Kamis 04 Sep 2014 14:00 WIB

Isa Parada, Indahnya Sabar Bersama Mualaf

Red:

Perjalanan ibadah haji mengajarkan seseorang belajar kesabaran dan mengenal lebih dekat persaudaraan. Isa Parada mengisahkan perjalanannya ke Tanah Suci bersama para mualaf.

Imam dan khatib di beberapa masjid di Houston, Amerika Serikat, ini harus menunggu lama saat mendarat dari pesawat. Tak kurang 12 jam mereka menghabiskan waktu di Bandara Internasional Jeddah. Akhirnya, perwakilan haji kelompok mereka datang dan menjemput mereka di bandara.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:OnIslam.net

Isa Parada

"Menunggu merupakan ujian pertama kami dan kesabaran adalah pelajaran pertama kami pada perjalanan yang baru saja akan dimulai," ungkap Imam. Selama menunggu, Muslim keturunan Hispanik ini menghabiskan waktu dengan membaca otobiografi Malcolm X.

Uniknya, dia membaca jika pahlawan kaum Afro Amerika tersebut pernah menunggu 24 jam di bandara itu saat melakukan hal yang sama. Hal tersebut pun memberikannya kekuatan untuk lebih sabar menunggu.

"Menunggu adalah salah satu jenis kesabaran dan merupakan pelajaran pertama dalam menunaikan ibadah haji," ungkap Isa yang menjadi mualaf pada 1996. Saat mengantre untuk naik bus jemputan kelompok haji, ia melihat dua orang yang sangat tinggi terlihat keturunan Afro Amerika dan Salvador. Usai berkenalan, Isa mengetahui jika salah satu pria bernama Sultan yang berasal dari Los Angeles. Dia memiliki tato di sekujur tubuhnya.

Tak lama berselang, seorang petugas keamanan menghentikan perjalanan kelompok haji mereka. Pihak keamanan meminta Sultan untuk keluar dari barisan kelompok dan bertanya kepadanya apakah ia benar-benar seorang Muslim. "Dan, Alhamdulillah, pemimpin kelompok kami mampu menyakinkan pihak keamaanan bahwa Sultan adalah seorang mualaf dari Amerika dan baru pertama kali melaksanakan ibadah Haji." Seketika itu, sang askar mengubah nada bicaranya menjadi lebih ramah. Mereka pun kagum akan adanya Muslim dari Amerika.

Sesampainya di Makkah, Isa Parada merasakan getaran yang besar. Limpahan kekaguman tidak bisa ditampungnya saat melihat rumah Tuhan. Dia merinding dan berkeringat. Dia pun tak sabar untuk segera tawaf.  "Benar-benar begitu beragam umat kita ini. Banyak saudara Muslim dari daratan yang berbeda Afrika, Rusia, hingga Asia Timur," ungkapnya. Umat Islam seakan bergabung menjadi satu. Iman mereka terpatri pada satu tempat di Baitullah.

 

Di hari berikutnya, ia menyadari semua Muslim bersaudara dari manapun mereka berasal. Muslim disatukan saat menyembah Allah SWT. Mereka semua sujud saat melakukan rukun Islam kelima.

Ia mengatakan, semua umat Muslim yang berkumpul mengalami hal-hal baru dan menantang, bahkan kesabaran adalah sebuah keharusan. Dia pun kembali harus diuji saat berjalan kaki dari Mina ke Arafah. Selama perjalanan, kakinya terluka. Parada harus menahan sakit untuk bisa menempuh rutenya.

Hanya, pengalaman berjalan kaki bersama 2,5 juta jamaah haji bersamaan membuat rasa sakitnya tenggelam. Setiap langkah hanya terucap doa-doa. Lidahnya tak putus memuji nama Allah dan hanya untuk Allah.

"Kami tertawa dan menangis bersama-sama, bahkan tak jarang kami mendebatkan satu hal yang kecil. Meskipun begitu, satu hal yang terpenting bahwa kami adalah saudara yang sama-sama berjuang menjawab panggilan Tuhan kami, seperti dalam makna Surah al-Hujarah ayat 10." ungkapnya.

rep:c64 ed: a syalaby ichsan

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement