika turun hingga di bawah angka 50 persen.
"Kita perlu mempercepat kerja sama dengan Afrika. Saingan terberat adalah Cina dan Brasil. Ada banyak potensi yang bisa digali," kata Dino. Ia meyakini, investasi retail, komoditas, dan energi akan naik. Beberapa tahun lagi, jumlah kelas menengah Afrika juga akan naik.
Dengan penduduk sekitar satu miliar jiwa, kekayaan alam berlimpah, tingkat pertumbuhan ekonomi yang dinamis, serta kelas menengah dengan daya beli yang terus meningkat, Afrika kini diproyeksikan sebagai benua masa depan.
Afrika diyakini menjadi kawasan penopang kemakmuran dunia dalam kurun 30-50 tahun ke depan. Afrika menikmati pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dengan rata-rata 4,7 persen selama periode 2009-2013 dan di atas pertumbuhan ekonomi dunia (2,9 persen).
Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), pada 2013 terdapat enam negara Afrika dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. Yakni, Sudan Selatan 27,06 persen, Sierra Leone 20,12 persen, Etiopia 9,6 persen, Pantai Gading 8,7 persen, Liberia 8,6 persen, dan Kongo 8,5 persen.
Afrika juga terus mengalami kemajuan di berbagai bidang, seperti proses demokratisasi, HAM, keamanan, dan tata pemerintahan yang baik. Terdapat pergeseran karakteristik kepemimpinan yang tecermin dari munculnya pemimpin-pemimpin teknokrat.
Saat ini, produk Indonesia yang masuk ke Afrika, antara lain, mi instan, deterjen, lem pipa, lem tikus, biskuit, dan susu. Bahkan, pabrik mi instan buatan Indonesia terbesar berada di Nigeria. Indonesia aktif memanfaatkan peluang kerja sama dengan Afrika.
Hal ini tecermin dari meningkatnya nilai perdagangan yang telah tumbuh rata-rata 36 persen per tahun selama periode 2009-2013. Total nilai perdagangan Indonesia-Afrika pada 2013 mencapai 11,03 miliar dolar AS. Meningkat dua kali lipat dibandingkan 2009.
Lebih dari 20 perusahaan Indonesia beroperasi di Afrika dalam berbagai sektor, seperti pangan, agroindustri, industri kimia, pertambangan, dan migas yang nilai investasinya mencapai 2,67 miliar dolar AS. rep: ani nursalikah ed: ferry kisihandi