Ahad 07 Aug 2016 17:12 WIB

Sobo Yang Terjal

Red: Firman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pada 18 Desember 1948, Belanda menyatakan tidak lagi terikat dengan perjanjian Renville dan melancarkan agresi militer kedua. Belanda kemudian menyerang Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota sementara RI. Akibat agresi tersebut, Yogyakarta pun jatuh ketangan Belanda. Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan beberapa pejabat negara ditawan dan diasingkan Belanda.

Dalam situasi tersebut, seluruh kekuatan militer Indonesia yang ada di Yogyakarta diperintahkan keluar kota untuk bergerilya. Jenderal Soedirman memimpin gerilya itu meski dalam keadaan sakit. Soedirman bergerilya dari Yogyakarta menuju ke selatan lalu terus ke arah timur hingga Kediri. Setelah sekitar tujuh bulan bergerilya, Soedirman memutuskan kembali ke arah barat. Ia kemudian terhenti di Pacitan karena ada pasukan Belanda mengadang. Pasukan gerilya Soedirman lantas bermarkas di daerah Sobo, Pacitan sejak 1 April hingga 7 Juli 1949. Itu merupakan waktu terlama pasukan gerilya Soedirman bermukim di satu tempat.

Mencarikan bahan bantuan

Soedirman kemudian tinggal di rumah Karsosemito yang sekaligus menjadi markas komando gerilya. Pada saat itu, Sobo adalah kampung kecil yang terletak di puncak kawasan perbukitan Pacitan. Letaknya yang berada di keting gian serta hutan yang masih lebat membuat Belanda sulit mendeteksi kehadiran Soedirman.

Anak Karsosemito, Supadi mengaku saat itu orang tuanya beserta penduduk lain sibuk mencarikan bahan bantuan untuk para tentara. "Saya masih ingat, ibu malam-malam mencuci keladi untuk tentara-tentara," ujar Supadi.

Supadi mengaku, ketika itu ia tidak mengetahui Soedirman menginap di rumahnya. Ia hanya diberi tahu Soedirman adalah kakeknya yang menumpang sementara. "Saya baru tahu jauh setelah peristiwa itu. Dulu orang tua saya bilang itu mbah yang menumpang," ujarnya.

Keberadaan Soedirman memang dirahasiakan dari penduduk. Mereka hanya tahu ada pejuang gerilya yang membutuhkan tumpangan. Hal itu agar Belanda tidak bisa mengendus keberadaan Soedirman.

Tak jauh dari markas gerilya Soedirman di Sobo, terdapat Monumen Jenderal Besar Soedirman. Di kompleks monumen yang memiliki luas sekitar tiga hektare itu terdapat patung Soedirman setinggi delapan meter. Di sekeliling lapangan monumen juga terdapat relief-relief yang mengisahkan perjalanan hidup Soedirman sejak kecil hingga wafat.

Peserta Lawatan Sejarah Nasional (Lasenas) XIV mendapatkan pengalaman unik usai mengikuti jejak gerilya Jenderal Soedirman. "Peserta sudah merasakan betapa kerasnya perjuangan Soedirman dalam menjalani gerilya untuk mempertahankan kemerdekaan," ujar Kepala Sub Direktorat Sejarah Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Amurwani Dwi Lestarining sih.

Lokasi markas darurat

Amurwani mengatakan, perjalanan menuju dusun Sobo di Pacitan menjadi pengalaman paling menarik sepanjang lawatan. Ini karena peserta diajak melihat langsung lokasi markas darurat Soedirman yang terletak di perbukitan terjal dan hutan lebat.

"Ada peserta yang sampai penyakit asmanya kumat dan beberapa peserta mual karena menghadapi jalan yang berkelok-kelok," ujar Amurwani.

Meski menghadapi perjalanan berat, Amurwani mengapresiasi peserta yang tetap bersemangat untuk terus melanjutkan perjalanan. "Pada saat ini dengan jalan yang beraspal saja banyak yang me rasa lelah dan akhirnya bisa membayangkan betapa beratnya perjalanan Soe dirman dahulu," ujar dia.

Siswi kelas 3 SMA Stella Duce 1 Yogyakarta Nikita Devy Haryono mengaku semakin mengidolakan sosok Soedirman usai mengikuti Lasenas XIV. "Soedirman benar-benar berjuang demi rakyat. Kami naik mobil saja mengeluh terus," ujarnya.

Nikita mengatakan, masyarakat Indonesia saat ini perlu benar-benar menghargai jasa para pahlawan. Ia mengaku, para pejuang belum tentu bisa merasakan nikmatnya kemerdekaan. Salah satu contohnya yakni Soedirman yang wafat pada 1950 di usia yang masih 34 tahun. "Soedirman umurnya pendek. Jadi sudah seharusnya kita menghargai kemerdekaan ini dengan berjuang lebih keras di bidang masing-masing," ujar Nikita.

Siapa Sebenarnya Orang Tua Soedirman?

Dalam kegiatan diskusi dengan tokoh sejarah di ajang Lawatan Sejarah Nasional (Lasenas) XIV, salah seorang siswa bertanya siapa sebenarnya orang tua Jenderal Soedirman. Putra bungsu Soedirman, Muhammad Teguh Soedirman kemudian menjawab sekaligus meluruskan catatan sejarah.

Teguh mengatakan, Soedirman lahir pada 24 Januari 1916 di Dusun Bodas Karangjati, Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Purbalingga, Jawa Tengah. Soedirman adalah anak dari Raden Tjokro Soenarjo, seorang asisten wedana di Rembang. Akan tetapi, sejumlah buku sejarah justru menyebut Soedirman anak angkat dari Raden Tjokro Soenarjo.

"Bapak (Sudirman) itu anak kandung Raden Tjokro Soenarjo," ujar Teguh.

Teguh mengaku, pihak keluarga menemukan kesalahan tersebut sekitar 1975. Ia pun meminta kepada pemerintah untuk mengoreksi catatan tersebut.

Dosen Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta Sardiman mengakui ada kesalahan dalam penulisan orang tua Soedirman dalam catatan sejarah. Ia mengatakan, orang tua Soedirman adalah kalangan berada. Namun, Soedirman tidak terlena dengan kenyamanan dan memilih hidup sederhana.

"Soedirman ketika kecil itu senang bermain dengan anak-anak desa. Ketika remaja pun ia tidak segan-segan mengambil rumput untuk mencari uang," ujar Sardiman.

Peristirahatan Terakhir

Selama memimpin perang gerilya, kondisi kesehatan Soedirman terus memburuk. Setelah ada kesepakatan gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda, Soedirman akhirnya kembali ke Yogyakarta pada 10 Juli 1949. Tokoh gerilya itu disambut dengan meriah. Bung Karno pun turut menyambut Soedirman dengan pelukan. Perjuangan Soedirman mempertahankan kemerdekaan pun berbuah hasil pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Akan tetapi, Soedirman tak banyak menikmati hal itu. Berselang sebulan, ia wafat dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusuma Negara Yogyakarta.

Makam Soedirman di TMP Kusuma Negara bersebelahan dengan makam istrinya yakni Siti Alfiyah. Makam Soedirman pun mendapat keistimewaan dengan dibangun lebih luas dibanding makam lainnya.

Terdapat sekitar 1900-an pahlawan yang dimakamkan di TMP Kusuma Negara. Di antaranya terdapat lima pahlawan nasional seperti Jenderal Sudirman, Urip Sumoharjo, Supeno, Katamso, dan Sugiyono.

Peserta Lasenas XIV berkesempatan menziarahi makam Soedirman dan pahlawan lainnya. Setelah menggelar upacara penghormatan dilakukan prosesi tabur bunga dan berdoa di makam Soedirman. Oleh Ahmad Fikri Noor ed: Nina Chairani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement